Teori Behavioristik Ivan Pavlov
PENDAHULUAN
Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi. Peranan Ivan Pavlov dalam psikologi sangat penting, lantaran studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting ialah bahwa kegiatan psikis bekerjsama tidak lain merupakan rangkaian refleks-refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari kegiatan psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang bekerjsama bermula dari seorang tokoh Rusia lain berjulukan I. M. Sechenov yang banyak mempengaruhi Pavlov, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh J. B Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorisme nya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
Makalah menarik lainnya: Media Pembelajaran Grafis dan Visual
Model Pembelajaran Quantum Learning
Model Pembelajaran Langsung
Dasar pendidikan Pavlov memang ilmu faal. Mula-mula ia mencar ilmu ilmu faal binatang dan kemudian ilmu kedokteran di Universitas St. Petersburg. Pada tahun 1883 ia mendapat gelar Ph. D setelah mempertahankan setelah mempertahankan tesisnya mengenai fungsi otot-otot jantung. Kemudian selama dua tahun ia mencar ilmu di Leipzig dan Breslau. Pada tahun 1890 ia menjadi profesor dalam farmakologi di Akademi Kedokteran Militer di St. Petersburg dan administrator Departemen Ilmu Faal di Institute of Experimental medicine di St. Petersburg. Antara1895-1924 ia menjadi Professor ilmu Faal di Akademi Kedokteran Militer tersebut, 1924-1936 menjadi administrator Lembaga ilmu Faal di Akademi Rusia Leningrad.
Sekitar masa ke-20 Pavlov terlibat dalam studi sekresi gastrik pada anjing. Sebagai bagia bahwa dari risetnya ia menemempatkan tepung kuliner dalam ekspresi anjing dan mengukur jumlah liur yang dihasilkan. Dia menemukan bahwa setelah sejumlah percobaan tersebut, si anjing mulai berliur terhadap setimuli tertentu, yaitu: kemunculan piring makanan-bahkan sebelum kuliner diletakkan dalam mulutnya, mendekatkan orang yang membawa kuliner dan lain sebagainya.[1]
Belajar berdasarkan psikologi behavioristik ialah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh lantaran itu, teori ini juga dikenal dengan teori conditioning. Tokoh psikologi behavioristik mengenai mencar ilmu ini ialah Ivan Pavlov. Teori ini dikembangkan oleh Pavlov (1927). Ia melaksanakan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi kuliner dan diberi lampu. Pada ketika diberi kuliner dan lampu keluarlah respon anjing tersebut berupa keluarnya air liur. Demikian juga kalau dalam proteksi kuliner tersebut disertai dengan bel air liur tersebut akan keluar juga. Bagi para pemilik binatang hal ini mungkin tidak tampak sebagai observasi yang luar biasa. Akan tetapi, hal tersebut mengarahkan Pavlov untuk melaksanakan riset penting terhadap proses yang dikenal sebagai pengkondisian klasik.
Belajar berdasarkan psikologi behavioristik ialah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh lantaran itu, teori ini juga dikenal dengan teori conditioning. Tokoh psikologi behavioristik mengenai mencar ilmu ini ialah Ivan Pavlov. Teori ini dikembangkan oleh Pavlov (1927). Ia melaksanakan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi kuliner dan diberi lampu. Pada ketika diberi kuliner dan lampu keluarlah respon anjing tersebut berupa keluarnya air liur. Demikian juga kalau dalam proteksi kuliner tersebut disertai dengan bel air liur tersebut akan keluar juga. Bagi para pemilik binatang hal ini mungkin tidak tampak sebagai observasi yang luar biasa. Akan tetapi, hal tersebut mengarahkan Pavlov untuk melaksanakan riset penting terhadap proses yang dikenal sebagai pengkondisian klasik.
