Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam
Bayi tabung (tets tube baby) yang kita kenal yaitu bayi yang didapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan sumbangan ilmu kedokteran. (Hasan, 1998, 70)
Inseminasi buatan ialah pembuahan pada binatang atau insan tanpa melalui senggama (sexual intercourse Dalam dunia kedokteran, bayi tabung diartikan sebagai ” bayi yang dalam kejadiannya, proses pembuahannya terjadi di luar badan wanita”. (Djamil, 1995, 103)
Bayi tabung yaitu suatu istilah teknis. Istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di dalam tabung, melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur yang mengalami kesulitan di bidang” pembuahan “ sel telur perempuan oleh sel sperma pria. Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur perempuan dengan alat yang disebut "laparoscop" ( temuan dr. Patrick C. Steptoe dari Inggris ). Sel telur itu kemudian diletakkan dalam suatu mangkuk kecil dari beling dan dipertemukan dengan sperma dari suami perempuan tadi. Setelah terjadi pembuahan di dalam mangkuk beling itu tersebut, kemudian hasil pembuahan itu dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa kehamilan dan melahirkan anak ibarat biasa.
Istilah bayi tabung berasal dari bahasa asing In Vitro Fertilization (Pembuahan yang dilakukan di dalam tabung). Bayi Tabung bukanlah bayi yang dibesarkan di dalam tabung ibarat arti harfiahnya namun proses pertemuan antara sperma dan sel telur dilakukan diluar badan dan dilakukan pada semacam wadah berupa cawan atau tabung. Pada istilah kedokteran mungkin lebih dikenal dengan nama In Vitri Fertilization and Embryo Transfer (IVF-ET).
Bayi tabung sanggup didefinisikan dengan klarifikasi sebagai berikut: pada kondisi yang pertama, yaitu tertutupnya uterus yang merupakan daerah bercampurnya sperma dengan sel telur. Prosesnya dengan mengeluarkan sel telur dari perempuan, kemudian disuntikkan kepada sperma laki-laki yang telah diambil dan dicampurkan di dalam tabung di luar tubuh. Setelah menjadi zigot janin yang berkembang tersebut dipindahkan untuk disimpan kembali pada rahim si perempuan tadi.
Pada kondisi kedua, yaitu cacat atau gangguan yang melebar pada rahim, prosesnya dengan mengeluarkan sel telur perempuan yang kemudian dikawinkan dengan sperma laki-laki pada sebuah tabung di luar tubuh, kemudian sesudah menjadi zigot, janin yang berkembang tersebut dipindahkan dan dititipkan pada rahim perempuan lain (rahim pinjaman). Karena proses pemindahan tersebut melalui tabung di luar badan manusia, maka janin tersebut disebut dengan istilah bayi tabung. (Mutaqin, 2009, 114)
B. Tekhnik Inseminasi Buatan
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran antara lain, pertama: Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemuudian diproses di Vitro (tabung) dan sesudah terjadi pembuahan, kemudian ditransfer ke rahim istri. Kedua, Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri dan sesudah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam kanal telur (tuba palupi). Teknik kedua ini terlihat lebih alamiah, alasannya sperma hanya sanggup membuahi ovum di tuba palupi sesudah terjadi ejakulasi melalui relasi seksual. (Utomo, 2003, 88)
C. Tekhnik Bayi Tabung
PERTANYAAN:
Apa saja tekhnik tekhnik yang digunakan dalam bayi tabung?
JAWAB:
1. Tekhnik bayi tabung sperma kosong
Pada masalah cairan air mani tanpa sperma (azoospermia), mungkin akhir penyumbatan atau gangguan kanal sperma, sekarang sanggup dilakukan pengambilan sperma dengan teknik operasi pribadi pada kanal air mani atau testis. Tekniknya ada dua, MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan TESE (Testicular Sperm Extraction). Pada MESA, sperma diambil dari daerah sperma dimatangkan dan disimpan (epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma pribadi diambil dari testis yang merupakan pabrik sperma.
