Teori Kognitif Gestalt
PENDAHULUAN
Secara garis besar, dalam kaitannya dengan proses mencar ilmu mengajar ada dua kelompok aliran psikologi yang sering dibahas dalam psikologi mencar ilmu yaitu, aliran behavioristik dan aliran kognitif. Disamping juga ada aliran humanistik. Pada umumnya jenis pendekatan kognitif ini menganggap bahwa sikap merupakan suatu proses input-output yaitu penerimaan dan pengolahan informasi, untuk kemudian menghasilkan keluaran.[1] Dalam hal ini individu bukanlah peserta rangsangan yang pasif, akan tetapi kesadarannya mengolah informasi yang diterimanya menjadi bentuk gres yang lebih sesuai. Jadi, sikap yang dimunculkan oleh individu sangat dipengaruhi oleh olahan informasi yang dilakukannya.
Salah satu aliran yang dikelompokkan dalam aliran psikologi mencar ilmu kognitif ini yakni aliran teori gestalt. Sama halnya dengan teori yang lain teori ini juga berangkat dari pengamatan salah satu tokohnya terhadap fenomena alam dan kemanusiaan kemudian mensinkronisasikan dengan acara dan sikap insan dalam proses mencar ilmu mengajar yang sering juga diistilahkan dengan proses pendidikan.
Pandangan umum dari teori gestalt ini yakni memahami segala sesuatu secara utuh dan tidak parsial sehingga terkonstruk suatu makna atau pemahaman yang bermakna.
Makalah menarik lainnya:
Teori Behavioristik Ivan Pavlov

Makalah menarik lainnya:
Teori Behavioristik Ivan Pavlov

PENDAHULUAN
Secara garis besar, dalam kaitannya dengan proses mencar ilmu mengajar ada dua kelompok aliran psikologi yang sering dibahas dalam psikologi mencar ilmu yaitu, aliran behavioristik dan aliran kognitif. Disamping juga ada aliran humanistik. Pada umumnya jenis pendekatan kognitif ini menganggap bahwa sikap merupakan suatu proses input-output yaitu penerimaan dan pengolahan informasi, untuk kemudian menghasilkan keluaran.[1] Dalam hal ini individu bukanlah peserta rangsangan yang pasif, akan tetapi kesadarannya mengolah informasi yang diterimanya menjadi bentuk gres yang lebih sesuai. Jadi, sikap yang dimunculkan oleh individu sangat dipengaruhi oleh olahan informasi yang dilakukannya.
Salah satu aliran yang dikelompokkan dalam aliran psikologi mencar ilmu kognitif ini yakni aliran teori gestalt. Sama halnya dengan teori yang lain teori ini juga berangkat dari pengamatan salah satu tokohnya terhadap fenomena alam dan kemanusiaan kemudian mensinkronisasikan dengan acara dan sikap insan dalam proses mencar ilmu mengajar yang sering juga diistilahkan dengan proses pendidikan.
Pandangan umum dari teori gestalt ini yakni memahami segala sesuatu secara utuh dan tidak parsial sehingga terkonstruk suatu makna atau pemahaman yang bermakna.
Makalah menarik lainnya:
Model Pembelajaran Langsung

Makalah menarik lainnya:
Model Pembelajaran Langsung

PENDAHULUAN
Secara garis besar, dalam kaitannya dengan proses mencar ilmu mengajar ada dua kelompok aliran psikologi yang sering dibahas dalam psikologi mencar ilmu yaitu, aliran behavioristik dan aliran kognitif. Disamping juga ada aliran humanistik. Pada umumnya jenis pendekatan kognitif ini menganggap bahwa sikap merupakan suatu proses input-output yaitu penerimaan dan pengolahan informasi, untuk kemudian menghasilkan keluaran.[1] Dalam hal ini individu bukanlah peserta rangsangan yang pasif, akan tetapi kesadarannya mengolah informasi yang diterimanya menjadi bentuk gres yang lebih sesuai. Jadi, sikap yang dimunculkan oleh individu sangat dipengaruhi oleh olahan informasi yang dilakukannya.
Salah satu aliran yang dikelompokkan dalam aliran psikologi mencar ilmu kognitif ini yakni aliran teori gestalt. Sama halnya dengan teori yang lain teori ini juga berangkat dari pengamatan salah satu tokohnya terhadap fenomena alam dan kemanusiaan kemudian mensinkronisasikan dengan acara dan sikap insan dalam proses mencar ilmu mengajar yang sering juga diistilahkan dengan proses pendidikan.
