Kurikulum Rekontruksi Sosial
PENDAHULUAN
Ketika kita mendengar dan mencar ilmu perihal kurikulum, hal pertama yang sanggup digambarkan ialah suatu sistem pembelajaran. Selain sanggup diartikan sebagai dokumen, kurikulum juga sanggup diartikan sebagai beberapa sub mata pelajaran yang harus dipenuhi untuk mendapat ijazah tertentu.
Dalam proses pendidikan, keberadaan kurikulum merupakan kedudukan yang memiliki posisi sentral sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan, sehingga terdapat doktrin yang menyebutkan bahwa kurikulum harus terekam dan tertulis secara sistematis yang memiliki perencanaan dalam proses pelaksanaannya.
Terkait perihal definisi kurikulum sendiri terdapat beberapa pendapat dan hal tersebut disebabkan oleh lantaran timbulnya tanggung jawab sekolah yang semakin beragam, sehingga pada ketika ini guru atau pengajar diperlukan sanggup memberi perihal definisi kurikulum itu sendiri. Kurikulum diidentikkan dengan mata pelajaran yang akan dan sedang fdiajarkan pada forum pendidikan ketika proses mencar ilmu mengajar, tetapi pada dasrnya kurikulum bukan hanya menyangkut perihal mata pelajaran semata. Kurikulum juga sanggup meliputi kegiatan-kegiatan dalam luar kelas yang tentunya dalam tanggung jawab sekolah, sanggup juga berupa sebuah pengalaman-pengalaman yang sanggup ditransfer kepada penerima didik ketika terlaksananya kegiatan mencar ilmu mengajar.
PEMBAHASAN
1. Definisi Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Salah satu model kurikulum yang perlu diketahui ialah kurikulum rekonstruksi sosial. Kurikulum rekonstruksi sosial sanggup diartikan sebagai model kurikulum yang lebih memusatkan perhatian pada problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat.[1] Adanya kurikulum ini dimulai sekitar tahun 1920-an yang dikemukakan oleh Herold Rug. Kurikulum ini timbul lantaran Herold Rug memandang adanya kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Sebenarnya, kurikulum merupakan sesuatu yang hidup, dinamis, yang mengikuti perkembangan masyaraka. Oleh lantaran itu, kurikulum dilarang lepas dari masyarakat. Sehingga dengan adanya pengertian tersebut, maka keberadaan kurikulum harus sanggup mengakomodasi semua problem yang dihadapi masyarakat, sehingga intinya kurikulum rekonstruksi sosial beropini bersama, interaksi, dan kerja sama. Adapun bentuk interaksi dan kolaborasi sanggup saja terjadi antara guru dengan murid, siswa dengan siswa, ataupun antara siswa dengan orang-orang di lingkungannya.
Kurikulum rekonstruksi sosial berharap dengan adanya kolaborasi dan interaksi, siawa atau penerima didik sanggup berusaha memecahkan masalah, baik kasus yang ada pada dirinya sendiri atau masalah-masalah sosial yang sehingga sanggup membentuk dan membuat masyarakat yang baik.
Menurut Herrick, ada 3 macam sumber kurikulum yaitu: pengetahuan, masyarakat, serta individu yang dididik.[2] Jika keberadaan masyarakatdianggap sebagai salah satu sumber kurikulum, hendaknya tidak berlebihan adanya sekolah merupakan salah astu biro atau pusat amsyarakat dalam meneruskan warisan - warisan kebudayaan, dan sekolah juga berfungsi sebagai wahana dan daerah untuk memecahkan masalah-masalah masyarakat. Dengan adanya implementasi kurikulum rekonstruksi sosial, siswa sanggup mencar ilmu untuk memecahkan kasus yang ada dimasyarakat dengan tidak menghilangkan sikap kolaborasi dan hubungan yang baik antar sesama.
Tak jauh beda dengan kurikulum yang lain, janis kurikulum rekonstruksi sosial ini juga memiliki peranan pada proses pembelajaran. Menurut kamus ilmiah populer, rekonstruksi berarti penyusunan kembali, pengulangan kembali (seperti semula), peragaan (contoh).[3] Sehingga dalam kurikulum rekonstruksi sosial itu berisi perihal program, sanggup pula berisi hal-hal yang diperlukan akan sanggup dipelajari siswa untuk menghadapi tantangan, ancaman, kendala yang dialami pada lingkungan sosial.