2. Tekhnik Bayi Tabung Bedah Laparoskopik
Operasi bedah laparoskopik merupakan teknik bedah yang dilakukan dengan cara membuat lubang kecil di dinding perut dan mengangkat kandung empedu dengan instrument khusus memakai sistem endokamera melalui layar monitor.
Operasi ini digunakan dalam mekanisme bayi tabung untuk memasukkan sel telur yang sudah dibuahi oleh sel sperma dan menjelma zigot ke dalam tuba fallopi si pasien perempuan untuk kemudian supaya sanggup tumbuh secara alamiah menjadi bayi.
D. Prosentase Keberhasilan Bayi Tabung
Pertanyaan:
Berapa prosentase keberhasilan bayi tabung?
Jawab:
Tingkat keberhasilan bayi tabung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ketika kali pertama dia menangani bayi tabung pada 80-an, tingkat keberhasilannya berkisar 30–40 persen. Namun, semakin pesat perkembangan zaman, tingkat keberhasilan pun meningkat. Kini, kisarannya 70–80 persen. ”Apalagi kalau aktivitas bayi tabung dilakukan lebih dari dua kali.
Tingkat keberhasilannya juga hingga 80 persen,”.
Namun, dia tidak memungkiri bahwa tingkat keberhasilan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap pasangan. Apalagi, penyebab faktor infertilitas sanggup bermacam-macam.
Sebagai dokter seorang andal andrologi, menemukan fakta bahwa permasalahan infertilitas lebih banyak bersumber pada laki-laki.
”Kebanyakan memang pihak sang suami yang mengalami masalah dengan kesuburan,”
Dari sekian banyak kasus, yang sering ditemui yaitu laki-laki dengan kondisi sperma kurang baik. Kurang baik itu sanggup dari segi kualitas, mobilitas kurang aktif, atau tidak berbentuk sempurna, yakni berbentuk oval dengan ekor. Penyebab kualitas sperma yang jelek sanggup bermacam-macam. Di antaranya infeksi atau kelainan genetika. Namun, kondisi tersebut bukan berarti vonis mati.
Dia menuturkan, banyak kelahiran bayi tabung berhasil meski kualitas spermanya buruk. teladan pasangan yang sanggup pribadi hamil sesudah sekali menjalani aktivitas bayi tabung.
Meski demikian, banyak juga pasangan yang tidak menyerah. Sudah tiga kali mengalami kegagalan aktivitas bayi tabung. Faktor usia, juga besar lengan berkuasa pada keberhasilan aktivitas bayi tabung.
E. Keunggulan Dan Kelemahan Bayi Tabung
Pertanyaan:
Apa keunggulan & kelemahan bayi tabung?
Jawab:.
Program bayi tabung sebagai salah satu teknik rekayasa reproduksi mempunyai sejumlah keunggulan dan kelemahan.
· Keunggulan aktivitas bayi tabung yaitu sanggup memperlihatkan peluang kehamilan bagi pasutri yang sebelumnya menjalani pengobatan infertilitas biasa, namun tidak pernah membuahkan hasil. Sedangkan kelemahan dari aktivitas ini yaitu tingkat keberhasilannya yang belum mencapai 100 persen. Di Indonesia misalnya, tingkat keberhasilan tertinggi aktivitas bayi tabung.
· Kelemahan adalah, rentang waktu untuk mengikuti aktivitas ini cukup usang dan memerlukan biaya yang mahal, berkisar antara 35 juta rupiah – 40 juta rupiah.
F. Faktor Penyebab Dilakukannya Bayi Tabung
Pertanyaan:
Faktor faktor apa saja penyebab dilakukannya bayi tabung?