Pandangan umum dari teori gestalt ini yakni memahami segala sesuatu secara utuh dan tidak parsial sehingga terkonstruk suatu makna atau pemahaman yang bermakna.
Makalah menarik lainnya:
Bayi Tabung dalam Pandangan
Makalah menarik lainnya:
Bayi Tabung dalam Pandangan
Teori Kognitif Gestalt
A. Pengertian Teori Gestalt
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori mencar ilmu gestalt. Peletak dasar teori gestalt yakni Merx Wertheimer yang meneliti wacana pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka yang menguraikan secara terperinci wacana hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler yang meneliti wacana insight pada simpase. Kaum gestaltis beropini bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan mencar ilmu memakai pemahaman terhadap korelasi hubungan, terutama korelasi antara penggalan dan keseluruhan. Intinya, berdasarkan mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi mencar ilmu yakni lebih meningkatkan kemampuan mencar ilmu seseorang dari pada dengan eksekusi dan ganjaran.
Teori gestalt dalam buku theories of learning disebutkan bahwa Gestaltis mengikuti tradisi yang dibawa dan dikembangkan oleh Kantian, yang mempunyai kepercayaan bahwa organisme menambahkan sesuatu pada pengalaman, di mana sesuatu itu tidak ada dalam data yang diindera, dan sesuatu itu yakni tindakan menata (organisasi) data. Gestalt yakni bahasa Jerman yang mempunyai makna teladan atau konfigurasi. Aliran ini menganggap bahwa dunia yakni eksistensi yang ada secara menyeluruh bukan penggalan yang parsial[2].
Dengan bahasa lain, Gestaltis menganggap bahwa “keseluruhan itu berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya” atau “membagi-bagi berarti mendestorsi”[3]. Jadi, konstruksi pikiran dari kelompok ini yakni keseluruhan form dari benda yang kita lihat. Misalnya, manusia, dingklik dan pohon, citra yang kita sebut memakai bahasa itu tidaklah bagian-bagian dari hal itu melainkan keseluruhan yang ada dalam wujudnya.
Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt yakni wacana insight yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan[4]. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memperlihatkan potongan-potongan atau bagian-bagian materi ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.
Dalam hukum-hukum mencar ilmu Gestalt ini ada satu aturan pokok , yaitu aturan Pragnaz, dan empat aturan tambahan (subsider) yang tunduk kepada aturan yang pokok itu,yaitu aturan –hukum keterdekatan , ketertutupan, kesamaan , dan kontinuitas.
1. Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz ini memperlihatkan wacana berarahnya segala kejadian , yaitu berarah kepada Pragnaz itu, yaitu suatu keadaan yang seimbang, suatu Gestalt yang baik. Gestalt yang baik, keadaan yang seimbang ini meliputi sifat-sifat keturunan, kesederhanaan, kestabilan, simetri dan sebagainya.
Medan pengamatan, jadi juga setiap hal yang dihadapi oleh individu, mempunyai sifat dinamis, yaitu cendrung untuk menuju keadaan Pragnaz itu , keadaan seimbang . Keadaan yang problematis yakni keadaan yang tidak Pragnaz, tidak teratur, tidak sederhana, tidak stabil, tidak simetri, dan sebagainya dan pemecahan problem itu ialah mengadakan perubahan kedalam struktur medan atau hal itu dengan memasukkan hal-hal yang sanggup membawa hal problematis ke sifat Pragnaz.
2. Hukum-hukum tambahan
Ahli-ahli psikologi Gestalt telah mengadakan penelitian secara luas dalam bidang penglihatan dan kesudahannya mereka menemukan bahwaobjek-objek penglihatan itu membentuk diri menjadi Gestalt-gestalt berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Adapun prisip-prinsip tersebut sanggup dilihat pada hukum-hukum, yaitu :
a. Hukum keterdekatan
b. Hukum ketertutupan
c. Hukum kesamaan
Selain dari hukum-hukum komplemen tersebut berdasarkan aliran teori mencar ilmu gestalt ini bahwa seseorang dikatan mencar ilmu jikalau mendapat insight. Insight ini diperoleh kalau seseorang melihat korelasi tertentu antara aneka macam unsur dalan situasi tertentu. Dengan adanya insight maka didapatlah pemecahan problem, dimengertinya persoalan; inilah inti belajar. Kaprikornus yang penting bukanlah mengulang- ulang hal yang harus dipelajari, tetapi mengertinya, mendapat insight. Adapun timbulnya insight itu tergantung pada:
a. Kesangupan
b. Pengalaman
c. Taraf kompleksitas dari suatu situasi.