Kurikulum rekonstruksi sosial ini juga memiliki fungsi ibarat kurikulum pada umumnya. Alexander Inglis, menyatakan bahwa fungsi kurikulum adalah:
a. Penyesuaian
b. Pengintegrasian
c. Referensiasi
d. Persiapan
e. Pemilihan
f. Diagnostik.[4]
Dengan adanya beberapa fungsi kurikulum tersebut, di harapkan implementasi di kurikulum rekonstruksi soisal sanggup menjawab persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Hasan Langgunung dalam buku Asas-Asas Pendidikan Islam, ia menyebutkan bahwa kurikulum semestinya meliputi pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian baik yang berada di dalam ataupun di luar kelas yang dikelola oleh sekolah.[5]
Kurikulum sebagai kegiatan pendidikan yang telah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan penerima didik dan pendidikan ketika ini diperlukan sanggup menjadi pola bagi pengajar biar sanggup mengajar dengan secara maksimal sehingga sanggup menghasilkan output yang sanggup bersaing dalam lingkungan sosial. Sekolah sebagai salah satu institusi sosial yang bergerak dibidang pendidikan, setidaknya memiliki peranan yang sangat penting, yakni: peranan konservatif, peranan kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif.
Sebagai sebuah pedoman bagi guru dalam kegiatan mencar ilmu mengajar, kurikulum merupakan planning dan kegiatan yang tertulis. Karena merupakan pedoman tersebut, minimal guru sanggup menentukan beberapa hal yaitu:[6]
a. Merumuskan tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa.
Dengan adanya perumusan tujuan dan kompetensi yang terang dalam proses mencar ilmu mengajar, guru akan gampang menentukan dan merencanakan aneka macam macam kegiatan pembelajaran
b. Menentukan isi atau materi pelajaran yang harus dikuasai untuk mencapai tujuan penguasaan kompetensi
c. Menyusun taktik pembelajaran untuk guru dan siswa sebagai upaya pencapaian tujuan
d. Menentukan keberhasilan pencapaian tujuan atau kompetensi.
2. Komponen-komponen Kurikulum Rekonstrusi Sosial
Komponen sanggup diartikan bagian, sehingga komponen kurikulum rekonstruksi sosial sanggup idartikan bagian-bagian yang ada di dalam kurikulum rekonstruksi sosial. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:
a. Tujuan dan isi kurikulum
Adapun tujuan dan isi kurikulum adalah:
1. Mengadakan survey
2. Mengadakan studi perihal hubungan sebuah program
3. Mengadakan studi latar belakang
4. Mengkaji praktek program
5. Menetapkan rencana
6. Mengevaluasi semua rencana
b. Metode
Dalam proses pengjaran kurikulum rekonstruksi sosial, para pengembang kurikulum dan para pengajar berusaha mencari keselarasan antar tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Metode sanggup juga disebut taktik dalam proses pembelajaran yang lebih identik pada peralatan atau alat peraga untuk menunjang prose mengajar. Tetapi pada hakikatnya, taktik pengajaran tidak tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan perihal taktik atau metode pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran. Dengan kata lain, taktik pengajaran mengatur seluruh komponen baik pokok maupun penunjang dalam sistem pengajaran.[7]
c. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari penerapan kurikulum tersebut dalam proses mencar ilmu mengajar. Evaluasi tidak hanya menilai apa saja yang telah dikuasai dan difahami siswa, tetapi juga menilai efek kegiatan sekolah terhadap masyarakat.
3. Tujuan Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum harus bersifat lebih fleksibel. Seharusnyakurikulum tidak hanya berkutat pada duduk kasus pendidikan yang ada di sekolah saja, seharusnya kurikulum juga memperhatikan problem dan kasus yang ada di masyarakat sebagai upaya kehidupan masa tiba yang semakin maju. Keberadaan problem dan kasus sosial harus dianggap sebagai tuntutan dan kasus dalam penerapan kurikulum di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Adanya pertanyaan apakah kurikulum bersifat membuatkan kualitas penerima didik yang diperlukan sanggup memperbaiki kasus dan tantangan masyarakat ataukah kurikulum merupakan upaya pendidikan membangun masyarakat gres yang diinginkan bangsa menempatkan kurikulum pada posisi yang berbeda.[8]
Dengan adanya pandangan tersebut, maka adanya kurikulum rekonstruksi sosial diperlukan sanggup membantu kasus pendidik. Tujuan utama dari kurikulum rekonstruksi sosial ialah menghadapkan para siswa pada tantangan yang ada pada diri manusia. Hal ini merupakan bidang garapan pada studi sosial yang meliputi bidang ekonomi, sosialogi, psikologi, estetika, dll.
Pada dasarnya kurikulum merupakan jantung pendidikan, artinya semua gerak kehidupan pendidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan oleh kurikulum. Kehidupan disekolah ialah kehidupan yang di rancang menurut apa yang diinginkan kurikulum.