Jawab:
Ada dua faktor penyebab, antara lain:
Faktor penyebab dari perempuan:
1. Berpuncak dari masalah kegagalan untuk telur menetas ataupun kegagalan 'ovulation'. Maknanya telur perempuan tidak sanggup dikeluarkan daripada kilang ovari pada waktu tertentu. Wanita yang tidak sanggup mengeluarkan telur atau gagal untuk ovulasi mungkin disebabkan oleh beberapa faktor. Antaranya masalah kegemukan yang dikaitkan dengan gangguan hormon wanita. Wanita ini biasanya akan mempunyai ovari yang nanah disebabkan telur-telur ini terperangkap dalam kilang ovari. Kegagalan penetasan telur mungkin disebabkan gangguan hormon yang mungkin disebabkan kandungan hormon susu ataupun prolactin yang tinggi sekali.
2. (a.)Kondisi rahim. Adanya infeksi, bakteri, jamur, parasit, tumor, kista, polip, dsb. (b.) Faktor kanal telur tersumbat. (c.) Faktor kantung telur,al: kegagalan ovulasi dan pelepasan hormon.Faktor penyebab dari laki laki: ketaknormalan spermab, gangguan fungsi dan produksi antara lain kelainan pada testis/buah zakar, penurunan
kadar hormon,kelainan gen, infeksi, gangguan aliran/perjalanan sperma. (hasil wawancara dengan PROF. DR SAMSUL HADI spesialis bayi tabung di RS. Dr. Soetomo Surabaya)
G. Jenis Jenis Bayi Tabung
Bayi tabungdilihat dari asal sperma yang digunakan sanggup dibagi dua yaitu:
1. bayi tabung dengan sperma sendiri atau AIH (Artificial Insemination Husband).
2. bayi tabung dengan bukan sperma suami atau lazim disebut donor, disingkat AID (Artificial Insemination Donor). (Hasan, 1998, 75)
H. Ketentuan Hukum Bayi Tabung
Inseminasi permanian (pembuahan) buatan telah usang dikenal bahkan dipraktekkan orang. Para sahabat Nabi pun pernah melakukannya pada tumbuh-tumbuhan. Setelah nabi Muhammad hijrah/ migrasi ke madinah, ia melihat penduduk melaksanakan pembuahan buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan supaya tidak usah melakukannya. Kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak dan sesudah itu dilaporkan kepada Nabi, maka ia berpesan sebagai berikut:
أَبِرُّوْا أَنْتُمْأَعْلَمُبِأُمُوْرِدُنْيَاكُمْ
“Lakukanlah pembuahan buatan! Kalian lebih mengetahui perihal urusan dunia kalian”
Jika dalam tumbuh-tumbuhan diperbolehkan sebagaimana tragedi diatas, maka berdasarkan analogi itu inseminasi buatan terhadap binatang pun diperbolehkan, lantaran kedua-duanya sama-sama diciptakan untuk kepentingan manusia. Keberhasilan pada kedua makhluk Allah itu berkembang kepada inseminasi buatan terhadap manusia. (Hasan, 1998, 72)
Untuk inseminasi buatan pada insan dengan sperma suami sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim (bayi tabung), maka hal ini dibolehkan asal keadaan suami dan istri tersebut benar-benar membutuhkan untuk memperoleh keturunan. Hal ini telah disepakati oleh para ulama. (Hasan, 1998, 75)
Di antaranya, berdasarkan Mahmud Syaltut bahwa bila penghamilan itu memakai air mani si suami untuk istrinya maka yang demikian itu masih dibenarkan oleh aturan dan syariat yang diikuti oleh masyarakat yang beradab. Lebih lanjut dia katakan ....“dan tidak mengakibatkan dosa dan noda”. Disamping itu tindak lanjut yang demikian sanggup dijadikan sebagai suatu cara untuk memperoleh anak yang sah berdasarkan syari’at yang terang ibu bapaknya.
Alasan lain dibolehkan inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri, lantaran bekerjasama ada kelainan perangkat dalam diri si istri maupun suami atau lantaran si suami kehabisan spermanya yang telah disumbangkan kepada bank sperma saat ia masih subur. Terlepas dari itu semua, asal inseminasi itu dilakukan dengan sperma suami yang sah, hal itu diperbolehkan, sehingga anak yang lahir anak yang sah dan terang iu bapaknya.