d. Latihan
e. Trial and eror
B. Biografi Tokoh-tokoh Teori Gestalt
1. Max Wertheimer (April 15, 1880 – October 12, 1943)
Dia merupakan penemu dari teori Gestal ini. Dia yakni Czech-born psychologist yang menjadi penggalan darri tiga orang penemu teori psikologi genstalt ini bersama K. Koffka dan Kohler. Proyek kolaboratif wacana Psikologi Genstalt ini dilaksanakan pada perang Dunia I. Wertheimer dan Koffka melaksanakan penelitian wacana perang, dan mereka berdua bekerja di bawah Kohler yang ditujuk sebagai eksekutif disebuah forum di Terenife. Dan mereka melanjutkan terus menerus penelitiannya[5].
Setelah peperangan, Koffka kembali ke Frankfurt, semenjak itu Kohler menjadi Direktur Institut Psikologi di Universitas Berlin, Wertheumer pun juga berada di sebuah Fakultas disana, dan mendirikan sekolah. Mereka bahu-membahu menulis journal yang berlabel Psychologische Forschung (Psychological Research: Journal of Psychology and its Neighboring Fields). Dari sekolah dan journal yang mereka terbitkan timbullah beberapa tokoh-tokoh populer berjulukan Kurt Lewin, Rudolf Arnhiem, Wolfgang Mezger, Bluma Zeigamik, Karl Ducker dan masih banyak yang lainnya. Jadi, mereka bertiga benar-benar menjadi pioner dalam trending topic genstal ini[6].
Pada Tahun 1923, semenjak ia mengajar di Berlin, Dia (Wertheimer) menikahi Anna Caro, dengannya ia mempunyai empat anak yang berjulukan Rudolf (yang mati pada ketika infancy), Valentin, Michael dan Lise.
Kurt Koffka yakni seorang psikolog Jerman. Dia lahir dan mendapat pendidikan di Berlin dan gelar PhD-nya ia sanggup pada tahun 1909 sebagai murid dari Carl Stumpf. Selain kehidupannya di Berlin, Koffka juga menghabiskan waktunya di Universitas Edinburgh, Skotland selama satu tahun. Dia mengembangkan pengetahuannya wacana bahasa Inggris, yang kemudian membantunya untuk mengembangkan psikologi gestalt ini ke seluruh German. Koffka juga sudah bekerja di Universitas Franfrut ketika Max Wertheimer tiba pada 1910 dan mengajak Koffka untuk berpartisipasi menuntaskan penelitiannya wacana phi phenomenoni[7].
Koffka meninggalkan Franfurt pada tahun 1912 untuk mengambil kawasan di Giesen University, yang berada sekitar 40 mile dari Franfrut, hingga pada 1924. Dia juga melaksanakan perjalan ke Amerika, mengunjungi profesor di Coernell University dari tahun 19224 hingga 1925 dan dua tahun kemudian ke Winconsin-Madison University. Hingga ia berada di Smith College, Notrhampton, hingga ia meninggal pada tahun 1941.
Ada tiga karya Koffka yang terkenal, wacana psikologi dan kaitannya terhadap dunia pembelajaran. Adapun karya tersebut yakni :
- Perception: An Introduction to the Gestalt Theorie. (1922)
- Growth of the Mind (1924)
- Principles of Gestalt Psychology (1935)
Pandangan Koffka secara khusus terhadap pembelajaran awal sebagaimana yang ada dikutipun dibawah ini :
“Koffka believed that most of early learning is what he referred to as, "sensorimotor learning," which is a type of learning which occurs after a consequence. For example, a child who touches a hot stove will learn not to touch it again. Koffka also believed that a lot of learning occurs by imitation, though he argued that it is not important to understand how imitation works, but rather to acknowledge that it is a natural occurrence. According to Koffka, the highest type of learning is ideational learning, which makes use of language. Koffka notes that an important time in children's development is when they understand that objects have names.[8]
Ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari kutipan ini, Pertama Permbalajaran memakai sistem sinsiomotorik. Contohnya, seorang anak akan mempunyai keinginan untuk mengulangi terhadap apa yang sudah pernah ia sentuh atau lakukan Kedua, ia juga meyakini terhadap imitasi (tendesi tiruan dari sebuah benda atau baranga), oleh karenanya anak akan lebih gampang memahami kalau seandainya barang atau bentuk itu mempunyai nama dan kandungan kebahasaan. Jadi, pandangan awal ini sanggup kita lihat secara umum wacana teori mencar ilmu koffka. Dan ia punya bahasan khusus terhadap teori genstalt yang akan kita bahas sehabis ini.