Pavlov mengeksplorasi sejumlah informasi ilmiah. Selain penelitiannya pada proses pengkondisian klasik, ia mempelajari perbedaan individual diantara anjing-anjingnya. Yang kemudian memicu bidang gres riset temperamen (Strelau, 1997). Dia memberi bantuan penting terhadap pemahaman sikap abnormal, memakai ekperimen binatang untuk mempelajari sikap tidak terorganisir pada anjing dan pasien insan untuk mempelajari neurosis dan psikosis, dan memperlihatkan dasar bagi bentuk terapi yang didasarkan kepada prinsip pengkondisian klasik. Pada tahun 1904 ia mendapat hadiah nobel lantaran karyanya dalam proses pencernaan. Metode dan konsepnya masih penting pada ketika ini, bahkan termasuk yang terpenting dalam sejarah psikologi (Dewsbury).[2]
Kajian Teori Behavioristik Ivan Pavlov
A. Observasi empiris
1. Perkembangan refleks yang dikondisikan
Apa yang dimaksud dengan refleks psikis atau refleksi yang dikondisikan diungkapkan oleh Pavlov (1955) sebagai berikut:
Saya akan menyebutkan dua eksperimen sederhana yang sanggup dilakukan dengan sukses oleh semua orang. Kami memasukkan ke dalam ekspresi anjing semacam larutan asam moderat: asam ini akan menghasilkan reaksi defensif pada binatang itu: dengan gerakan ekspresi yang kuat larutan asam itu akan mengeluarkan cairan, pada ketika yang sama air liur dalam jumlah banyak akan mulai mengalir, pertama kemulut dan kemudian melimpah dan mencairkan larutan asam dan membersih membran lendir dironggo mulut. Sekarang kita ke eksperiman kedua. Sebelum memasukkan larutan yang sama ke ekspresi anjing, kami beberapa kali memperkenalkan sesuatu biro eksternal kepada binatang itu, contohnya bunyi tertentu. Apa yang terjadi kemudian? Kita cukup mengulang bunyi itu, dan reaksi yang serupa dengan percobaan pertama akan muncul gerakkan ekspresi yang sama dan pengeluaran liur yang sama.[3]
Istilah pengkondisian Pavlovian dan pengkondisian klasik ialah sama. Unsur yang diharapkan untuk melahirkan pengkondisian Pavlovian atau klasik adalah: (1) unnconditioned stimulus (stimulus yang tak dikondisikan (US). Yang menjadikan respon alamiah atau otomatis dari organisme. (2) Unconditioned response (respon yang tidak dikondisikan (UR) yang merupakan respon alamiah dan otomatis yang disebabkan oleh US dan (3) Conditioned stimulus (stimulus yang dikondisikan (CS), yang merupakan stimulus netral lantaran ia tidak menjadikan respon alamiah atau otomatis pada organisme. Ketika unsur-unsur ini bercampur dengan cara tertentu, akan terjadi conditioned respon (respon yang dikondisikan (CR). Untuk memproduksi CR, CS, dan US harus dipasangkan beberapa kali. Pertama, CS dihadirkan dan kemudian US dihadirkan, dan urutan penyajian ini amat penting. Setiap kali US terjadi, UR akan muncul. Pada risikonya CS sanggup disajikan sendirian, dan ia akan menghasilkan respons yang sama dengan UR. Ketika hal ini terjadi, CR akan muncul. Prosedur ini akan digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Prosedur training : CS - US - UR
Demontrasi pengkondisian: CS – CR
Dalam pola Pavlov, US ialah larutan asam, UR ialah air liur (yang disebabkan oleh asam), dan CS ialah suara. Suara, tentu saja, normalnya tidak akan mengakibatkan anjing berliur, tetapi setelah dipasang dengan larutan asam, bunyi mempunyai kemampuan untuk mengakibatkan anjing mengeluarkan air liur. Pengeluaran air liur sebagai akhir mendengar bunyi ialah CR.[4]
Pavlov beropini bahwa UR dan CR selalu merupankan jenis respons yang sama. Jika UR ialah keluarnya liur, maka CR juga keluarnya liur. Namun, besarnya CR selalu lebih sedikit ketimbang UR. Misalnya, Pavlov, yang mengukur besaran respons dengan menghitung tetesan air liur, menemukan bahwa US menjadikan lebih banyak ttesan air liur ketimbang CS. Ketika membahas riset terkini perihal pengkondisian klasik nanti di pecahan ini, kita akan melihat pendapat Pavlov bahwa CR ialah lebih kecil dari UR ternyata tidak benar, setidaknya dalam beberapa kasus.