Dalam pendidikan, terdapat faktor yang hendak ditempuh oleh pendidik. Menurut Sutari Imam Barnadid, bahwa perbuatan mendidik dan dididik memuat faktor-faktor tertentu yang mensugesti dan menentukan, yaitu:
1. Adanya tujuan yang hendak dicapai
2. Adanya subyek insan (pendidik dan anak didik) yang melaksanakan pendidikan
3. Yang hidup bersama dalam lingkungan hidup tertentu
4. Yang memakai alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan. [9]
Dengan adanya pendapat tokoh perihal faktor-faktor tersebut, maka sanggup diketahui bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang sistematis sehingga antara faktor yang satu dan yang lainnya sangatlah berafiliasi dan mempengaruhi.
Pada kenyataannya, masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dalam adanya sekolah lantaran masyarakat sanggup menjadi salah satu sumber penilaian atas output yang dihasilkan oleh suatu forum pendidikan. Ciri yang palaing utama dalam masyarakat ialah mengalami perubahan yang signifikan. Dan adanya perubahan tersebut ialah akhir dari efek perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju dan juga sanggup diterapkan dalam aneka macam macam bidang salah satunya dalam bidang sosial dan teknologi. Adanya perubahan yang signifikan, andal dan cepat dalam masyarakat menunjukkan kiprah yang lebih luas dan lebih berat kepada sekolah.[10] Sehingga dengan adanya kurikulum rekonstruksi sosial ini diperlukan sanggup menjadi salah satu solusi dalam mengatasi kasus dan problem yang ada dalam masyarakat, yang kasus – kasus tersebut timbul lantaran aneka macam macam hal dan salah satunya lantaran perkembangan ilmu pengetahuan ibarat yang telah disampaikan diatas.
“Agent Of Change” ialah salah satu fungsi dari sekolah. Dengan adanya fungsi tersebut maka sekolah harus sanggup berperan untuk memajukan masyarakat dan sanggup sebagai media yang sanggup merubah masyarakat. Perubahan tersebut hendaknya tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan tetapi dalam aneka macam aspek kehidupan. Sehingga sekolah merupakan alat yang paling sempurna dalam rangka untuk me-rekonstruksi atau merubah masyarakat. Tentunya perubahan yang dibawa oleh sekolah sebagai forum pendidikan formal ialah perubahan melalui pendidikan dan pengajaran.
Oleh lantaran itu, tujuan inti dari kurikulum rekonstruksi sosial ialah biar sanggup merubah pandangan dan sikap yang ada dimasyarakat menjadi lebih baik dan juga sebagai wahana mencar ilmu dalam berusaha mengatasi kasus – kasus yang ada di msyarakat. Keberadaan teknologi yang semakin maju merupakan hal yang sangat menggembirakan, tetapi perlu diingat bahwa segala sesuatu perubahan mengakibatkan imbas positif dan negatif. Jika imbas positif akan membawa nilai lebih baik dan akan berdampak kemajuan, tetapi jikalau mengakibatkan imbas negatif akan mengakibatkan nilai lebih jelek dan akan berdampak kemunduran sehingga mengakibatkan masalah. Efek negatif yang mengakibatkan kasus inilah yang menjadi bidang garapan dari kurikulum rekonstruksi sosial. Tetapi walaupun adanya kurikulum rekonstruksi sosial sangat penting tetapi kurikulum ini tidak menuntut untuk di buat sebagai bidang mata pelajaran tersendiri. Kurikulum rekonstruksi sosial ini sanggup dimasukkan dalam bidang – bidang ilmu pelajaran sosial ibarat IPS, sejarah, antropologi, hukum, dll. Karena bidang mata pelajaran sosial ialah interaksi dengan masyarakat, maka sangat cocok jikalau adanya kurikulum rekonstruksi sosial ini dimasukkan dalam mata pelajaran sosial. Sehingga tidaklah berlebihan jikalau dikatakan bahwa ‘kurikulum dilarang lepas dari masyarakat’.
KESIMPULAN
Kurikulum rekonstrusi sosial merupakan salah satu aliran pendidikan interaksionis yang keberadaannya dimulai sekitar tahun 1920-an dan diperkenalkan oleh Harrold Rug. Kurikulum ini bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Dengan adanya kurikulum ini diperlukan siswa sanggup menghadapi tantangan, ancaman, hambatan, yang terjadi di lingkungan sosial.
Hendaknya kurikulum yang ada di sekolah tidak melepaskan adanya bantuan dari masyarakat. Keberadaan kurikulum rekonstruksi sosial ini merupakan salah satu bukti bahwa sekolah tidak sanggup lepas dari kiprah serta masyarakat. Hal tersebut ada lantaran intinya sekolah merupakan salah satu tempatinteraksi sosial bagi penerima didik.