3. Wolfgang Kohler
Lahir pada tanggal 21 Januari 1887 di kota perbatasan Reval (sekarang dikenal dengan sebutan Tallinn), dibawah Gubernur Estonia, Rusia. Orang tuanya yakni seorang berkebangsaan Jerman, akan tetapi sehabis kelahirannya ia pindah ke Rusia. Ia sudah dekat dengan hal-hal yang berbau pendidikan semenjak kecil. Dalam keluarga mungilnya, ia dihadapkan dengan hal-hal yang bekerjasama dengan perawat, dan ilmuwan lain. Kesenian, musik, yakni hal-hal yang sudah diakrabinya semenjak kecil.
Pada pengantar buku The Selected Papers of Wolfgang Kohler, banyak disinggung wacana kehidupan Kohler yang terkenal. Di buku ini pula, Hans-Lukas Teuber berbicara banyak wacana pengalamannya bekerja dengan Kohler. Dia menuturkan, “selama hidupnya, Wolfgang Kohler memandang sesuatu yang ada disekitar dengan pandangan yang berbeda. Setiap perkara akan menjadi hal yang menarik jikalau ditangani olehnya.” Teuber bekerjasama dengan Kohler ketika meneliti monyet pada tahun 1914, dengan pemikirannya tersebut, ia turut memperlihatkan bantuan besar terhadap perkembangan psikologi selanjutnya. Pada pengantar buku tersebut, dicantumkan bagaimana Kohler berusaha untuk mempertemukan antara fisika, biologi, dan psikologi. Hal itu kemudian dikenal sebagai korelasi antara psikologi dan filsafat, ia juga telah membuktikan bahwa perkara mental yang dialami insan sanggup dihubungkan dengan hal yang empiris. Ini memperlihatkan betapa Kohler sangat kuat dan karya-karyanya tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
Pendidikan Tingginya ia lewati di tiga perguruan tinggi tinggi, yaitu University of Tubingen (1905-1906), University of Bonn (1906-1907), dan di Unuversity of Berlin (1907-1909). Di awal perkulihannya, ia fokus pada permasalahan antara fisik dan psikis. Dibimbing oleh dua mentornya yaitu Max Planck dan Carl Stumpf. Dari keduanya, terlebih Carl Stumpf, ia berhasi menuntaskan doktoralnya dengan disertasi yang membahas wacana Aspek-aspek Psikoakustik.
Karya-karyanya bantara lain:
- The Mentality of Apes
- Gestalt Psychology
- The Place of Value in a World of Facts
- Dynamics in Psychology
- Gestalt Psychology Today
- The Task of Gestalt Psychology
C. Penentangan terhadap Behaviorisme
Para penganut teori Gestalt percaya, bahwa meskipun pengalaman-pengalaman psikologis timbul dari penginderaan elemen-elemen, tetapi mereka berasal dari penginderaan elemen-elemen itu sendiri. Dengan perkataan lain, bahwa pengalaman fenomenologis merupakan akhir dari penginderaan pengalaman, tetapi tidak dapat dipahami dengan menganalisa pengalaman fenomena dalam elemen-elemennya. Pengalaman fenomena berbeda dengan jumlah bagian-bagian yang membentuknya.
Gestalt yakni bahasa Jerman untuk konfigurasi atau organisme Gestalt merupakan keseluruhan yang penuh arti. Stimulus-stimulus tidak dihayati secara tertutup, melainkan stimulus-stimulus itu secara bersama-satna serempak ke dalam konfigurasi yang penuh arti. Keseluruhan itu lebih dari jumlah bagian-bagiannya.
