Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MATERI PEMBELAJARAN TEKS HIKAYAT/CERITA RAKYAT


MATERI PEMBELAJARAN TEKS HIKAYAT/CERITA RAKYAT
A. Contoh Hikayat
Hikayat Indera Bangsawan

Tersebutlah perkataan seorang raja yang bernama Indera Bungsu dari Negeri Kobat Syahrial. Setelah berapa lama di atas kerajaan, tiada juga beroleh putra. Maka pada suatu hari, ia pun menyuruh orang membaca doa qunut dan sedekah kepada fakir dan miskin. Hatta beberapa
lamanya, Tuan Puteri Siti Kendi pun hamillah dan bersalin dua orang putra laki-laki. Adapun yang tua keluarnya dengan panah dan yang muda dengan pedang. Maka baginda pun terlalu amat sukacita dan menamai anaknya yang tua Syah Peri dan anaknya yang muda Indera Bangsawan.
Maka anakanda baginda yang dua orang itu pun sampailah usia tujuh tahun dan dititahkan pergi mengaji kepada Mualim Sufian. Sesudah tahu mengaji, mereka dititah pula mengaji kitab usul, fikih, hingga saraf, tafsir sekaliannya diketahuinya. Setelah beberapa lamanya, mereka belajar pula ilmu senjata, ilmu hikmat, dan isyarat tipu peperangan. Maka baginda pun bimbanglah, tidak tahu siapa yang patut dirayakan dalam negeri karena anaknya kedua orang itu sama-sama gagah. Jikalau baginda pun mencari muslihat; ia menceritakan kepada kedua anaknya bahwa ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda yang berkata kepadanya: barang siapa yang dapat mencari buluh perindu yang dipegangnya, ialah yang patut menjadi raja di dalam negeri.
Setelah mendengar kata-kata baginda, Syah Peri dan Indera Bangsawan pun bermohon pergi mencari buluh perindu itu. Mereka masuk hutan keluar hutan, naik gunung turun gunung, masuk rimba keluar rimba, menuju ke arah matahari hidup.
Maka datang pada suatu hari, hujan pun turunlah dengan angin ribut, taufan, kelam kabut, gelap gulita dan tiada kelihatan barang suatu pun. Maka Syah Peri dan Indera Bangsawan pun bercerailah. Setelah teduh hujan ribut, mereka pun pergi saling cari mencari.Tersebut pula perkataan Syah Peri yang sudah bercerai dengan saudaranya Indera Bangsawan. Maka ia pun menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahuwata’ala dan berjalan dengan sekuat-kuatnya.
Beberapa lama di jalan, sampailah ia kepada suatu taman, dan bertemu sebuah mahligai. Ia naik ke atas mahligai itu dan melihat sebuah gendang tergantung. Gendang itu dibukanya dan dipukulnya. Tiba-tiba ia terdengar orang yang melarangnya memukul gendang itu. Lalu diambilnya pisau dan ditorehnya gendang itu, maka Puteri Ratna Sari pun keluarlah dari gendang
itu. Puteri Ratna Sari menerangkan bahwa negerinya telah dikalahkan oleh Garuda. Itulah sebabnya ia ditaruh orangtuanya dalam gendang itu dengan suatu cembul. Di dalam cembul yang lain ialah perkakas dan dayangdayangnya. Dengan segera  Syah Peri mengeluarkan dayang-dayang itu. Tatkala Garuda itu datang, Garuda itu dibunuhnya. Maka Syah Peri pun duduklah berkasih-kasihan dengan Puteri Ratna Sari sebagai suami istri dihadap oleh segala dayang-dayang dan inang pengasuhnya.
Tersebut pula perkataan Indera Bangsawan pergi mencari saudaranya. Ia sampai di suatu padang yang terlalu luas. Ia masuk di sebuah gua yang ada di padang itu dan bertemu dengan seorang raksasa. Raksasa itu menjadi neneknya dan menceritakan bahwa Indera Bangsawan sedang berada di negeri Antah Berantah yang diperintah oleh Raja Kabir.
Adapun Raja Kabir itu takluk kepada Buraksa dan akan menyerahkan putrinya, Puteri Kemala Sari sebagai upeti. Kalau tiada demikian, negeri itu akan dibinasakan oleh Buraksa. Ditambahkannya bahwa Raja Kabir sudah mencanangkan bahwa barang siapa yang dapat membunuh Buraksa itu akan dinikahkan dengan anak perempuannya yang terlalu elok parasnya