2. Penyelapan eksperimental
Eksistensi CR bergantung pada US, dan itulah mengapa US disebut sebagai penguat (reinforcer). Tanpa US, CS tidak akan bisa mengeluarkan CR. Demikian pula, kalau setelah CR dikembangkan, CS terus dihadirkan tanpa US yang mengikuti CS, maka CR pelan-pelan akan lenyap. Ketika CS tak lagi menghasilkan CR, extinction (pelenyapan) eksperimental dikatakan akan terjadi. Sekali lagi, pelenyapan terjadi ketika CS disajikan kepada organisme tanpa diikuti dengan penguatan. Dalam studi pengkondisian klasik. Penguatan ialah US.
3. Pemulihan impulsif
Beberapa waktu sehabis pelenyapan, kalau CS sekali lagi dihadirkan kepada hewan, CR akan muncul kembali secara temporer. CR “Dipulihkan secara spontan” meskipun tidak ada lagi pasangan CS dan US. Sekali lagi, kalau ada penundaan setelah pelenyapan dan CS disajikan kepada organisme, ia cenderung akan mengeluarkan CR. Pelenyapan dan spontanesous recovery (pemulihan spontan) dari CR ini diperlihatkan di gambar.
4. Pengkondisian Tingkat Tinggi
Setelah CS dipasangkan dengan US beberapa kali, ia akan sanggup diapakai menyerupai US. Yakni setelah dipasangkan dengan US, CS membuatkan properti penguatan sendiri, dan ia sanggup dipasangkan dengan CS kedua untuk menghasilkan CR. Mari kita pasangkan. Misalnya, kedipan cahaya (CS) dengan penyajian kuliner (US). Makanan akan mengakibatkan binatang mengeluarkan liur, dan setelah CS dan US beberapa kali dipasangkan, maka penyajian cahaya saja akan mengakibatkan binatang mengeluarkan air liur. Keluarnya air liur setelah ada kedipan cahaya, tentu saja ialah respon yang dikondisikan.
Sekarang cahaya itu sudah menjadikan air liur dan ia sanggup dipasangkan lagi dengan CS kedua, contohnya bunyi dengungan. Arah pendampingan sama dengan pengkondisian awal: pertama CS gres (suara berdengung)disajikan. Dan kemudian disajikan cahaya. Perhatikan bahwa kuliner tidak lagi digunakan disini. Setelah beberapa kali dipasangkan, bunyi saja sudah bisa mengakibatkan hewan untuk mengeluarkan air liur. Dalam pola ini: CS pertama digunakan menyerupai US yang digunakan untuk menghasilkan respons yang dikondisikan. Ini dinamakan pengkondisian tingkat kedua. Kita juga menyampaikan bahwa CS pertama membuatkan properti penguat sekunder lantaran digunakan untuk mengkondisikan respons stimulus baru, karenanya CS ini dinamakan secondary reinforcer (penguat sekunder). Karena penguat sekunder tidak sanggup berkembang tanpa US, maka US dinamakan primary reinforcer (penguat primer).
5. Generalisasi
Ternyata respons bersyarat ini juga sanggup dikenakan pada kejadian lain, namun situasinya yang mirip. Inilah yang dikenal dengan generalisasi stimulus atau generalisasi. Misalnya, perjaka yang menyayangi seorang gadis, dan ia merasa bahagia kalau bertemu dengan gadis tersebut. Pada ketika ia mengetahui bahwa gadis yang dicintainya menyukai warna pink, maka ia akan merasa senang ketika menjumpai benda-benda apa saja yang berwarna pink.