Tokoh-tokoh Gestalt berpendapat bahwa strukturalisme maupun behaviorisme, keduanya telah melakukan kesalahan mendasar yaitu dalam menggunakan pendekatan reduksi (penjabaran). Keduanya membagi-bagi subyek matter ke dalam elemen-elemen untuk memahaminya. Strukturalisme menjabarkan pikiran-pikiran ke dalam elemen-elemen basik, sedang behaviorisme menjabarkan tingkah-laku ke dalam habit, respons bersyarat atau lebih umum dalam kombinasi stimulus respons.
Psikologi Gestalt menentang penjabaran dari sesuatu. Penggunaan metode introspeksi untuk memecahkan pengalaman harus digunakan dalam kaitannya dengan keseluruhan yang merupakan pengalaman penuh arti. Karena itu gejala persepsi dipelajari langsung tanpa lebih jauh mengadakan reduksi.
Menurut pandangan Gestalt, mencar ilmu merupakan suatu proses perolehan atau perubahan insait-insait (insights), pandangan (outlooks), harapan-harapan, atau pola-pola berpikir. Dalam mempermasalahkan mencar ilmu bagi siswa, para penganut pandangan ini lebih menyukai istilah-istilah orang daripada organisma, lingkungan psikologi daripada lingkungan fisik atau lingkungan biologi, dan interaksi daripada agresi atau reaksi. Mereka berpendapat bahwa konsep-konsep orang, lingkungan psikologi, dan interaksi lebih memudahkan para guru dalam memperlihatkan proses-proses belajar.[9] Konsep-konsep ini, memungkinkan guru untuk melihat seseorang, lingkungannya, dan interaksi dengan lingkungannya semuanya itu terjadi pada waktu yang sama.
Ciri-ciri teori behavioristik dan teori mencar ilmu kognitif antara lain:
BEHAVIORISTIK | KOGNITIF |
a. Mementingkan peranan factor lingkungan b. Mementingkan bagian-bagian (elemen) c. mementingkan peranan reaksi mengutamakan mekanisme d. terbentuknya hasil belajar e. mementingkan sebab-sebab diwaktu yang lalu f. Mementingkan pembentukan kebiasaan g. dalam pemecahan masalah, ciri khasnya "trial and error” | a. mementingkan apa yang ada pada diri sibelajar b. mementingkan keseluruhan c. mementingkan peranan fungsi kognisi d. mementingkan keseimbangan dalam diri sibelajar (dinamis equilibrium) e. mementingkan kondisi yang ada pada waktu ini (sekarang) f. mementingkan pembentukan struktur kognitif g. dalam pemecahan masalah, ciri khasnya "insight" |
D. Konsep Teoritis utama
1. Teori Medan
Psikologi gestalt sanggup dianggap sebagi perjuangan untuk mengaplikasikan Field Theory (teori medan) dari fisika ke problem psikologi. Secara umum, medan sanggup dideskripsikan sebagai sistem yang saling terkait secar dinamis, dimana setiap bagiannya saling menghipnotis satu sama lain. Psikologi Gestalt memakai konsep medan ini dalam banyak level. Psikologi gestalt percaya bahwa apa pun yang terjadi pada seseorang akan menghipnotis segala sesuatu yang lain di dalam diri orang itu. Menurut psikologi gestalt, penekannya yakni selalu pada totalitas atau keseluruhan, bukan pada bagian-bagian.
Kurt Lewin (1890-1947) sebagai salah satu tokoh dan pengembang teori medan menyampaikan bahwa sikap insan waktu tertentu ditentukan oleh jumlah total dari fakta psikologis pada waktu tertentu. Menurutnya, fakta psikologis yakni segala sesuatu yang disadari manusia, mirip rasa lapar, ingatan masa lalu, mempunyai sejumlah uang, berada ditempat tertentu atau di depan orang lain. Life space seseorang yakni jumlah total dari semua fakta psikologis ini dan hal itu memilih prilaku seseorang pada waktu tertentu.
Dalam jurnal yang disusun oleh DR. Phil. Hana Panggabean wacana Gestalt menjelaskan bahwa Life Space, yaitu lapangan psikologis kawasan individu berada dan bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan memilih sikap individu. Tugas utama psikologi yakni meramalkan sikap individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian mempunyai batas-batas.
Batas ini sanggup dipahami sebagai sebuah kendala individu untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut locomotion. Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension). Perilaku individu akan segera tertuju untuk meredakan ketegangan ini dan mengembalikan keseimbangan.Apabila individu menghadapi suatu obyek, maka bagaimana valensi dari nilai tersebut bagi si individu akan memilih gerakan individu.