itu. Hatta berapa lamanya Puteri Kemala Sari pun sakit mata, terlalu sangat. Para ahli nujum mengatakan hanya air susu harimau yang beranak mudalah yang dapat menyembuhkan penyakit itu. Baginda bertitah lagi. “Barang siapa yang dapat susu harimau beranak muda, ialah yang akan
menjadi suami tuan puteri.”
Setelah mendengar kata-kata baginda, si Hutan pun pergi mengambil seruas buluh yang berisi susu kambing serta menyangkutkannya pada pohon kayu. Maka ia pun duduk menunggui pohon itu. Sarung kesaktiannya dikeluarkannya, dan rupanya pun kembali seperti dahulu kala.
 Hatta datanglah kesembilan orang anak raja meminta susu kambing yang disangkanya susu harimau beranak muda itu. Indera Bangsawan berkata susu itu tidak akan dijual dan hanya akan diberikan kepada orang yang menyediakan pahanya diselit besi hangat. Maka anak raja yang Sembilan orang itu pun menyingsingkan kainnya untuk diselit Indera Bangsawan dengan besi panas. Dengan hati yang gembira, mereka mempersembahkan susu kepada raja, tetapi tabib berkata bahwa susu itu bukan susu harimau melainkan susu kambing. Sementara itu, Indera Bangsawan sudah mendapat susu harimau dari raksasa (neneknya) dan menunjukkannya kepada raja.
Tabib berkata itulah susu harimau yang sebenarnya. Diperaskannya susu harimau ke mata Tuan Puteri. Setelah genap tiga kali diperaskan oleh tabib, maka Tuan Puteripun sembuhlah. Adapun setelah Tuan Puteri sembuh, baginda tetap bersedih. Baginda harus menyerahkan tuan puteri
kepada Buraksa, raksasa laki-laki apabila ingin seluruh rakyat selamat dari amarahnya. Baginda sudah kehilangan daya upaya.
Hatta sampailah masa menyerahkan Tuan Puteri kepada Buraksa. Baginda berkata kepada sembilan anak raja bahwa yang mendapat jubbah Buraksa akan menjadi suami Puteri. Untuk itu, nenek Raksasa mengajari Indera Bangsawan. Indera Bangsawan diberi kuda hijau dan diajari cara mengambil jubah Buraksa yaitu dengan memasukkan ramuan daun-daunan ke dalam gentong minum Buraksa. Saat Buraksa datang hendak mengambil Puteri, Puteri menyuguhkan makanan, buah-buahan, dan minuman pada Buraksa. Tergoda sajian yang lezat itu tanpa pikir panjang Buraksa menghabiskan semuanya lalu meneguk habis air minum dalam gentong.
Tak lama kemudian Buraksa tertidur. Indera Bangsawan segera membawa lari Puteri dan mengambil jubah Buraksa. Hatta Buraksa terbangun, Buraksa menjadi lumpuh akibat ramuan daun-daunan dalam air minumnya.
Kemudian sembilan anak raja datang. Melihat Buraksa tak berdaya, mereka mengambil selimut Buraksa dan segera menghadap Raja. Mereka hendak mengatakan kepada Raja bahwa selimut Buraksa sebagai jubah Buraksa.
Sesampainya di istana, Indera Bangsawan segera menyerahkan Puteri dan jubah Buraksa. Hata Raja mengumumkan hari pernikahan Indera Bangsawan dan Puteri. Saat itu sembilan anak raja datang. Mendengar pengumuman itu akhirnya mereka memilih untuk pergi. Mereka malu
kalau sampai niat buruknya berbohong diketahui raja dan rakyatnya.
Sumber: Buku Kesusastraan Melayu Klasik
B. Mengidentifikasi Karakteristik Hikayat
Hikayat merupakan sebuah teks narasi yang berbeda dengan narasi lain. Adapun karakteristik hikayat antara lain (a) terdapat kemustahilan dalam cerita, (b) kesaktian tokoh-tokohnya, (c) anonim, (d) istana sentris, dan (e) menggunakan alur berbingkai/cerita berbingkai.
Berikut contoh karakteristik bahasa hikayat yang terdapat dalam teks “Hikayat Indera Bangsawan”.
a. Kemustahilan
Salah satu ciri hikayat adalah kemustahilan dalam teks, baik dari segi bahasa maupun dari segi cerita. Kemustahilan berarti hal yang tidak logis atau tidak bisa dinalar.
Perhatikan contoh analisis kemustahilan dalam kutipan hikayat berikut,