1. Ketentuan Dibolehkannya Bayi Tabung
Jadi pada prinsipnya dibolehkan bayi tabung itu bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadi perceraian) sesuai dengan kaidah Ushul Fiqh:
الْحَاجَةُ تَنْزِلُمَنْزِلَةَالضَّرُوْرَةِ
“Hajat itu keperluan yang sangat penting diberlakukan ibarat keadaan darurat”.
Demikian pula pendapat Yusuf el Qardhawi: “Apabila pencangkokan yang dilakukan itu bukan air mani suami, maka tidak diragukan lagi yaitu suatu kejahatan yang sangat jelek sekali dan suuatu perbuatan munkar yang lebih hebat daripada pengangkatan anak.”
Inseminasi buatan dengan memakai sperma donor para ulama mengharamkannya, ibarat pendapat Yusuf el Qardhawi katanya....”Islam juga mengharamkan apa yang disebut pencangkokan itu bukan dari sperma suami...”
Pada inseminasi buatan dengan memakai sperma suami sendiri tidak mengakibatkan masalah pada semua aspeknya, bahkan ulama memujinya sebagai suatu cara untuk membantu pasangan mandul untuk memperoleh keturunan yang sah. Tidak demikian halnya pada inseminasi buatan yang memakai sperma donor, maka hal itu telah banyak mengakibatkan masalah di antaranya masalah nasab. (Hasan, 1998, 77)
Kelompok pertama dari akseptor muktamar Muhammadiyah XXI di Klaten berpendapat, bahwa bayi tabung berdasarkan proses dengan sperma dan ovum dari suami-istri yang sah hukumnya mubah, dengan syarat sebagai berikut: (Djamil, 1995, 104)
· Teknis pengambilan sperema dengan cara yang tidak bertentangan dengan prinsip pedoman islam.
· Penempatan Zigote Sebaiknya Dilakukan Oleh Dokter Wanita.
· Resipien yaitu Istri Sendiri.
Kelompok ini merujuk kepada beberapa ayat Al Qur’an sebagai berikut:
وَاللَّهُ جَعَلَلَكُمْمِنْأَنْفُسِكُمْأَزْوَاجًاوَجَعَلَلَكُمْمِنْأَزْوَاجِكُمْبَنِينَوَحَفَدَةً
Artinya: “Allah menjadikan bagi kau isteri-isteri dari jenis kau sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kau itu, belum dewasa dan cucu-cucu". (An-Nahl : 72)
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra’du: 11)
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) insan kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak. (Ali Imran : 14)
Artinya: Dan Dia (pula) yang membuat insan dari air kemudian Dia jadikan insan itu (punya) keturunan dan mushaharah[1070] dan yaitu Tuhanmu Maha Kuasa. (al-Furqan : 54)
Artinya: isteri-isterimu yaitu (seperti) tanah daerah kau bercocok tanam, Maka datangilah tanah daerah bercocok-tanammu itu bagaimana saja kau kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu. (Al-Baqarah: 223)
Artinya: Maha suci Tuhan yang telah membuat pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Yasin: 36)
Artinya: Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kau (al-Baqarah: 29)
Artinya: dan di antara gejala kekuasaan-Nya ialah Dia membuat untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kau cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat gejala bagi kaum yang berfikir. (Al-Rum : 21)