Pada umumnnya individu akan mendekati obyek yang bervalensi positif dan menjauhi obyek yang bervalensi negatif. Dalam usahanya mendekati obyek bervalensi positif, sangat mungkin ada hambatan. Hambatan ini mungkin sekali menjadi obyek yang bervalensi negatif bagi individu. Arah individu mendekati/menjauhi tujuan disebut vektor. Vektor juga mempunyai kekuatan dan titik awal berangkat.
2. Nature versus Nurture
Penganut Gestaltis memberi tugas yang lebih aktif pada otak. Menurut teoritisi Gestalt, otak bukan peserta pasif dan gudang penyimpan informasi dari lingkungan. Otak bereaksi terhadap informasi sensoris yang masuk dan otak melaksanakan penataan yang menciptakan informasi itu lebih bermakna. Ini bukanlah fungsi yang dipelajari; ini yakni “sifat alami” dari otak dalam menata dan memberi makna pada informasi sensoris.
Gestaltis menandakan bahwa kemampuan organisasional otak tidak diwariskan; kemapuan itu lebih merupakan ciri sistem fisik, dan otak hanyalah salah satunya. Berbeda dengan aliran behavioris yang mempostulatkan otak yang pasif yang merespon pada informasi sensoris, sedangkan Gestaltis mempostulatkan otak aktif yang mengubah informasi sensoris.
3. Hukum Pragnanz
Perhatian utama Psikologi Gestalt yakni pada fenomena perseptual yang mana prinsip yang paling menonjol dalam hal tersebut yaitu aturan pragnanz. Koffka mendeskripsikan aturan parganaz sebagai berikut : “Penataan psikologis selalu sebaik yang diizinkan oleh lingkungan pengontrolnya”.yang dimaksud baik oleh Koffka yakni kualitas-kulaitas mirip sederhana, komplit, ringkas, simetris, atau harmonis. Karena efek Pragnanz kita sanggup melihat pengaturan delapan titik pada gambar mirip sebuah persegi panjang atau lingkaran, namun bila tata letak titik tersebut tidak memliki bentuk yang baik, kita hanya kan mempersepsi sutu bentuk yang abstrak.
Hukum Pragnanz digunakan oleh Gestaltis sebagai prinsip pedoman mereka meneliti persepsi, mencar ilmu dan memori. Dalam perkara mencar ilmu dan memori juga tidak terlepas dari prinsi penutupan atau pengakhiran dimana prinsip tersebut menyatakan tendensi untuk menuntaskan pengalaman yang belum lengkap.
E. Otak dan pengalaman sadar
Gestaltian menganut pandangan yang berbeda dalam memandang problem tubuh-pikiran. Mereka mengasumsikan adanya isomorphism (isomorfisme) antara pengalaman psikologis dengan proses yang ada di dalam otak. Stimulasi eksternal menimbulkan reaksi di otak, dan kita mencicipi atau mengalami reaksi itu ketika reaksi itu terjadi di otak. Perbedaan utama antara pendapat ini dengan pendapat strukturalis yakni Gestaltian percaya bahwa otak aktifmengubah stimulasi sensori.
Karenanya, otak mengorganisasikan, menyederhanakan, dan memberi makna pada informasi sensoris yang datang. Kita mengalami informasi hanya sehabis ia ditransformasikan oleh otak sesuai dengan aturan Pragnanz. Otak aktif mengisi ruang kosong, mirip sebentuk penutupan yang kompleks. Jika benar bahwa “alam tidak menyukai kekosongan,” maka yakni benar bahwa, berdasarkan perspektif Gestalt, otak juga tidak menyukai kekosongan dan akan mengisinya.
F. Realitas subyektif dan obyektif
Menurut teoritis Gestalt, yang memilih sikap yakni kesadaran atau realitas subjektif dan fakta ini mengandung implikasi yang penting. Menurut Gestaltian Pragnanz bukan bukan satu-satunya yang mengubah atau memperlihatkan makna pada apa yang kita alami. Hal-hal mirip kebutuhan, nilai-nilai, keyakinan, dan sikap juga melengkapi segala yang kita alami secara sadar. Maka dalam suatu lingkungan yang sama orang bisa menginterpretasikan keadaan itu berbeda-beda dan tentunya dengan reaksi yang berfariasi. Dalam hal ini Koffka membedakan antara geographical environment (realitas fisik atau objektif) dengan behavioral environment (realitas psikologis atau subjektif). Oleh karena itu, Koffka memahami bahwa orang bertindak karena mengetahui lingkungan behavioralnya ketimbang lingkungan geografisnya.
