Relativitas Penguatan Dan Pandangan B.F. Skinner, Wacana Pendidikan
PENDAHULUAN
Banyak teori perihal berguru yang telah berkembang mulai kala ke 19 hingga kini ini. Pada awal kala ke-19 teori berguru yang berkembang pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para jago psikologi ialah teori berguru tingkah laris (behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan oleh psikolog Rusia Ivan Pavlav (tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah pengkondisian klasik (classical conditioning) dan kemudian teori berguru tingkah laris ini dikembangkan oleh beberapa jago psikologi yang lain ibarat Edward Thorndike, B.F Skinner dan Gestalt. Skinner memfokuskan penelitian perihal sikap dan menghabiskan karirnya untuk berbagi teori perihal Reinforcement. Dia percaya bahwa perkembangan kepribadian seseorang, atau sikap yang terjadi ialah sebagai akhir dari respond terhadap adanya insiden eksternal. Dengan kata lain, kita menjadi ibarat apa yang kita inginkan alasannya ialah mendapatkan reward dari apa yang kita inginkan tersebut. Bagi Skinner hal yang paling penting untuk membentuk kepribadian seseorang ialah melalui Reward & Punishment. Pendapat ini tentu saja amat mengabaikan unsur-unsur ibarat emosi, pikiran dan kebebasan untuk menentukan sehingga Skinner mendapatkan banyak kritik.
B.F. Skinner ialah seorang psikolog Amerika Serikat populer dari aliran behaviorisme.Inti pemikiran Skinner ialah setiap insan bergerak alasannya ialah menerima rangsangan dari lingkungannya.Sistem tersebut dinamakan “cara kerja yang menentukan” (operant conditioning). Setiap makhluk hidup niscaya selalu berada dalam proses bersinggungan dengan lingkungannya. Di dalam proses itu, makhluk hidup mendapatkan rangsangan atau stimulan tertentu yang membuatnya bertindak sesuatu. Rangsangan itu disebut stimulan yang menggugah. Stimulan tertentu mengakibatkan insan melaksanakan tindakan-tindakan tertentu dengan konsekuensi-konsekuensi tertentu.
Teori berguru behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang sanggup diukur dan diamati. Pengulangan dan training dipakai supaya sikap yang diinginkan sanggup menjadi kebiasaan. Hasil yang diperlukan dari penerapan teori behavioristik ini ialah terbentuknya suatu sikap yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan menerima penguatan positif dan sikap yang kurang sesuai menerima penghargaan negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas sikap yang tampak. Dalam teori berguru ini guru tidak banyak memperlihatkan ceramah,tetapi arahan singkat yang diikuti rujukan baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
KAJIAN TEORI
A. KONSEP TEORETIS UTAMA
Behaviorisme Radikal
Skinner berbagi filsafat ilmiah sebagai radical behaviorism. Teori berguru behavioristik ini memakai istilah ibarat dorongan, motivasi dan tujuan untuk menjelaskan aspek tertentu dari sikap insan dan nonmanusia. Menurut Skinner aspek yang diamati dan diukur dari lingkungan, sikap organisme dan dari konsekuensi sikap itulah yang merupakan materi penting untuk penelitian ilmiah. Teori ini lebih dikenal dengan teori berguru yang lebih menekankan pada tingkah laris manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk sikap mereka.[1]
Perilaku Responden dan Operan
Skinner membedakan dua jenis sikap : respondent behavior (perilaku responden), yang ditimbulkan oleh stimulus yang dikenali, dan operant behavior (perilaku operan), yang tidak diakibatkan oleh stimulus yang tidak dikenal tetapi dilakukan sendiri oleh organisme. Respon yang tidak terkondisikan atau unconditioned response adalah rujukan dari sikap responden alasannya ialah respon ini ditimbulkan oleh stimuli yang tak terkondisikan. Contoh dari sikap responden ialah semua gerak refleks, ibarat menarik tangan ketika tertusuk jarum, menutupnya kelopak mata dikala terkena cahaya yang menyilaukan, dan keluarnya air liur dikala melihat makanan. Karena sikap operan pada awalnya tidak berkorelasi dengan stimuli yang dikenali, maka ia tampak spontan. Contohnya ialah tindakan ketika hendak bersiul, bangkit kemudian berjalan, atau anak yang meninggalkan satu mainan dan beralih pada mainan lainya.[2]
Dari statemen di atas, nampaknya kebanyakan acara keseharian kita ialah sikap operan. Perlu diperhatikan bahwa skinner tidak menyampaikan bahwa sikap operan terjadi secara independen dari stimulasi; artinya bahwa stimulus yang mengakibatkan sikap itu tidak diketahui, dan kita tidak perlu mengenali penyebabnya alasannya ialah hal itu tidak penting. Berbeda dengan sikap responden, yang bergantung pada stimulus yang mendahuluinya, yaitu sikap operan yang dikontrol oleh konskuensinya.