Bila suatu makluk mengadakan generalisasi (menyamaratakan), maka ia juga akan sanggup melaksanakan diskriminasi atau pembedaan. Diskriminasi yang dikondisikan ditimbulkan melalui penguatan dan pemadaman yang selektif. Dalam eksperimen Pavlov, 2 nada yang berbeda diberikan kepada anjing terdiri dari stimulus diferensial (SD1) dan SD2, yang berfungsi sebagai stimulus pembeda. Salah satu atau salah dari keduanya digunakan pada setiap percobaan. Nada pertama (SD1) diikuti dengan shock elektris ringan, yang kedua (SD2) tidak. Pada mulanya subyek memperlihatkan respon yang dikondisikan pada kedua nada. Namun, pada proses percobaan amplitudo nada yang pertama semakin usang semakin meningkat, sedang nada kedua semakin usang semakin menurun. Dengan demikian, melalui proses penguatan diferensial, subjek dikondisikan untuk membedakan kedua nada tersebut.[5]
6. Diskriminasi
Diskriminasi sanggup muncul melalui dua cara :training yang lebih usang dan penguatan diferensial. Pertama, kalau CS berkali-kali disandingkan atau dipasang dengan dengan US dalam waktu yang lebih lama, tendensi untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS, namun tidak identik dengannya, akan menurun. Dengan kata lain, kalau penyandingan antara CS dan US yang akan membuatkan CR dilakukan dalam jumlah minimun, maka akan ada tendensi yang relatif kuat untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS selama pelenyapan: yakni, ada generalisasi yang cukup besar. Akan tetapi, kalau training diperpanjang, ada pengurangan tendensi untuk merespon stimuli yang terkai dengan CS selama pelenyapan. Jadi, ialah mungkin untuk mengontrol generalisasi dengan mengontrol level training :semakin banyak jumlah training, semakin sedikit generalisasinya.
7. Hubungan Antara CS dan US
Disini mesti dikemukakan dua pertimbangan umum namun perihal pengkondisian klasik. Pertama, tampak harus ada interval presentasi optimal antara CS dan US biar pengkondisian terjadi dengan cepat. Sejumlah peneliti menemukan bahwa kalau CS tiba setengah detik sebelum US, akan terjadi pengkondisian yang paling efisien. Prosedur yang paling umum ialah mendatangkan CS dan mempertahankannya hingga US datang. Jika waktu antara kedua kejadian itu lebih usang atau kurang dari 0,5 detik, pengkondisian akan relatif sulit terjadi. Namun klarifikasi ini mesti dilihat sebagai penyederhanaan, lantaran interval waktu optimal antara permulaan CS dan permulaan US biar pengkondisian terjadi akan bergantung pada banyak faktor, dan ini masih menjadi subjek dari banyak riset. Misalnya ketika kita membahas riset pada aversi cita rasa ( taste aversion ) kita melihat bahwa fenomena menyerupai pengkondisian klasik terjadi bahkan ketika selang waktu ( delay) antara CS dan US ialah beberapa jam. Juga, ada situasi dimana CS mendahului US pada interval optimal namun tidak terjadi pengkondisian.
B. Konsep teoritis utama
Dalam merumuskan teori belajar, Ivan Pavlov mengelompokkan konsep teori ke dalam 6 (enam) teori:
1. Eksitasi (kegairahan) dan Inhibition (hambatan)
Menurut Pavlov, dua proses dasar yang mengatur semua kegiatan sistem saraf sentral ialah excitation (eksitasi) dan inhibition (hambatan). Babkin (1949) mengatakan:
Dua konsep dasar dari Pavlov mengenai properti fungsional dari sistem saraf, dan cerebral cortex pada khususnya, ialah bahwa mereka didasarkan pada dua proses yang sama-sama penting: proses eksitasi (kegairahan) dan proses hambatan. Sering kali ia membandingkan sistem saraf dengan tuhan Yunani kuno berjulukan Janus yang mempunyai dua wajah yang menghadap dua arah berlawanan. Eksitasi dan kendala ialah sisi-sisi dari proses yang sama; keduanya selalu ada secara bersamaan, namun proporsinya bervariasi di setiap saat, kadang yang satu lebih menonjol. Secara fungsional cerebral cortex adalah, berdasarkan Pavlov, sebentuk mosaik, yang terdiri dari titik-titik eksitasi dan kendala yang terus menerus berubah.[6]
Pavlov berspekulasi bahwa setiap kejadian di lingkungan bekerjasama dengan beberapa titik di otak dan ketika kejadian ini dialami, ia cenderung menggairahkan atau menghambat kegiatan otak. Jadi, otak terus-menerus dirangsang atau dihambat, tergantung pada apa yang dialami oleh organisme. Pola eksitasi dan kendala yang menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut cortical mosaik, (mosaik kortikal). Mosaik kortikal pada satu momen akan memilih bagaimana organisme merespon lingkungan. Setelah lingkungan eksternal dan internal berubah, mosaik kortikal akan berubah dan sikap juga berubah.
