Model Pembelajaran Kooperatif
A. Pendahuluan
Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Sama halnya dengan kebutuhan papan, sandang, dan pangan.[1] Pendidikan merupakan aktivitas yang kompleks, mencakup aneka macam komponen yang berkaitan satu dengan yang lain. Jika pendidikan ingin dilaksanakan secara terjadwal dan teratur, maka aneka macam elemen yang terlibat dalam pendidikan perlu dikenali.[2]
Pengembangan diri-pun untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan memerlukan apa yang kita sebut dengan pendidikan. Pendidikan sudah ada semenjak adanya peradaban yang diawali dengan proses kependidikan dalam lingkup yang masih terbatas.
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Ini berarti bahwa setiap insan berhak menerima dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam membuatkan diri tiap individu untuk sanggup hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat penting. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan jaman maka diharapkan satu pendidikan yang sanggup membuatkan kehidupan insan dalam dimensi daya cipta, rasa dan karsa. Dimana ketiga hal tersebut di atas akan menjadi motivasi bagi insan untuk saling berlomba dalam mencapai kemajuan sehingga keberadaan pendidikan menjadi semakin penting. Yang pada alhasil menjadikan pendidikan sebagai kunci utama kemajuan hidup insan dalam segala aspek kehidupan.
Pendidikan merupakan perjuangan insan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik dari forum formal maupun informal dalam membantu proses transformasi sehingga sanggup mencapai kualitas yang diharapkan. Agar kualitas yang diharapkan sanggup tercapai, diharapkan penentuan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang akan memilih keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi insan yang berkualitas, dengan tanpa mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Dalam proses penentuan tujuan pendidikan dibutuhkan suatu perhitungan yang matang, cermat, dan teliti semoga tidak mengakibatkan dilema di kemudian hari. Oleh lantaran itu perlu dirumuskan suatu tujuan pendidikan yang menjadikan moral sebagai basis rohaniah yang amat vital dalam setiap peradaban bangsa.
Dalam rangka unuk terwujudnya aneka macam macan tuntutan diatas, maka menjadi sangat penting mengefektifkan aneka macam hal yang terkait dengan proses pengembangan pendidikan. Sehingga gelar bangsa yang maju akan sanggup disandang oleh kita. Oleh lantaran itu, model pembelajaran perlu kita ketahui dan kita aplikasikan demi tercapainya tujuan. Salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif.
B. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Falsafah yang mendasari sistem pembelajaran kooperatif yaitu dari konsep Homo Homoni Socius. Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Kerjasama merupakan kebutuhan insan yang sangat penting demi kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya kerja sama tidak akan tercapai tujuan bersama.
Oleh lantaran itu, usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan penggalan yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh lantaran itu pemilihan aneka macam metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak sebagaimana dikutip Sri Wardhani.[3] Model pembelajaran yaitu pedoman berupa agenda atau petunjuk taktik mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi aktivitas pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang sanggup diterapkan guru yaitu model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan bila memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menuntaskan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Slavin, sebagaimana dikutif Isjoni dalam bukunya, menyampaikan bahwa pembelajaran kooperatif yaitu suatu model pembelajaran dimana siswa berguru dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kerja sama yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.[4]
Pembelajaran kooperatif merupakan miniature dari bermasyarakat dan berguru menyadari kekurangan serta kelebihan masing-masing.[5]
C. Tinjauan Filosofis
Adapun yang mendasari dari pembelajaran kooperatif yaitu konstruktifistik dan humanistik, disampaing juga yang telah disebutkan di atas, yaitu Homo Homoni socius.
Belajar berdasarkan konstruktivisme yaitu suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya sanggup dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat berguru sebagai aktivitas yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami berguru sebagai aktivitas insan membangun atau membuat pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
Konstruktivisme sesungguhnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan training pengalaman demi pengalaman. Ini mengakibatkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Filsafat konstruktivisme menawarkan landasan bagi lahirnya teori berguru konstruktivistik. Untuk memahami teori berguru ini ada baiknya dibuat pembandingan dengan teori berguru yang lain, yang memang sangat bertolak belakang. Teori berguru pembandingnya yaitu teori behavioristik. Teori ini dipilih lantaran akan memperjelas konsep konstruktivistik yang dipaparkan di sini. Belajar, berdasarkan Thorndike, seorang penganut paham behavioristik, merupakan insiden terbentuknya asosiasi-sosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Makara terjadinya berguru yaitu pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon.[6]Kaum behavioristik meyakini bahwa sikap merupakan kumpulan reflek yang diakibatkan proses conditioning.
Proses berguru bagi kaum behavioristik berlangsung tanpa mempertimbangkan potensi dan kemauan serta kesadaran peserta didik. Maka model pembelajaran bersifat teacher centered.