Kelihatannya kelompok pertama ini tidak menjelaskan secara eksplisit cara pengambilan dalil dari ayat-ayat diatas. Namun demikian, penggunaan ayat-ayat di atas sanggup ditelusuri dengan memperhatikan ayat demi ayat dan menghubungkannya dengan masalah bayi tabung. Dalam beberapa hal sanggup dibandingkan dengan pendapat beberapa andal tafsir. Dengan memperhatikan ayat 72 surat Al Nahl sanggup dipahami, bahwa insan secara naluriah menghendaki keturunan atau anak cucu. Bahkan insan akan merasa gembira dengan keturunan yang diperbolehnya. Hal ini diisyaratkan oleh ayat 14 surat Ali Imron dan ayat 54 surat al Furqan. Sebaliknya, apabila pasangan suami istri tidak sanggup memperoleh keturunan, maka pasangan itu akan gundah dan gelisah. Padahal perkawinan, ibarat diisyaratkan oleh ayat 21 surat Al Rum diatas, dibutuhkan sanggup menjadi daerah untuk memperoleh ketentraman dan mencurahkan kasih sayang. Karena itu, perjuangan pasangan suami istri yang tidak atau belum dikaruniai anak perlu digiatkan, hingga keturunan itu sanggup diperolehnya. Usaha tersebut merupakan manifestasi dari perilaku insan yang ulet berusaha, ibarat yang diisyaratkan oleh ayat 11 surat Al Ra’du diatas. Usaha untuk memperoleh anak dengan cara yang di luar kebiasaan itu dibenarkan., sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip pedoman islam. Ayat 223 surat Al Baqarah mengisyaratkan hal tersebut. Bahkan ayat 36 surat Yasin memperlihatkan kemungkinan sesuatu itu sanggup terjadi dengan cara yang belum diketehui oleh manusia.
Menurut kelompok ini, beberapa ayat di atas memberi isyarat bahwa insan yang berdasarkan nalurinya bahagia mempunyai keturunan, dianjurkan untuk berusaha untuk mewujudkan nalurinya itu. Bahkan kalau dengan cara biasa tidak memperoleh keturunan, maka ia harus melaksanakan perjuangan lain hingga berhasil, namun tetap memperhatikan norma-norma pedoman islam. Ungkapan yang terakhir disebut memperlihatkan bahwa bagi kelompok ini bayi tabung sanggup dibenarkan selama tidak bertentangan dengan prinsip pedoman islam. (Djamil, 1995, 107 )
kelompok pertama ini juga menjadikan beberapa hadits berikut ini sebagai dalil:
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah R.A ia berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, sebenarnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah kau sia-siakan. Dan Allah telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kau langgar, dan ia juga telah memutuskan batas-batas, maka janganlah kau lampaui. Allah juga telah mendiamkan (tidak melarang) beberapa hal sebagai rahmat bagi kau sekalian”.
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: sebenarnya sebaik-baiknya yang kau makan ialah dari hasil pekerjaanmu. Dan sebenarnya belum dewasa kau juga merupakan hasil dari pekerjaanmu”. (H.R. al Tirmidzi).
Artinya: “Diriwayatkan dari Ruwaifa’ ibn Sabit al Anshari, ia berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda: tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari darul abadi untuk menyiramkan airnya kepada tumbuhan orang lain”. (H.R. Abu Daud).
Karenanya, mengusahakannya melalui proses bayi tabung termasuk hal yang dianjurkan. Namun demikian, Jika bayi tabung itu dilakukan dengan proses sperma atau ovum donor, maka masalahnya tidak termasuk kasus yang maskut ‘anhu lagi, lantaran tindakan itu telah dihentikan oleh Nabi, ibarat yang termaktub dalam hadits ketiga di atas.
Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah diatas juga memperlihatkan instruksi terhadap kerangka berpikir para andal fiqih dalam rangka menggariskan kaidah, bahwa segala sesuatu yang termasuk al-umur al-dunyawiyyat pada dasrnya boleh dilakukan, selama tidak ada dalil yang melarangnya. Berdasarkan kerangka berpikir inilah kelompok pertama akseptor muktamar tarjih Muhammadiyah XXI ini menetapkan, bahwa intinya bayi tabung itu tidak dilarang, salama cara dan teknis pelaksanaannya tidak bertentangan dengan ketentuan poko dalam pedoman islam. (Djamil, 1995, 109)
Untuk menguatkan pendapatnya, kelompok pertama ini juga mengemukakan beberapa kaidah fiqhiyyah yang ada hubungannnya dengan masalah bayi tabung. Tentu kaidah dimaksud merupakan rangkuman atau rumus yang diambil dari beberapa ayat Al Qur’an dan Hadits yang telah disebutkan terdahulu. Di antara kaidah fiqhiyyah yang dikemukakan oleh kelompok pertama ini yaitu sebagai berikut:
اْلأَصْلُ فِىاْلأَشْيَاءِاْلإِبَاحَةُ
Artinya: “Hukum asal dari segala sesuatu yaitu mubah”
الْحَلاَلُ مَااَحَلَّاللهُفِىكِتَابِهِوَالْحَرَامُمَاحَرَّمَاللهُفِىكِتَابِهِوَمَاسَكَتَعَنْهُفَهُوَمِمَّاعُفِىعَنْهُ
Artinya: “Sesuatu yang halal yaitu apa yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya, dan sesuatu yang haram yaitu apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya, sedangkan sesuatu yang didiamkan oleh Allah maka termasuk sesuatu yang dimaafkan”.
الْمَشَقَّةُ تَجْلِبُالْتَيْسِيْرَ
Artinya: ”Kesulitan itu sanggup menarik kepada kemudahan”.
اْلأَصْلُ فِىاْلأِبْضَاعِالْتَحْرِيْمُاِلاَّمَادَلَّالدَّلِيْلُعَلَىخِلاَفِهِ
Artinya: “Hukum asal dari senggama yaitu haram, kecuali kalau ada dalil yang menentangnya (membolehkannya)”.
Kaidah yang terakhir, Sepintas kemudian bertentangfan dengan kerangka kelompok pertama ini. Namun, Apabila diperhatikan dengan seksama, kelompok ini memakai kaidah yang terakhir untuk memperkuat pernyataannya, bahwa selama sperma dan ovumnya dari suami istri yang sah, maka bayi tabung sanggup dibenarkan. Tanpa ada forum kesepakatan nikah yang sah, relasi suami istri tidak dibenarkan. Itulah yang dimaksud oleh kaidah yang terakhir disebut. Sementara itu kelompok kedua dari akseptor muktamar tarjih Muhammadiyah XXI berpendapat, bahwa bayi tabung ternyata tidak ada petunjuk dari para Rasul.
Sikap Muhammadiyah untuk sanggup mendapatkan pendapat kelompok pertama sanggup dikuatkan oleh adanya prinsip mashlahat yang merupakan tujuan utama disyari’atkan aturan dalam islam,
الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ“
Hajat itu keperluan yang sangat penting diberlakukan ibarat keadaan darurat
yang juga diterima oleh Muhammadiyah sebagai dasar untuk menganalisis beberapa dilema kontemporer, yang secara eksplisit tidak terdapat dalam nash Al Qur’an dan Hadits. Salah satu unsur Maqoshidussyariah, yang menempati peringkat maslahat aldaruriyyat, dalam masalah bayi tabung ini yaitu memelihara keturunan (hifzhu al nasl). Tujuan utama disyari’atkan perkawinan dalam islam yaitu untuk mendapatkan keturunan. Pasangan suami istri dianjurkan supaya berusaha untuk mendapatkan keturunan itu. Dengan demikian, perjuangan pasangan suami istri untuk memperoleh keturunan itu, bukan saja mubah hukumnya, melainkan juga dianjurkan. (Djamil, 1995, 111)
2. Hukum diharamkannya bayi tabung
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda saat turun ayat li’an :
“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan menerima apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (Pada hari simpulan zaman nanti). (HR. Ad Darimi).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia menyampaikan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan menerima laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah).
Ketiga bentuk proses di atas ibarat dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan vagina. yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada insan dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal.
Namun Mudharat Dan Mafsadahnya Jauh Lebih Besar,
Antara Lain Berupa:
1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, lantaran nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau aturan alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, lantaran terjadi percampuran sperma laki-laki dengan ovum perempuan tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi sanggup menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin relasi keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum berdasarkan aturan Islam yaitu tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau relasi perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan suara pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah yaitu anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akhir perkawinan yang sah” maka sepertinya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu sanggup dipandang sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup lebih banyak didominasi dalam pengakuan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) perihal larangan perkawinan antara dua orang lantaran agama melarangnya, dll. Lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, lantaran tidak sesuai dengan konstitusi dan aturan yang berlaku.