Koffka memperlihatkan contong dari legenda Jerman kuno yang memperlihatkan arti penting dari realitas subjektif dalam memilih perilaku. Di suatu malam yang hirau taacuh seorang lelaki dengan menunggang kuda di tengah hujan salju tiba di sebuah penginapan. Dia tampak bangga bisa menemukan kawasan berteduh sehabis ia menempuh perjalanan jauh menembus hujan salju. Pemilik rumah yang membukakan pintu kaget melihat orang gila itu dan bertanya darimana asalnya. Orang itu menunjuk lurus kearah jalan yang habis dilaluinya. Pemilik rumah itu takjub dan bertanya, “ apakah kau tahu kalau engkau telah menunggang kuda melintasi Danau Constance?” Mendengar perkataan itu si penunggang kuda itu jatuh dari kudanya karena kaget dan eksklusif mati.
Di sini Koffka ingin memperlihatkan bahwa realitas subjektif itu memilih perilaku. Dimana sipenunggang kuda itu merasa bahwa ia berjalan diatas daratan, maka ia tidak takut ataupun cemas. Tapi realista objektifnya bahwa ia berjalan diatas danau yang membeku. Jika awalnya ia tahu bahwa akan berjaln diatas danau yang membeku, mungkin ia akan takut dan berhati-hati atau mungkin mengambil rute lain. Contoh lainnya: gunung yang nampak dari jauh seperti sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
G. Teori Getalt dalam Prespektif Islam
Ada beberapa hal keterkaitan antara teori Gestalt dengan Islam, yaitu sebagai berikut :
1. Penekanan akan betapa pentingnya korelasi diri seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
“Setiap orang dilahirkan ibunya dalam keadaan fitrah, sehabis ayah-ibunya lah yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi. Maka jikalau kedua orang tuanya itu muslim, maka anak itu akan menjadi seorang muslim”.(H.R. Muslim)
2. Menjadi lebih sadar atas apa yang di indrakan dan dirasakan oleh peserta didik.
“Dan Allah mengeluarkan kau dari perut Ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memperlihatkan pendengaran, penglihatan dan hati nurani semoga kau bersyukur”. (Q.S. An-Nahl:78)
3. Mengembangkan keterampilan dan nilai-nilai yang sanggup memenuhi kebutuhan peserta didik tanpa mengganggu hak-hak orang lain.
“Dan carilah pada apa yang telah di anugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri alam abadi dan janganlah kau melupakan bagianmu dan kenikmatan duniawi, dan berbuat sepakat kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kau berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”.( Q. S. Al-Qashash : 77)
4. Bertanggung jawab atas tindakan yang mereka lakukan termasuk setiap konsekuensinya.
“Barang siapa berbuat kebaikan sebesar benda kecilpun maka ia akan melihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat kebusukan sebesar benda terkecil pun, maka ia akan melihat balasannya”( Q. S. Az-Zalzalah : 7-8)
5. Peran sentral dari korelasi yang lapang dada dan obrolan dalam proses pendidikan.
“Maka berkat rahmat Allah, Kau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu, karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah menyayangi orang yang bertawakkal”( Q. S. Ali-Imran : 159)
Kesimpulan
1. Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori mencar ilmu gestalt. Peletak dasar teori gestalt yakni Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti wacana pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci wacana hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti wacana insight pada simpase.
2. Dari Eksperimen-eksperimen kohler menjelaskan terhadap simpanse bahwa simpanse yang digunakan untuk percobaan harus sanggup membentuk persepsi wacana situasi total dan saling menghubungkan antara semua hal yang relevan dengan Problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Dari percobaan tersebut memperlihatkan simpanse sanggup memecahkan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya.