Mosaik kortikal sanggup menjadi konfigurasi yang relatif stabil, lantaran berdasarkan Pavlov pusat otak yang berkali-kali aktif bersama akan membentuk koneksi temporer dan kebangkitan satu poin akan membangkitkan poin lainnya. Jadi, kalau satu nada secara terus-menerus diperdengarkan ke seekor anjing sebelum ia diberi makan, area otak yang merespons kemakanan. Ketika koneksi ini terbentuk, presentasi nada akan mengakibatkan binatang bertindak seperti kuliner akan disajikan. Pada poin ini kita menyampaikan refleks yang dikondisikan sudah terjadi.
2. Streotip dinamis
Ketika kejadian terjadi secara konsisten dalam suatu lingkungan, mereka akan mempunyai representasi neurologis dan respon terhadap mereka akan lebih mungkin terjadi dan lebih efisien. Jadi, respon terhadap lingkungan yang sudah dikenal akan makin cepat dan otomatis. Ketika ini terjadi, dynamic stereotipe (stereotip dinamis) dikatakan telah terjadi. Secara garis besar, stereotip dinamis ialah mosaik kortikal yang menjadi stabil lantaran organisme berada dalam lingkungan yang sanggup diprediksi selama periode waktu tertentu yang tidak mengecewakan panjang. Selama pemetaan kortikal ini dengan akurat merefleksiakan lingkungan dan menghasilkan respon yang tepat, maka segala sesuatu akan baik-baik saja. Tetapi kalau lingkungan berubah secara radikal, organisme mungkin kesulitann untuk mengubah stereotip dinamis.
3. Iradiasi dan konsentrasi
Istilah analyser untuk mendeskripsikan jaur dari satu reseptor indrawi ke area otak tertentu. Suatu analyser terdiri dari reseptor indrawi, jalur sensoris dari reseptor ke otak, dan area otak yang diproyeksikan oleh kegiatan sensoris. Informasi sensoris (indrawi) yang diproyeksikan (diteruskan) ke beberapa area otak akan menjadikan eksitasi di area itu. Pada awalnya terjadi irradiation of excitation (iradiasi eksitasi) :dengan kata lain, eksitasi ini akan meluber ke area otak lain didekatnya. Ini ialah proses yang digunakan Pavlov untuk menjelaskan generalisasi. Pavlov juga menemukan bahwa concentration (konsentrasi), sebuah proses yang berlawanan dengan iradiasi, mengatur eksitasi dan hambatan. Dia menegaskan bahwa dalam situasi tertentu baik itu eksitasi maupun kendala dikonsentrasikan pada area spesifik di otak. Proses iradiasi ini digunakan untuk menjelaskan generalisasi, sedangkan proses konsentrasi digunakan untuk menjelaskan diskriminasi.
4. Pengkondisian eksitatoris dan inhibitoris
Excitatory conditioning, akan tampak ketika pasangan CS-US menjadikan suatu respon : sebuah bell (CS) yang dipasang berulang kali dengan kuliner (US) sehingga penyajian CS akan menerbitkan air liur (CR): satu nada (CS) dipasangkan berulang kali dengan tiupan angin (US) eksklusif kemata (yang mengakibatkan mata secara refleks berkedip (UR) sehingga penyajian CS saja akan mengakibatkan mata berkedip.
Conditioned inhibition tampak ketika pembinaan CS menghambat atau menekan suatu respon. Misalnya pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin disebabkan oleh munculnya kendala setelah CS yang menjadikan respon itu diulang tanpa suatu penguat. (riset terkini, yang akan di diskusikan secara ringkas, mengindikasikan bahwa interpretasi pelenyapan ini tidak tepat). Prosedur standar untuk menghasilkan kendala yang dikondisikan ialah menyajikan suatu CS (satu nada, misalnya) yang dipasangkan dengan US dan menghadirkan CS beragam atau adonan (nada dengan cahaya) yang tidak dipasangkan dengan US.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:[7]
a. Law of Respondent Conditioning, berarti aturan pembiasaan pembiasaan yang dituntut. Menurut Hintzman (1978), yang dimaksud dengan law of respondent conditioning ialah, kalau dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus tadi ialah CS dan CR.