Pengkondisian Tipe S dan Tipe R
Bersamaan dengan dua macam sikap tersebut, ada dua jenis pengkondisian. Pengkondisian Tipe S atau respondent conditioning (pengkondisian responden), dan Pengkondisian R atau operant conditioning (pengkondisian operan).
Pengkondisian Tipe S atau respondent conditioning (pengkondisian responden), identik dengan pengkondisian klasik. Ia disebut Pengkondisian Tipe S alasannya ialah menekankan arti penting stimulus dalam menimbulkan respon yang diinginkan. Sedangkan Pengkondisian Tipe R ialah tipe pengkondisian yang menyangkut sikap operan alasannya ialah penekananya ialah pada respon. Dan diketahui bahwa riset Skinner hampir semuanya berkaitan dengan pengkondisian Tipe R atau pengkondisian operan.
Ada dua prinsip umum dalam pengkondisian Tipe R: 1) Setiap respon yang diikuti dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang. 2) Stimulus yang menguatkan ialah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata terjadinya respon operan. Atau ibarat telah kita ketahui, dikatakan bahwa sebuah penguat ialah segala sesuatu yang meningkatkan probabilitas terjadinya kembali suatu respon. Operant conditioning (Tipe R) ditandai dengan respon tanpa adanya stimulus yang menarik. Tingkah laris (respon) dikontrol oleh efeknya atau pengaruh-pengaruhnya terhadap lingkungan. Belajar berdasarkan operant conditioning ialah proses di mana suatu respon atau operant dibuat alasannya ialah direinforce oleh perubahan tingkah laris setelah respon terjadi. Sebagai rujukan ; apabila seorang siswa sedang giat-giat berguru kemudian guru melemparkan senyum tanda besar hati dan memuji, maka senyum guru akan menimbulkan kekuatan pada diri siswa untuk berguru lebih ulet lagi.[3]
Kotak Skinner
Sebagian besar percobaan binatang Skinner awal dilakukan dalam ruang tes kecil yang kemudian populer sebagai Skinner Box. Kotak Skinner memperlihatkan citra percobaan pada binatang dimana ketika binatang menekan tuas mekanisme pemberi makan akan aktif dan secuil kuliner akan jatuh ke cangkir makanan.
Pengkondisian respon pada gambar di atas memakai langkah-langkah sebagai berikut :
1. Deprivasi, percobaan dimana apa yang menjadi penguat tidak diberikan pada binatang tersebut ibarat membiarkan binatang tanpa kuliner atau minuman. Hal ini memotivasi binatang namun bukan merupakan suatu dorongan. Menurut Skinner deprivasi ialah perangkat mekanisme yang dihubungkan dengan bagaimana suatu arganisme melaksanakan kiprah tertentu.
2. Magazine Training, Setelah melewati deprivasi penguji menyiapkan tombol eksternal secara periodik untuk menjatuhkan kuliner dimana harus tetap terjaga jarak binatang dengan daerah makanan. Setelah tombol ditekan dan kuliner jatuh secara keras akan merespon binatang untuk mendekati daerah makanan. Hal ini merupakan sinyal bahwa kuliner telah tersedia.