Adapun tujuan pembelajaran ditentukan oleh institusi dan peserta didik tinggal mengikutinya. Implikasinya: materi pelajaran ditentukan pengajar, pengajar aktif membuktikan dan peserta didik hanya pasif mendapatkan hingga saatnya evaluasi. Bisa dikatakan pengajar menjadi satu-satunya sumber belajar. Motivasi berguru hanya dirangsang dengan nilai. Akibatnya tujuan berguru berbelok hanya sekedar sederetan angka. Tak jarang peserta didik dijadikan kebanggaan institusi dengan nilai-nilai yang tinggi, baik lewat ujian nasional maupun lomba-lomba. Akibatnya segala potensi, kemauan dan waktu peserta didik terserap hanya demi nilai. [7]
Sementara dalam teori berguru humanistme proses berguru harus berhulu dan bermuara pada insan itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teri ini lebih banyak berbicara wacana pendidikan dan proses berguru dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada inspirasi berguru dalam bentuknya yang paling ideal dari pada berguru menyerupai apa adanya, menyerupai apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
Menurut teori humanisme, tujuan berguru yaitu untuk memanusiakan manusia. Proses berguru dianggap berhasil bila si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha semoga lambat laun ia pun bisa mencapai aktualisai diri dengan sebaik-baiknya. Teori berguru ini berusaha memahami sikap berguru dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik yaitu membantu si siswa untuk membuatkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenali diri mereka sendiri sebagai insan yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang dad dalam diri mereka.
Dalam pelaksanaannya, teori humanisme ini antara lain tampak juga dalam pendekatan berguru yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya wacana berguru bermakna atau “Meaningful Lerning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, menyampaikan bahwa berguru merupakan asimilasi bermakna.materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam insiden belajar, alasannya yaitu tanpa motivasi dan impian dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan gres kedalam struktur kognitif yang telah dimilikinya teori humanisme beropini bahwa teori berguru apapun sanggup dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memenusiakan insan yaitu mencapai aktualisai diari, pemahama diri, serta realisasi diri orang yang berguru secara optimal.
Pemahaman terhadap berguru yang diidealkan menjadi teori humanisme sanggup memanfaatkan teori berguru apapun asal tujuannya memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori humanisntic bersifat sangan eklektik. Tidak sanggup disangkal lagi bahwa setiap pendiriian atau pendekatan berguru tertentu akan ada kebaikan dan ada pula klemahannya. Dalam arti ini elektisisme suatu system dengan membiarkan unsure-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanisme akan memanfaatkan teori-teori apapunasal tujuanya tercapai yaitu memanusiakan manusia.
D. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran kooperatif, yaitu : hasil berguru akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial.
1. Hasil Belajar Akademik
Pembelajaran kooperatif merupakan metode alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran antara lain, meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain, dan pada dikala yang sama sanggup meningkatkan prestasi akademik.
Ada beberapa dugaan tantang faktor yang mengakibatkan lebih tingginya prestasi akdemik dalam metode pembelajaran kooperatif bila dibandingkan dengan metode lainnya. Dari perspektif perkembangan metode pembelajaran kooperatif, dampak pembelajaran kooperatif pada prestasi siswa sebagian besar disebabkan oleh penggunaan kiprah terstruktur.
Dalam pandangan ini kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi, berdebat, mengemukakan pendapat dan mendengarkan pendapat orang lain merupakan unsur penting dari pembelajaran kooperatif yang mengakibatkan meningkatnya prestasi akademik. Dalam aktivitas tersebut siswa lebih banyak dirangsang dengan membaca, mendengar, dan berdiskusi. Informasi yang diulang-ulang dengan tunjangan sahabat dengan bahasa yang gampang dipahami sanggup mengakibatkan siswa banyak terlibat dalam penerimaan informasi.
2. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Metode pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dalam kondisi untuk saling bekerja, saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif dan berguru untuk menghargai satu sama lain.
Maka, untuk sanggup merealisasikan hal tersebut dalam metode Cooperative Learning dibuat kelompok kooperatif yang heterogen, yang berfungsi untuk penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidak mampuan.
3. Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan utama pembelajaran kooperatif yaitu untuk mengajarkan siswa terampilan bekerja sama dan berkolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki dalam masyarakat, lantaran sebagai insan kita membutuhkan orang lain dan perlu bekerja sama dengan orang lain.[8]
E. Unsur- Unsur Pembelajaran Kooperatif
pembelajaran kooperatif mempunyai unsur-unsur yang saling terkait, yakni:
1. Saling ketergantungan positif (positive interdependence).
Ketergantungan positif ini bukan berarti siswa bergantung secara menyeluruh kepada siswa lain. Jika siswa mengandalkan sahabat lain tanpa dirinya memberi ataupun menjadi daerah bergantung bagi sesamanya, hal itu tidak bisa dinamakan ketergantungan positif. Guru harus membuat suasana yang mendorong semoga siswa merasa saling membutuhkan. Perasaan saling membutuhkan inilah yang dinamakan positif interdependence. Saling ketergantungan tersebut sanggup dicapai melalui ketergantungan tujuan, tugas, materi atau sumber belajar, kiprah dan hadiah.[9]
2. Tatap muka ( face to face interaction )
Interaksi kooperatif menuntut semua anggota dalam kelompok berguru sanggup saling tatap muka sehingga mereka sanggup berdialog tidak hanya dengan guru tapi juga bersama dengan teman. Interaksi semacam itu memungkinkan belum dewasa menjadi sumber berguru bagi sesamanya. Hal ini diharapkan lantaran siswa sering merasa lebih gampang berguru dari sesamanya dari pada dari guru.