b. Law of Respondent Extinction, berarti hokum pemusnahan yang dituntut. Yaitu kalau refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
5. Ringkasan pandangan Pavlov perihal fungsi otak
Pavlov memandang otak sebagai semacam mosaik titik-titik aksitasi dan hambatan. Setiap poin diotak bekerjasama dengan satu kejadian environmental. Berdasarkan pada apa yang dialami pada suatu saat, pola eksitasi dan kendala yang berbeda akan muncul di otak dan pola itu akan memilih perilaku. Beberapa korelasi di otak ialah antara stimuli yang tidak dikondisikan dengan respon yang terkait. Yang disebut pertama ialah permanen, dan yang disebut belakangan ialah temporer dan variasi sesuai dengan kondisi lingkungan.
Ketika koneksi temporer itu pertama kali dibuat diotak, ada tendensi bagi stimulus yang dikondisikan umtuk memberi imbas umum diotak. Yakni, eksitasi yang disebabkan oleh stimulus yang dikondisikan akan beriradiasi kebagian lain dalam otak. Hal serupa juga terjadi ketika satu organisme mencar ilmu tidak merespons, atau menghindari, suatu stimulus. Efek penghambat ini juga akan beriradiasi kebeberapa pecahan di otak pada tahap awal belajar. Namun, setelah proses mencar ilmu berlanjut, eksitasi yang disebabkan oleh stimulus positif dan kendala yang disebabkan oleh stimulus negatif menjadi terkonsentrasi di area spesifik di otak. Setelah organisme membuatkan korelasi antara kejadian lingkungan dengan proses otak, akan terjadi stereotip dinamis, yang merupakan semacam pemetaan netral atas lingkungan itu. Stereotip dinamis ini akan memudakan organisme untuk merespon pada lingkungan yang gampang diprediksi, tetapi menyulitkannya untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.
6. Sistem sinyal pertama dan kedua
Kebanyakan psikolog dan fisiolog memerhatikan pentingnya masa kini dan masa kemudian bagi prilaku organisme. Yakni, mereka memfokuskan diri pada respon refleksif yang dimunculkan oleh kondisi yang menstimulasi ketika ini atau pada bagaimana memori masa kemudian akan mempengaruhi prilaku. Karya Pavlov mengenai pengkondisian telah menyediakan krangka untuk memahami bagaimana organisme mengantisipasi kejadian di masa depan. Karena CS mendahului kejadian yang signifikan secara biologis (UR), mereka menjadi sinyal untuk kejadian yang memungkinkan organisme itu mempersiapkan diri dan menjalankan prilaku yang tepat.
Pavlov menyebut stimulus yang memberi sinyal kejadian yang penting secara biologis (CS) ini sebagai sistem sinyal pertama atau sinyal realitas pertama. Namun selain itu, insan juga memakai bahasa yang terdiri simbol-simbol realitas. Jadi, seseorang mungkin merespon kata ancaman sebagaimana seseorang akan merespon situasi konkret yang berbahaya. Pavlov menyebut kata yang melambangkan realitas itu sebagai sinyal dari sinyal atau sistem sinyal kedua. Sinyal-sinyal yang muncul bisa diorganisasikan dalam sistem kompleks yang akan memandu banyak sikap manusia.