3. Penekanan Tuas, Pada jadinya binatang tersebut akan berusaha menekan tuas untuk mengaktifkan magazine training yang memperlihatkan sinyal binatang untuk mendekati daerah makanan. Jika respon ini diperkuat akan cenderung diulang dan meningkatkan probabilitas serta catatan kumulatif akan meningkat.
Dalam eksperimen yang dilakukan oleh skinner,penguat tidak selalu diberikan setiap kali binatang percobaan melaksanakan tindakan yang dikehendaki ,walaupun demikian sikap operan masih menjadi ibarat biasa . frekuensi proteksi penguatan atau pegaturan waktu disebu dengan “reinforcement schedules”. Penguatan yang diberikan pada waktu – waktu tertentu disebut degan partial reinforcement.[4] Sebagai contohnya orang renta tidak selama- lamanya bersama dengan orang tuanya oleh alasannya ialah itu penguatan positif tidak selalu dapat diberikan setiap kali anak melaksanakan tindakan yang dikehendari, prestasi yang dilakukan oleh anak walupun hanya satu kali akan membuat anak yang bersangkutan ulet untuk berlatih.
B. RELATIVITAS PENGUATAN
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan pengutan negative.[5] Penguatan positif sebagai stimulus, sanggup meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laris itu sedangkan penguatan negatif sanggup mengakibatkan sikap berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif ialah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), sikap (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memperlihatkan kiprah perhiasan atau memperlihatkan sikap tidak bahagia (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Skinner mendefinisikan penguatan positif sebagai stimulus yang ketika disajikan mengikuti sikap oleh pelajar, cenderung meningkatkan kemungkinan bahwa prilaku tertentu akan terulang, yaitu sikap yang menguatkan. Siswa yang menjawab dengan benar di kelas, kebanggaan guru meningkat kemungkinan bahwa siswa menanggapi pertanyaan guru, sehingga reaksi yang menyenangkan guru berfungsi sebagai penguat positif bagi siswa. Pernyataan yang tidak menyenangkan guru menyusul kegagalan siswa dalam menanggapi pertanyaan juga guru bertindak sebagai penguat positif, alasannya ialah diperkuat sikap siswa yang tetap membisu ketika ditanya oleh guru. sikap itu, ialah dianggap sebagai penguat positif oleh Skinner.
Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan factor penting dalam belajar. Ia beropini bahwa tujuan psikologi ialah meramal, dan mengontrol tingka laku. Pada teori ini guru memperlihatkan penghargaan pada anak yang mempunyai nilai tinggi berupa hadiah sehingga anak akan lebih rajin dan menghukum anak yang mempunyai nilai kurang dengan kiprah berguru yang lebih banyak. Dapat dimengerti bahwa teori ini juga termasuk teori operan conditioning yang berarti bahwa suatu prosis sikap operan yang sanggup mengakibatkan sikap tersebut sanggup diulang kmbali atau menghilang sesuai keinginan.
C. PANDANGAN SKINNER TENTANG PENDIDIKAN
Skinner, ibarat Thorndike, sangat tertarik untuk mengaplikasikan teori belajarnya ke proses pendidikan. Menurut Skinner, berguru akan berlangsung sangat efektif apabila : 1) Informasi yang akan dipelajari disajikan secara bertahap, 2) Pembelajar segera diberi umpan balik (feedback) mengenai akurasi pembelajaran mereka (setelah berguru mereka segera diberi tau apakah mereka sudah memahami informasi dengan benar atau tidak), dan 3) pembelajar bisa berguru dengan caranya sendiri. Seperti behaviorisme lainya, Skinner memulai dengan langkah yang sederhana ke yang kompleks.
Skinner menghindari adanya eksekusi sehingga akseptor didik akan memperkuat sikap yang sempurna dan mengabaikan sikap yang tidak tepat. Di dikala lingkungan berguru didesain biar siswa mendapatkan kesuksesan maximal, biasanya akseptor didik memperhatikan materi yang hendak dipelajari. Menurut skinner, problema sikap di sekolah ialah akhir dari perencanaan pendidikan yang buruk, ibarat kegagalan untuk memperlihatkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan murid, memberi terlalu banyak pelajaran yang tidak gampang difahami, memakai disiplin keras untuk mengontrol perilaku, memakai perencanaan yang kaku yang harus dipatuhi oleh semua murid, atau mengharuskan murid melaksanakan sesuatu yang tidak reasonable.