No.
Kemustahilan
Kutipan Teks
1.
Bayi lahir disertai pedang dan panah
Hatta beberapa lamanya, Tuan Puteri Sitti Kendi pun hamillah dan bersalin dua orang putra laki-laki. Adapun yang tua keluarnya dengan panah dan yang muda dengan pedang.
2.
Seorang putri keluar dari gendang
Lalu diambilnya pisau dan ditorehnya gendang itu, maka Puteri Ratna Sari pun keluarlah dari gendang itu. Ia ditaruh orangtuanya dalam gendang itu dengan suatu cembul.

b. Kesaktian
Selain kemustahilan, seringkali dapat kita temukan kesaktian para tokoh dalam hikayat. Kesaktian dalam Hikayat Indera Bangsawan ditunjukkan dengan kesaktian kedua pangeran kembar, Syah Peri dan Indera Bangsawan. Adapun ketiga tokoh tersebut adalah sebagai berikut.
1) Syah Peri mengalahkan Garuda yang mampu merusak sebuah kerajaan.
2) Raksasa memberi sarung kesaktian untuk mengubah wujud dan kuda hijau untuk mengalahkan Buraksa.
3) Indera Bangsawan mengalahkan Buraksa.
c. Anonim
Salah satu ciri cerita rakyat, termasuk hikayat, adalah anonim. Anonim berarti tidak diketahui secara jelas nama pencerita atau pengarang. Hal tersebut disebabkan cerita disampaikan secara lisan. Bahkan, dahulu masyarakat mempercayai bahwa cerita yang disampaikan adalah nyata dan
tidak ada yang sengaja mengarang.
d. Istana sentris
Hikayat seringkali bertema dan berlatar kerajaan. Dalam Hikayat Indera Bangsawan, hal tersebut dapat dibuktikan dengan tokoh yang diceritakan adalah raja dan anak raja, yaitu Raja Indera Bungsu, putranya Syah Peri dan Indera Bangsawan, Putri Ratna Sari, Raja Kabir, dan Putri Kemala Sari.
Selain itu, latar tempat dalam cerita tersebut adalah negeri yang dipimpin oleh raja serta istana dalam suatu kerajaan.
Sebenarnya selain karakteristik di atas, hikayat juga mempunyai ciri khusus dalam hal penggunaan bahasanya. Karakteristik bahasa hikayat akan dibahas pada bagian lain.
C. Mengidentifikasi Nilai-Nilai dalam Hikayat

Hikayat banyak memiliki nilai kehidupan. Nilai-nilai kehidupan tersebut dapat berupa nilai religius (agama), moral, budaya, sosial, edukasi (pendidikan), dan estetika (keindahan). Perhatikan contoh analisis nilai yang terdapat dalam Hikayat Indera Bangsawab berikut!

Nilai
Konsep Nilai
Kutipan Teks
Agama
Memohon kepada Tuhan dengan berdoa dan bersedekah agar dimudahkan urusannya. 
Maka pada suatu hari, ia pun menyuruh orang membaca doa qunut dan sedekah kepada fakir dan miskin.
Pasrah kepada Tuhan setelah berusaha.
Maka ia pun menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahuwata’ala dan berjalan dengan sekuat-kuatnya
Sosial
Tidak melihat perbedaan status sosial.
Si Kembar menolak dengan mengatakan bahwa dia adalah hamba yang hina. Tetapi, tuan puteri menerimanya dengan senang hati.
Membantu orang orang yang berada
dalam posisi kesulitan
Dengan segera Syah Peri mengeluarkan dayang-dayang itu. Tatkala Garuda itu datang, Garuda itu dibunuhnya.
Budaya
Raja ditunjuk berdasarkan keturunan dan
raja yang memiliki putra lebih dari satu selalu mencari tahu siapa yang paling gagah dan pantas menjadi penggantinya. Mencari jodoh putrinya dengan cara mengadakan sayembara atau semacam
Perlombaan untuk menunjukkan yang terkuat dan terhebat.
Maka baginda pun bimbanglah, tidak tahu siapa yang patut dirayakan dalam negeri karena anaknya kedua orang itu sama-sama gagah. Jikalau baginda pun mencari muslihat; ia menceritakan kepada kedua anaknya bahwa ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda yang berkata kepadanya: barang siapa yang dapat mencari buluh perindu yang dipegangnya, ialah yang patut menjadi raja di dalam negeri.
Adapun Raja Kabir itu takluk kepada Buraksa dan akan menyerahkan putrinya, Puteri Kemala Sari sebagai upeti. Kalau tiada demikian, negeri itu akan dibinasakan oleh Buraksa.
Ditambahkannya bahwa Raja Kabir sudah mencanangkan bahwa barang siapa yang dapat membunuh Buraksa itu akan dinikahkan dengan anak perempuannya yang terlalu elok
parasnya itu.“Barang siapa yang dapat susu harimau beranak muda, ialah yang akan menjadi suami tuan puteri.”
Moral
Tidak mau bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu.
Hatta datanglah kesembilan orang anak raja meminta susu kambing yang disangkanya susu harimau beranak muda itu.
Memperdaya orang yang tidak berusaha.
Indera Bangsawan berkata susu itu tidak akan dijual dan hanya akan diberikan kepada orang yang menyediakan pahanya diselit besi hangat.
Edukasi
Kewajiban belajar ilmu agama sejak  usia kecil.
Maka anakanda baginda yang dua orang itu pun sampailah usia tujuh tahun dan dititahkan pergi mengaji kepada Mualim Sufan. Sesudah tahu mengaji, mereka dititah pula mengaji kitab usul, fkih, hingga saraf, tafsir sekaliannya diketahuinya.