C. Perbandingan antara teori kondisioning klasik dan instrumental
Teori mencar ilmu classical conditioning adakala disebut juga respont conditioning atau pavlovian conditioning, merupakan teori mencar ilmu katagori stimulus-respon (S-R) tipe S. Esensi berlakunya classical conditioning ialah adanya dua stimulus yang berpasangan.satu stimulus yang dinamakan conditioned stimulus (CS) atau kita sebut saja stimulus yang berkondisi. Stimulus ini dinamakan stimulus netral lantaran kecuali untuk menjaga respon yang pertama kalinya diberikan dalam beberapa saat, tidak menghasilkan respon khusus. Stimulus lainya ialah unconditioned stimulus (US) atau kita sebut saja stimulus yang tidak berkondisi. Stimulus ini menghasilkan respon yang sifatnya reflek yang kita namakan unconditioned response (UR) atau kita sebut saja respon yang tidak berkondisi. Pasangan kedua stimulus ini yakni stimulus berkondisi dan tidak berkondisi (CS dan US) biasanya terjadi dimana stimulus berkondisi (CS) timbul atau tiba pada waktu yang relatif singkat sebelum stimulus yang tidak berkondisi (US) diberikan. Selang waktu antara stimulus berkondisi dengan stimulus tidak berkondisi dinamakan interstimulus interval.[8]
Hasil dari pada pasangan stimulus ini, dimana stimulus yang tidak berkondisi yang didahului oleh stimulus berkondisi ialah dimulainya respon yang sama yakni respon tidak berkondisi (unconditioned respon atu UR) setelah terjadi proses mencar ilmu stimulus berkondisi menghasilkan respon. Respon tersebut dinamakan respon berkondisi (CR). Dengan demikian sanggup disimpulkan bahwa situasi atau proses classical conditioning ialah sebagai berikut, apabila stimulus berkondisi atau stimulus tak berkondisi dipasangkan dalam jumlah waktu dan interval waktu dengan benar, stimulus berkondisi yang orisinil dan netral akan memulai menghasilkan respon yang sama dengan respon yang dihasilkan oleh stimulus tak berkondisi sebelum dipasangkan.
Respon-respon khusus yang dihasilkan oleh stimulus berkondisi yang orisinil dan netral ialah apa yang dinamakan mencar ilmu teori classical conditioning dengan demikian sanggup dikatakanbahwa stimulus tak bersyarat tak berkondisi dan stimulus embel-embel yakni stimulus berkondisi akan menghasilkan respon gres yakni respon atau jawaban berkondisi dengan konsep ini maka stimulus biasa yang orisinil dan netral sewaktu-waktu akan menghasilkan respon atau jawaban orisinil atau respon berkondisi. Dalam percobaanya Pavlov memakai anjing. Stimulus berkondisi (CS) ialah bel berdering. Stimulus tak berkondisi (US) ialah proteksi makan. Sedangkan respon berkondisi (CR) dan respon tak berkondisi (UR) ialah keluar air liur anjing.[9]
Jenis pengkondisian yang dipelajari Thorndike kini dinamakan pengkondisian instrumental lantaran respons yang diamati ialah amat penting (bersifat instrumental) untuk mendapat sesuatu yang diinginkan (penguatan). Dalam masalah kucing di kotak teka-teki, si kucing itu harus mencar ilmu melaksanakan proses tertentu yang bisa mengeluarkannya dari kotak itu dan ia diperkuat dengan sepotong ikan asin. Jika respons yang benar tidak muncul, binatang tidak diperkuat. Ringkasnya, kita sanggup menyampaikan bahwa dalam pengkondisian instrumental, setiap respons yang menghasilkan penguatan akan diulangi, dan penguat ialah sesuatu yang diinginkan oleh hewan.
Pengkondisian klasik sanggup dikatakan bersifat tidak sukarela dan otomatis pengkondisian instrumental bersifat sukarela dan dikontrol hewan. Fungsi penguatan juga berbeda untuk pengkondisian klasik dan instrumental. Untuk pengkondisian instrumental, penguatan dihadirkan kepada binatang setelah respons dibuat. Untuk pengkondisian klasik, penguat (US) disajikan untuk menjadikan respons.