APLIKASI TEORI TERHADAP PEMBELAJARAN
Aplikasi Teori Skinner terhadap Pembelajaran
Skinner mengakui bahwa aplikasi dari teori operant ialah terbatas, tetapi ia merasa bahwa implikasi praktis. Ia mengungkapkan bahwa kontrol yang positif (menyenangkan) mengandug sikap yang menguntungkan terhadap pendidikan, dan akan lebih efektif bila digunakan.[6] Ia mengungkapkan bahwa peranan dari pendidik ialah membuat kondisi biar hanya tingkah laris yang diinginkan saja yang diberi penguatan. Menurut Skinner mengajar ialah mengatur kesatuan penguat untuk mempercepat prose belaja. Dengan demikian kiprah guru harus enjadi arsitek dalam membentuk tingkah laris siswa, melalui penguatan sehingga sanggup membentuk respon yang sempurna di kalangan para siswa.
Dengan kata lain fokus aktual dalam pengajaran ialah proteksi penguatan yang konsisten. Dan ada beberapa prinsip pengajaran yang sanggup di gunakan berdasarkan teori berguru Skinner yaitu sebagai berikut:
1. Perlu adanya tujuan yang terang dalam pengertian tingkah laris yang diperlukan dicapai oleh siswa. Tujuan diatur sedemikian rupa secara sedikit demi sedikit dari yang sederhana menuju yang kompleks.
2. Hasil berguru harus segera diberitahukan kepada siswa, jikalau salah dibetulkan dan jikalau benar diperkuat.
3. Prosedur pengajaran dilakukan melalui modifikasi atas dasar hasil penilaian dan kemajuan yang dicapainya.
4. Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostik
5. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingakn acara mandiri
6. Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman
7. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk menghindari pelanggaran biar tidak menghukum
8. Tingkah laris yang diinginkan pendidik di beri hadiah
9. Hadiah diberikan adakala (jika perlu)
10. Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laris operan
11. Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari materi secara tuntas berdasarkan waktunya masing-masing alasannya ialah rasio anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda.
Kelebihan dan kekurangan Menurut B.F. Skinner
a. Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
b. Kekurangan
Beberapa kelemahan dari teori ini berdasarkan analisa, yaitu tanpa adanya sistem eksekusi akan dimungkinkan akan sanggup membuat anak didik menjadi kurang mengerti perihal sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner ialah penggunaan eksekusi sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner eksekusi yang baik ialah anak mencicipi sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan mencicipi akhir dari kesalahan. Penggunaan eksekusi mulut maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat jelek pada siswa.
ANALISIS TEORI DENGAN KAJIAN ISLAM
Analisis Pandangan Islam Terhadap Teori Skinner
Berbagai dalil naqli mendorong kepada umat Islam untuk meciptakan lingkungan yang indah, menarik dan menyenangkan yang kesemuanya itu baik eksklusif atau tidak eksklusif berafiliasi dengan penyelenggaraan pendidikan Islam. Karena sebenarnya pendidikan Islam itu sanggup berlangsung dalam 3 kategori lingkungan, yaitu keluarga (rumah), sekolah dan masyarakat.
1. Rumah
Rumah ialah daerah pendidikan pertama kali bagi seorang anak dan merupakan daerah yang paling besar lengan berkuasa terhadap pola hidup seorang anak. Anak yang hidup di tengah keluarga yang harmonis, yang selalu melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT, sunnah-sunnah Rasulullah SAW ditegakkan dan terjaga dari kemunkaran, maka ia akan tumbuh menjadi anak yang taat dan pemberani. Oleh alasannya ialah itu, setiap orang renta muslim harus memperhatikan kondisi rumahnya.
Allah SWT berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang materi bakarnya ialah insan dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim ayat 6).