D. Struktur Teks Hikayat
Hikayat merupakan teks bagian dari prosa yang mirip dengan cerpen. Oleh karena itu struktur hikayat pada dasarnya sama dengan teks cerpen. 
1. Abstraksi
Merupakan ringkasan ataupun inti dari cerita yang akan dikembangkan menjadi rangkaian-rangkaian peristiwa atau bisa juga gambaran awal dalam cerita. Abstrak bersifat opsional yang artinya sebuah teks hikayat boleh tidak memakai abstrak.
2. Orientasi 
Adalah bagian teks yang berkaitan dengan waktu, suasana, maupun tempat yang berkaitan dengan hikayat tersebut.
3. Komplikasi 
Berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat. Pada bagian ini kita bisa mendapatkan karakter ataupun watak dari tokoh cerita sebab kerumitan mulai bermunculan.
4. Evaluasi 
    konflik yang terjadi yang mengarah pada klimaks mulai mendapatkan penyelesaiannya dari   konflik tersebut.
5. Resolusi 
Pada bagian ini si pengarang mengungkapkan solusi terhadap permasalahan yang dialami tokoh atau pelaku.
6. Koda 
Ini merupakan nilai ataupun pelajaran yang dapat diambil dari suatu teks cerita oleh pembacanya.

E. CIRI KEBAHASAAN TEKS HIKAYAT
Ciri kebahasaan teks hikayat antara lain sebagai berikut.
A. Banyak menggunakan konjungsi
Ciri bahasa yang dominan dalam hikayat adalah banyak penggunaan konjungsi pada setiap awal kalimat.
Perhatikan contoh kutipan hikayat berikut ini.
Maka berkeinginanlah istri Khojan Maimun untuk mendengarkan cerita tersebut. Maka Bayanpun berceritalah kepada Bibi Zainab dengan maksud agar ia dapat memperlalaikan perempuan itu. Hatta setiap malam,Bibi Zainab yang selalu ingin mendapatkan anak raja itu, dan setiap berpamitan dengan bayan. Maka diberilah ia cerita-cerita hingga sampai 24 kisah dan 24 malam. Burung tersebut bercerita, hingga akhirnyalah Bibi Zainab pun insaf terhadap perbuatannya dan menunggu suaminya Khojan Maimum pulang dari rantauannya.
Dalam kutipan tersebut, konjungsi maka digunakan hingga tiga kali. 
B. Banyak menggunakan kata arkais
Selain banyak menggunakan konjungsi, hikayat menggunakan kata-kata arkais. Hikayat merupakan karya sastra klasik. Artinya, usia hikayat jauh lebih tua dibandingkan usia Negara Indonesia. Meskipun bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia (berasal dari bahasa Melayu), tidak semua kata dalam hikayat kita jumpai dalam bahasa Indonesia sekarang. Kata-kata yang sudah jarang digunakan atau bahkan sudah asing tersebut disebut sebagai kata-kata arkais.
 Contoh
Kata Arkais     Makna Kamus
beroleh            mendapat
titah     kata, perintah
buluh   tanaman berumpun, berakar serabut, batangnya beruas-ruas, berongga, dan keras; bambu; aur
C. Banyak menggunakan majas atau gaya bahasa
Majas atau gaya bahasa yang sering dijumpai dalam teks hikayat antara lain sebagai berikut
1. Majas antonomasia 
Majas antonomasia yaitu majas yang menyebut seseorang berdasarkan ciri atau sifatnya yang menonjol.
Contoh
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di negeri antah berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarahdarah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah Si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki.
Si Miskin dalam kutipan hikayat di atas merupakan contoh majas antonomasia.
2. Majas simile 
Majas simile adalah majas yang membandingkan suatu hal dengan hal lainnya menggunakan kata penghubung atau kata pembanding. Kata penghubung atau kata pembanding yang biasa digunakan antara lain:
seperti, laksana, bak, dan bagaikan.
Contoh
Maka si Miskin itupun sampailah ke penghadapan itu. Setelah dilihat oleh orang banyak, Si Miskin laki bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya. Maka orang banyak itupun ramailah ia tertawa seraya mengambil kayu dan batu (Hikayat Si Miskin).
Rujukan

Kosasih, E. 2014. Jenis-Jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indoneisa SMA/MA/SMK. Bandung: Yrama Widya

Suherli, dkk. 2017. Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas X Revisi  Tahun 2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Suherli, dkk. 2017. Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas X Revisi  Tahun 2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud


Sumber https://zuhriindonesia.blogspot.com/