3. Kelompok pemikiran ini sependapat pada suatu hal yakni suatu prinsip dasar bahwa pengalaman insan mempunyai kekayaan medan yang memuat fenomena keseluruhan lebih dari pada bagian-bagiannya. Keseluruhan ini memperlihatkan beberapa prinsip mencar ilmu yang penting, antara lain :
a. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya.
b. Belajar yakni adaptasi diri dengan lingkungan.
c. Manusia berkembang sebagai keseluruhan semenjak dari kecil hingga dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
d. Belajar yakni perkembangan kearah diferensiasi yang lebih luas.
e. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
f. Tidak mungkin ada mencar ilmu tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi memberi dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
g. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
h. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan menyerupai suatu baskom yang diisi.
Artikel lainnya:

Artikel lainnya:

PENDAHULUAN
Secara garis besar, dalam kaitannya dengan proses mencar ilmu mengajar ada dua kelompok aliran psikologi yang sering dibahas dalam psikologi mencar ilmu yaitu, aliran behavioristik dan aliran kognitif. Disamping juga ada aliran humanistik. Pada umumnya jenis pendekatan kognitif ini menganggap bahwa sikap merupakan suatu proses input-output yaitu penerimaan dan pengolahan informasi, untuk kemudian menghasilkan keluaran.[1] Dalam hal ini individu bukanlah peserta rangsangan yang pasif, akan tetapi kesadarannya mengolah informasi yang diterimanya menjadi bentuk gres yang lebih sesuai. Jadi, sikap yang dimunculkan oleh individu sangat dipengaruhi oleh olahan informasi yang dilakukannya.
Salah satu aliran yang dikelompokkan dalam aliran psikologi mencar ilmu kognitif ini yakni aliran teori gestalt. Sama halnya dengan teori yang lain teori ini juga berangkat dari pengamatan salah satu tokohnya terhadap fenomena alam dan kemanusiaan kemudian mensinkronisasikan dengan acara dan sikap insan dalam proses mencar ilmu mengajar yang sering juga diistilahkan dengan proses pendidikan.
Pandangan umum dari teori gestalt ini yakni memahami segala sesuatu secara utuh dan tidak parsial sehingga terkonstruk suatu makna atau pemahaman yang bermakna.
Makalah menarik lainnya:
Teori Pemrosesan Informasi Robert Mills Gagne

Makalah menarik lainnya:
Teori Pemrosesan Informasi Robert Mills Gagne

PENDAHULUAN
Secara garis besar, dalam kaitannya dengan proses mencar ilmu mengajar ada dua kelompok aliran psikologi yang sering dibahas dalam psikologi mencar ilmu yaitu, aliran behavioristik dan aliran kognitif. Disamping juga ada aliran humanistik. Pada umumnya jenis pendekatan kognitif ini menganggap bahwa sikap merupakan suatu proses input-output yaitu penerimaan dan pengolahan informasi, untuk kemudian menghasilkan keluaran.[1] Dalam hal ini individu bukanlah peserta rangsangan yang pasif, akan tetapi kesadarannya mengolah informasi yang diterimanya menjadi bentuk gres yang lebih sesuai. Jadi, sikap yang dimunculkan oleh individu sangat dipengaruhi oleh olahan informasi yang dilakukannya.
Salah satu aliran yang dikelompokkan dalam aliran psikologi mencar ilmu kognitif ini yakni aliran teori gestalt. Sama halnya dengan teori yang lain teori ini juga berangkat dari pengamatan salah satu tokohnya terhadap fenomena alam dan kemanusiaan kemudian mensinkronisasikan dengan acara dan sikap insan dalam proses mencar ilmu mengajar yang sering juga diistilahkan dengan proses pendidikan.
Pandangan umum dari teori gestalt ini yakni memahami segala sesuatu secara utuh dan tidak parsial sehingga terkonstruk suatu makna atau pemahaman yang bermakna.
Makalah menarik lainnya:
Media Pembelajaran Grafis dan Visual
Makalah menarik lainnya:
Media Pembelajaran Grafis dan Visual
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 1991
Baharuddin dan Wahyuni, Nur. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogajakarta : Ar-Ruz Media Group. 2008
Hamalik, Oemar. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung:Sinar Baru Algesindo Offset 2007
Mappa, Syamsu dkk. Teori Belajar-Mengajar. Jakarta: Ditjen Dikti, P2LPTK. 1984
Soewondo, Soetina. Dasar-dasar Pendidikan, Semarang: Effhar Offset 1993
Sudjana, Nana. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta: UI Press. 1989
Surya, Muhammad. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2004
Suwarno, Wiji, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2006
Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 2009