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk mendidik keluarga dan diri mereka dengan baik, sehingga menjadi keluarga dan orang-orang bertakwa, yang merupakan kepingan dari masyarakat Islam. Oleh alasannya ialah itulah orang renta harus berperan dalam pendidikan, keamanan, dan pengawasan anak mereka. Pendidikan Islam merupakan satu jaminan terhadap banyak sekali penyimpangan dan keburukan.
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk mendidik keluarga dan diri mereka dengan baik, sehingga menjadi keluarga dan orang-orang bertakwa, yang merupakan kepingan dari masyarakat Islam. Oleh alasannya ialah itulah orang renta harus berperan dalam pendidikan, keamanan, dan pengawasan anak mereka. Pendidikan Islam merupakan satu jaminan terhadap banyak sekali penyimpangan dan keburukan.
2. Sekolah
Sekolah ialah forum pendidikan yang sangat penting sehabis keluarga, alasannya ialah semakin besar kebutuhan anak, maka orang renta menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada forum sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Sekolah memperlihatkan pendidikan dan pengajaran kepada belum dewasa menganai apa yang tidak sanggup atau tidak ada kesempatan orang renta untuk memperlihatkan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga. Oleh alasannya ialah itu sudah sepantasnyalah orang renta menyerahkan kiprah dan tanggung jawabnya kepada sekolah.[7] Sekolah telah membina anak perihal keceerdasan, sikap, minat, dan lain sebagainya dengan gaya dan caranya sendiri sehingga anak mentaatinya. Lingkungan yang positif ialah terhadap pendidikan Islam yaitu lingkungan sekolah yang memperlihatkan akomodasi dan motivasi untuk berlangsungnya pendidikan agama ini. Sedangkan lingkungan sekolah yang netral dan kurang menumbuhkan jiwa anak untuk gemar beramal, justru menjadikan anak jumud, picik, berwawasan sempit. Sifat dan sikap ini menghambat pertumbuhan anak. Lingkungan sekolah yang negatif terhadap pendidikan agama yaitu lingkungan sekolah berusaha keras meniadakan kepercayaan agama di kalangan anak didik.[8] Bagi setiap muslim yang benar-benar beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, mereka berusaha untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang diberikan pendidikan agama.
Sekolah ialah forum pendidikan yang sangat penting sehabis keluarga, alasannya ialah semakin besar kebutuhan anak, maka orang renta menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada forum sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Sekolah memperlihatkan pendidikan dan pengajaran kepada belum dewasa menganai apa yang tidak sanggup atau tidak ada kesempatan orang renta untuk memperlihatkan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga. Oleh alasannya ialah itu sudah sepantasnyalah orang renta menyerahkan kiprah dan tanggung jawabnya kepada sekolah.[7] Sekolah telah membina anak perihal keceerdasan, sikap, minat, dan lain sebagainya dengan gaya dan caranya sendiri sehingga anak mentaatinya. Lingkungan yang positif ialah terhadap pendidikan Islam yaitu lingkungan sekolah yang memperlihatkan akomodasi dan motivasi untuk berlangsungnya pendidikan agama ini. Sedangkan lingkungan sekolah yang netral dan kurang menumbuhkan jiwa anak untuk gemar beramal, justru menjadikan anak jumud, picik, berwawasan sempit. Sifat dan sikap ini menghambat pertumbuhan anak. Lingkungan sekolah yang negatif terhadap pendidikan agama yaitu lingkungan sekolah berusaha keras meniadakan kepercayaan agama di kalangan anak didik.[8] Bagi setiap muslim yang benar-benar beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, mereka berusaha untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang diberikan pendidikan agama.