3. Ketrampilan Sosial (Social Skill)
Unsur ini menghendaki siswa untuk dibekali aneka macam ketrampilan sosial yakni kepemimpinan (leadership), membuat keputusan (decision making), membangun kepercayaan (trust building), kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan administrasi konflik (management conflict skill). Ketrampilan sosial lain menyerupai tenggang rasa, sikap sopan kepada teman, mengkritik ide, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi yang lain, mandiri, dan aneka macam sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin kekerabatan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.[10]
4. Proses Kelompok (Group Processing)
Proses ini terjadi ketika tiap anggota kelompok mengevaluasi sejauh mana mereka berinteraksi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok perlu membahas sikap anggota yang kooperatif dan tidak kooperatif serta membuat keputusan sikap mana yang harus diubah atau dipertahankan.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran akan mendorong terciptanya masyarakat berguru (learning community). Konsep learning community menyarankan semoga hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain berupa sharing individu, antar kelompok dan antar yang tahu dan belum tahu. Jerome Brunner mengenalkan sisi sosial dari belajar, sebagaimana dikutip oleh Melvin, ia mendeskripsikan “suatu kebutuhan insan yang dalam untuk merespon dan secara bahu-membahu dengan mereka terlibat dalam mencapai tujuan”, ia sebut resiprositas.[11] Masyarakat berguru mempunyai dorongan emosional dan intelektual yang memungkinkan peserta didik melampaui tingkat pengetahuan dan ketrampilan mereka sekarang.
F. Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif
Sementara model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak ragam tipe dalam pengaplikasiannya dilapangan, sebagaimana disebutkan oleh Suyatno dalam bukunya “ menjelajah seratus pembelajaran inovatif”.[12] Namun dari sekian bayak tipe tersebut, ada yang sering digunakan dan tentunya paling efektif.
Berikut ini daftar beberapa model pembelajaran kooperatif, yaitu :
1. STAD (Student Teams Achievement Division)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya.
2. Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diubahsuaikan oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).[13]Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini yaitu untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga berguru anggota kelompoknya yang lain.
Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, lantaran selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini yaitu anggota dari dua kelompok, yaitu 1. kelompok asal (home group) dan 2. kelompok hebat (expert group).
Kelompok asal dibuat dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi kiprah untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh kiprah masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli.
Kelompok hebat yaitu kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai kiprah mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.
3. LT (Learnig Together)
Orang yang pertama kali membuatkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini yaitu David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibuat oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan kebanggaan dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi menyerupai Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi wacana bagaimana sebaiknya mereka berhubungan dalam kelompok.
G. Keunggulan Dan Kelemahan Model CL
Setiap model pembelajaran tentunya tidak akan terlepas dari kelebihan ataupun kekurangan, lantaran kita tahu bahwa di dunia ini memang tidak ada yang tepat sehingga satu sama yang lain harus saling melengkapi.
Berikut akan dijelaskan mengenai keunggulan dari model pembelajara kooperatif secara singkat : siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi sanggup menambah kepercayaan kemapuan berfikir sendiri; sanggup membuatkan kemempuan mengungkapkan idea tau gagasan; dan sanggup membantu anak untuk sanggup merespon orang lain.
Adapun kelemahannya yaitu : dengan leluasanya pembalajaran, maka apabila keleluasaan itu tidak optimal, tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai; dan penilaian kelompok sanggup membutakan penilaian individu, apabila guru tidak jeli.[14]
H. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat beberapa langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu :
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru memberikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
2. Menyajikan informasi.
Guru menyajikan warta kepada siswa.
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
4. Membimbing kelompok belajar.
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok kelompok belajar.
5. Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil berguru wacana materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
6. Memberikan penghargaan.
Kesimpulan
Dari hasil pemaparan diatas, maka sanggup disimpulkan bahwa model pembelajaran menjadi sangat penting dalam proses berguru mengajar demi tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Model pembelajaran adalah pembungkus proses pembelajaran.
untuk sanggup melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut sanggup memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam membuatkan aneka macam model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru dikala ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, salah satunya yaitu pembelajaran kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard I. Learning To Teach .Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar 2008.
Fatah Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan Bandung, PT.Remaja Rosdakarya,2004.
Ilmawati Zulia dkk. Wajah Buruk Pendidikan Indonesia. Majalah al-wa’ie No.59 Tahun V, 1-3 Juli 2005.
Isjoni. Cooperative Learning Evektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta, 2010.
Ismail, Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP 2003.
Nurhadi. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo, 2004.
Sanjaya Wina. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta : kencana prenada media group, 2008.
Silberman L. Melvin. Active Learning: 101 cara berguru siswa aktif. Bandung: Nusa media, 2004.
Suyatno. Menjelajah Seratus Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009.
Wardhani Sri. Contoh Silabus dan RPP Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika 2006.