Bayi tabung lebih tegas lagi dinyatakan oleh Mahmud Syaltut bahwa”...setelah ditinjau dari beberapa segi penghamilan buatan yaitu pelanggaran yang tercela dan dosa yang besar. Perbuatan itu setaraf dengan zina, dan akhirnya pun samapula, yaitu memasukkan mani orang asing ke dalam rahim perempuan yang antara kedua orang tersebut tidak ada relasi nikah secara syara’, yang dilindungi aturan syara’. (Hasan, 1998, 77).
Dalam masalah diharamkannya bayi tabung yang disetarakan dengan zina sanggup dikategorikan dalam Dilalah DalalatunNash yang mana didalam kaidah dilalah dalalatun nash yang menunjakkan suatu aturan atas suatu kejadian, maka hukumnya ditetapkan berdasarkan tragedi tersebut. Kemudian ditemukan tragedi lain yang sama dalam penetapan hukumnya atau lebih utama dari tragedi itu.
Dengan demikian, mengenai aturan inseminasi buatan dan bayi tabung pada insan harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami istri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanm di dalam rahim istri, maka hal ini diperbolehkan, asal keadaan suami istri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami istri tersebut memperoleh keturunan. Sebaiknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan sumbangan donor sperma atau ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akhir hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya bekerjasama dengan ibu yang melahirkan. (Utomo, 2003, 189)
KESIMPULAN
Bayi tabung sanggup didefinisikan dengan klarifikasi sebagai berikut: pada kondisi yang pertama, yaitu tertutupnya uterus yang merupakan daerah bercampurnya sperma dengan sel telur. Prosesnya dengan mengeluarkan sel telur dari perempuan, kemudian disuntikkan kepada sperma laki-laki yang telah diambil dan dicampurkan di dalam tabung di luar tubuh. Setelah menjadi zigot janin yang berkembang tersebut dipindahkan untuk disimpan kembali pada rahim si perempuan tadi.
Pada kondisi kedua, yaitu cacat atau gangguan yang melebar pada rahim, prosesnya dengan mengeluarkan sel telur perempuan yang kemudian dikawinkan dengan sperma laki-laki pada sebuah tabung di luar tubuh, kemudian sesudah menjadi zigot, janin yang berkembang tersebut dipindahkan dan dititipkan pada rahim perempuan lain (rahim pinjaman). Karena proses pemindahan tersebut melalui tabung di luar badan manusia, maka janin tersebut disebut dengan istilah bayi tabung.
Bayi tabung secara eksplisit tidak terdapat di dalam Al Qur’an dan Hadits, sehingga dalam mengantisipasi masalah tersebut, syari’ah islam memperlihatkan kriteria, baik kehalalan atau keharamannya sebagai berikut:
Pelaksanaan bayi tabung tetap dibolehkan islam sepanjang prosesnya sanggup dipertanggungjawabkan. Meskipun sperma dan ovum yang diambi berasal dari suami istri yang sah, kemudian ditransfer ke dsalam rahim istrinya (bukan yang disebut itu titipan dan sebagainya).
Pelaksanaan bayi tabung tidak sekedar eksperimen, tetapi benar-benar telah dikaji secara jitu dan dimungkinkan sebagai upaya terakhir untuk melahirkan keturunan yang sah dari suami istri yang sah pula.
Jika sperma dan ovum yang ditabung bukan dari suami istri yang sah maka hal itu yaitu haram berdasarkan aturan islam. Sementara belum dewasa yang dihasilakn sama dengan anak akhir perbuatan zina, namun ia suci. Perbuatan ibarat itu tidak akan menuju pada derajat kebinatangan dan tidak berperikemanusiaan.