3. Masyarakat
Lingkungan masyarakat pun demikian, akan turut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Ia memperlihatkan cara untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang demikian seseorang terjun eksklusif ke tengah-tengah masyarakat, bergaul dengan mereka. Di sana ia akan melihat majemuk perangai baik yang jelek maupun yang berbudi baik. Dalam hal ini, Al-Ghazali (1957) mengungkapkan bahwa:
“…ia bercampur baur dengan manusia. Semua yang dilihatnya tercela di antara orang banyak itu, maka hendaklah dicari pada dirinya sendiri dan disandarkannya padanya. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu cermin mukmin yang lain.” Kedua ungkapannya di atas tersirat di dalamnya efek baik sekolah maupun masyarakat terhadap pembentukan pribadi seseorang. Anak yang bejat sekalipun selama anak itu mau mengintegrasikan dirinya ke tengah-tengah masyarakat yang lebih banyak didominasi berakhlak baik maka si anak berangsur-angsur berubah sesuai dengan lingkungan di mana ia berada. Mencermati Pengaruh Lingkungan Pergaulan terhadap Perilaku dan Pendidikan Anak dalam Pendidikan Islam
Anak merupakan anugerah, alasannya ialah dan nikmat Allah yang terbesar yang harus dipelihara, sehingga tidak tercemar dengan lingkungan. Oleh alasannya ialah itu, sebagai orang tua, maka wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya, dan menjauhkan belum dewasa dari efek jelek lingkungan dan pergaulan. Wajib mencarikan lingkungan yang anggun dan teman-teman yang istiqamah. Allah berfirman:
“…ia bercampur baur dengan manusia. Semua yang dilihatnya tercela di antara orang banyak itu, maka hendaklah dicari pada dirinya sendiri dan disandarkannya padanya. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu cermin mukmin yang lain.” Kedua ungkapannya di atas tersirat di dalamnya efek baik sekolah maupun masyarakat terhadap pembentukan pribadi seseorang. Anak yang bejat sekalipun selama anak itu mau mengintegrasikan dirinya ke tengah-tengah masyarakat yang lebih banyak didominasi berakhlak baik maka si anak berangsur-angsur berubah sesuai dengan lingkungan di mana ia berada. Mencermati Pengaruh Lingkungan Pergaulan terhadap Perilaku dan Pendidikan Anak dalam Pendidikan Islam
Anak merupakan anugerah, alasannya ialah dan nikmat Allah yang terbesar yang harus dipelihara, sehingga tidak tercemar dengan lingkungan. Oleh alasannya ialah itu, sebagai orang tua, maka wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya, dan menjauhkan belum dewasa dari efek jelek lingkungan dan pergaulan. Wajib mencarikan lingkungan yang anggun dan teman-teman yang istiqamah. Allah berfirman:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$#
Dan hendaklah ada di antara kau segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Al-Imran, ayat 104).
Dalam pandangan Islam, nampak bahwa bahwa teori behaviorisme Skinner tidak sepenuhnya sanggup diterima. Islam mengakui bahwa lingkungan atau pendidikan mempunyai efek dalam pembentukan pribadi anak. Ibn Maskawaih, Ibn Sina, dan Al Ghazali contohnya mendukung paham tersebut. Para filusuf Islam tersebut berpendapat, bahwa jikalau lingkungan atau pendidikan tidak besar lengan berkuasa pada pembentukan pribadi manusia, maka kehadiran paea Nabi menjadi sia-sia. Kenyataan memperlihatkan bahwa dengan kedatangan para Nabi, keadaan masyarakat menjadi berubah dari keadaan yang tersesat menjadi lurus; dari keadaan berbuat zalim menjadi berbuat baik; dari keadaan ndeso menjadi pandai; dari keadaan biadab menjadi beradab dan seterusnya. Nabi Muhammad SAW semisal, ia diutus ke bumi tidak lain hanya untuk menyempurnakan akhlaq mulia.[9]
Namun demikian, Islam tidak memutlakkan kiprah lingkungan atau pendidikan dan menghilangkan kiprah hidayah Allah SWT. Islam memandang bahwa lingkungan tidak sepenuhnya sanggup membentuk orang menjadi baik. Buktinya ada anak seorang Nabi yang tidak menjadi orang yang beriman, sebagaimana anak Nabi Nuh. Walaupun Nabi Nuh sebagai seorang Nabi, namun anaknya yang berjulukan Kan’an ternyata tidak mau mengikuti ajaranya. Di dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman :
y7¨RÎ) w ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& úïÏtFôgßJø9$$Î/
Sesungguhnya kau tidak akan sanggup memberi petunjuk kepada orang yang kau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau mendapatkan petunjuk. (AL Qashash ayat 56).