Adapun komponen-komponen kurikulum rekonstruksi sosial meliputi tujuan dan isi kurikulum, metode, dan evaluasi. Adapun ciri-ciri kurikulum rekonstruksi sosial yaitu adanya perkiraan pemecahan kasus yang ada di masyarakat, adanya masalah-masalah sosial yang mendesak dan pola-pola organisasi.
Daftar pertanyaan beserta tanggapan pemakalah disertai masukan dari dosen dan teman-teman :
1. Bagaimanakah contoh kongkrit dari kurikulum rekonstruksi sosial?
Jawab: adapun contoh kongkrit dari kurikulum rekonstruksi sosial ialah semua mata pelajaran yang mengkaji bidang sosial. Pada umumnya, bidang mata pelajaran sosial mengkaji dan mempelajari hal-hal yang terjadi dalam lingkungan sosial dan interaksi antar sesama. Tak hanya itu, ilmu bidang sosial biasanya berkembang sesuai dengan keadaan atau situasi sosial yang ada. Adapun mata pelajaran sosial yang diajarkan dalam forum pendidikan formal seperti: IPS, sejarah, ekonomi, antropologi, hukum, dll. Adanya penyebutan contoh dari kurikulum rekonstruksi sosial ialah semua kurikulum bidang mata pelajaran sosial, hal itu mengacu pada tujuan utama kurikulum rekonstrusi sosial yang bertujuan menghadapkan siswa dan penerima didik pada tantangan yang ada pada dirinya dalam proses interaksi di lingkungan masyarakat dan berusaha menuntaskan kasus dan problem yang ada dalam masyarakat tersebut.
2. Bagaimanakah materi asuh yang dipakai kepada penerima didik terkait dengan tujuan kurikulum dalam makalah?
Jawab: terkait dengan materi asuh yang dipakai oleh pengajar dalam proses mencar ilmu mengajar terkait dengan tujuan kurikulum dalam makalah ini intinya sama dengan materi asuh pada umumnya. Maksudnya ialah bahwa pengajar bebas memakai materi asuh apa saja sesuai dengan kebutuhan dan materi yang sedang disampaiakan. Itu artinya bahwa pengajar diberi kebebasan untuk menentukan dan menentukan materi asuh yang sesuai dengan materi yang sedeang disampaikan, dengan konsekuensi penerima didik tertarik, nyaman, dan tidak membahayakan penerima didik dan tidak menghambat proses mencar ilmu mengajar. Tujuan kurikulum yang dicantumkan dalam makalah ini adalahg tujuan secara umum, jadi sanggup diterapkan dalam model kurikulum apapun.
3. Antara rekayasa sosial dan rekonstruksi sosial, apakah keduanya memiliki kesamaan? Jika memiliki kesamaan, tolong dijelaskan!!!!!!!!
Jawab: sebelum membahas apakah antara rekayasa sosial dengan rekonstruksi terdapat persamaannya, hendaknya kita terlebih dahulu mengerti dan tahu arti dari rekayasa sosial dan rekonstruksi sosial itu sendiri. Rekayasa sosial ialah upaya untuk melaksanakan perubahan pada kondisi sosial yang sedang terjadi atau biasa disebut Social Engineering. Sedangkan rekonstruksi sosial ialah cara untuk melaksanakan perubahan pada kondisi sosial atau masyarakat. Dan dari definisi yang singkat tersebut sanggup difahami bahwa antara rekayasa sosial dengan rekonstruksi sosial merupakan satu kesatuan yang memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan perubahan pada lingkungan sosial masyarakat. Sehingga rekonstruksi sosial merupakan kepingan dari rekayasa sosial. Rekayasa sosial merupakan upaya untuk melaksanakan perubahan sedangkan rekonstruksi sosial merupakan cara melaksanakan perubahan itu sendiri. Terkait dengan kurikulum rekonstruksi sosial, bahwa kurikulum ini merupakan salah satu cara dalam melaksanakan perubahan dalam masyarakat tersebut. Seperti yang telah di jelaskan diatas, kurikulum ini bertujuan untuk mengadakan pengajaran terhadap penerima didik biar sanggup menjawab dan mengatasi kasus dan problem yang ada di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Partanto. A, Pius, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994.
Hamalik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Langgunung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987.
Nasution, S, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Subandijah, Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Syukur, Fatah, Teknologi Pendidikan, Semarang: Rosail Media Group, 2008.
Sanjaya, Wina, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009.
T. Sam, Tuti, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.