Atas dasar pandangan ini, maka seorang Guru yang mendidik harus memadukan antara perjuangan dan do’a, serta tidak terlalu berputus asa, jikalau anak didik ternyata menjadi pribadi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan demikian, terlihat dengan terang bahwa pemikiran pendidikan behavirisme tidak sepenuhnya sanggup diterima dalam fatwa Islam. Pemikiran pendidikan tersebut hanya berdasarkan pada pandangan filsafat insan yang dilihat hanya dalam “segi luarnya saja”, dan kurang melihat dari segi dalam diri insan itu sendiri. Dalam pandangan behaviorisme insan dianggap sebagai tong kosong, makhluq yang tidak berjiwa, atau ibarat robot yang sanggup digerakkan sepenuhnya oleh harapan sang dalang. Dan hal ini bertentangan dengan pandangan Islam yang melihat insan sebagai makhluq yang mempunyai hati nurani, fikiran, perasaan, dan kebebasan menentukan jalan hidupnya sendiri. Sedangkan kalau kita fahami, bahwa pandangan Skinner hanya mendasarkan diri perihal manusia, dan tidak dibarengi dengan pandangan perihal Tuhan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Hal ini memperlihatkan perihal kedangkalan pandangan behaviorisme Skinner.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana dikemukakan di atas, sanggup dikemukakan beberapa catatan epilog sebagai berikut. Operant conditioning diartikan sebagai keadaan atau lingkungan yang sanggup memperlihatkan imbas kepada orang yang berada di sekitarnya. kegiatan pembelajaran melalui teori operant conditioning ini intinya ialah sebuah upaya membuat lingkungan yang memungkinkan timbulnya insiatif berguru pada akseptor didik. Kondisi lingkungan ini harus diciptakan oleh guru, dan setiap respon yang diberikan akseptor didik terhadap lingkungan tersebut harus diberikan apresiasi yang pantas dan memuaskan akseptor didik. Dengan cara demikian, maka kegiatan berguru mengajar akan berjalan sebagaimana dikehendaki.
Konsep-konsep yang dikemukan oleh Skinner ternyata sanggup mengungguli teori lain yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Ia mengungkapkan teorinya secara sederhana, namun ia bisa memperlihatkan konsepnya perihal berguru secara lebih komprehensif.
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dengan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Untuk memahami tingkah laris seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan pelbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akhir dari respon tersebut.
Bagi Skinner juga, punishment bukanlah solusi untuk mengubah sikap organisme pada respon yang diinginkan. Justeru, punishment akan membesarkan masalah, serta menimbulkan problem baru. Hal ini, jauh sebelum Skinner dilahirkan dan melahirkan teorinya, al-Ghazali sudah terlebih dahulu melakukannya. Al-Ghazali juga tidak sependapat dengan diberlakukannya punishment dalam dunia pendidikan.
Menurut Skinner, penguatan terbagi dua: positif dan negatif. Penguat positif (primer atau sekunder) ialah sesuatu yang apabila ditambahkan ke situasi oleh suatu respon tertentu, akan meningkatkan probabilitas terulangnya respon tersebut. Sedangkan penguat negatif, primer atau sekunder, ialah sesuatu yang jikalau dihilangkan dari situasi tertentu, akan meningkatkan probabilitas terulangnya respon tersebut. Dan eksekusi tidak sama dengan penguat negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Hergenhahn, B.R. dan H. Olson, Matthew, Theories of Learning, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
Irwanto, Psikologi Umum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2001.
Nata, Abudin, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, Rajawali Pers, Jakarta: 2012.
Sudjana, Nana, Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Jakarta: 1991.
Uhbiyati, Nur dan Ahmadi, Abu, Ilmu Pendidikan Islam I (IPI), CV. PUSTAKA SETIA, Bandung: 1997.
Wollfolk, Anita, Educational Psychology,Terjemahan Helly Prajitno Soetcipto dan Sri Mulyantini Soecipto, Pustaka Pelajar, Jakarta: 2008.
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta: 1992.