APLIKASI TEORI TERHADAP PEMBELAJARAN
Pavlov melakukan percobaannya terhadap binatang, sehingga pertanyaan yang sering diajukan ialah apakah hal yang sama akan jadi pula pada manusia? pertanyaan inilah yang sering dilontarkan terhadap teori kondisioning. Oleh lantaran itu walaupun paradigma classical conditioning dari Pavlov telah diperluas berdasarkan penelitian-penelitian psikologi, namun duduk masalah penerapanya dalam praktek masuk menjadikan pertanyaan. Banyak latihan-latihan pendidikan berdasarkan teori Pavlov baik pada masa kemudian maupun masa kini tidak memperlihatkan hasil yang memuaskan, di Amerika serikat telah dilakukan beberapa percobaan penerapanya dalam pendidikan, namun yang lebih menarik lagi penggunaanya dalam psikologi klinis. Percobaan banyak dilakukan oleh para ilmuaan selah mereka membaca dan mempelajari teori-teorinya. Salah satu aplikasinya di coba oleh O.H.Mowrer tahun 1938. Ia menerapkan paradigma classical conditioning kepada masalah enuresis. Percobaan dilakukan terhadap anak yang sedang tidur di kasur khusus yang terdiri dari dua lempingan logam. Kalau air kencing menyentuh lempingan tersebut aliran listrik yang dilengkapi dengan bunyi bel akan berdering. Serangkaian kejadiaan yakni dengan adanya rangsangan aliran listrik yang mengakibatkan berderingnya bel, bisa membangunkan anak, kemudian ia segera bangun untuk pergi kekamar mandi. Pada ketika lain adanya bunyi keras yang menyerupai bel berdering, ia akan segera bangun dan pergi kekamar mandi. Dengan demikian bunyi keras berfungsi sebagai rangsangan yang berkondisi (unconditioned stimulus) yang sanggup mengontrol tingkah lakunya yakni proses tidur-bangun dan ke kamar mandi. Sekalipun teknik ini telah memperlihatkan keefektifitasannya namun untuk diterapkan dalam klinik pengobatan tetap menjadi suatu masalah. [10]
Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan menyerupai lonceng berbunyi mengisyaratkan mencar ilmu dimulai Dan atau pelajaran berakhir.
Pelajaran guru diikuti oleh angakat tangan siswa, suatu menunjukan siswa sanggup menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memangil suatu respon atau tanggapan. Ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan mencar ilmu dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sangat mempunyai kegunaan dalam mengajar perbendaharaan kata-kata. Memasang kata-kata dalam bahasa inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan membantu para siswa dalam menciptakan perbendaharaan kata dalam bahasa asing. Dalam pengertian yang lebih luas lagi contohnya memasangkan makna suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terus menjadi bidang yang aktif dalam psikogi ketika ini, sebagian para andal telah mulai meniggalkan teori psikologi ini.
Akan tetapi nampaknya sangat tidak menguntungkan untuk meningalkan sumbangan teori yang potensial ini apapun alasannya. Bahkan sementara andal lain banyak yang menganggap inovasi Pavlov ini meletakkan dasar bagi penelitian-penelitian mencar ilmu dan pengembangan teori belajar. American Psykology Assosiation mengakui bahwa Pavlov merupakan orang terbesar yang kuat dalam psikologi. Para andal psikologi dan pendidikan tetap menganggap bahwa percobaan Pavlov yang menyimpulkan bahwa tingkahlaku sebenarnnya ialah rangkaian rangsangan berkondisioning dimana rangsangan-rangsangannya yang tadinya dihubungkan dengan rangsangan tak berkondisi usang kelamaan akan sanggup dihubungkan dengan rangsangan-rangsangan berkondisi, mempunyai sumbangan yang besar terhadap proses mencar ilmu manusia.
ANALIS TEORI DENGAN KAJIAN ISLAM
Menurut pedoman Al-Qur’an ilmu dicari lantaran Allah untuk kepentingan manusia. Berdasarkan kalimat tersebut terakhir ini,, semboyan ilmu untuk (kepentingan) ilmu tidak sesuai dengan pedoman Islam. Yang dibenarkan ialah semboyan’ilmu sarat nilai. Oleh lantaran itu pula, ilmuwan muslim harus menambahkan nilai rabbani (nilai illahi) pada ilmu pengetahuan. M.Quraish Shihab, 1996: 440. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan ialah adonan banyak sekali pengetahuan yang disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab-akibat. Dan berdasarkan kamus itu juga teknologi ialah kemampuan teknik berdasarkan pengetahuan ilmu eksakta yang bersandarkan bahwa teknologi ialah ilmu perihal cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan hidup manusia. Kalau demikian halnya, sama mesin atau alat yang dipergunakan insan bukanlah teknologi, walaupun secara umum alat-alat tersebut sering diasosiasikan sebagai teknologi. Mesin telah dipergunakan insan semenjak berabad-abad tersebut tidak dinamakan era teknologi.
Menelusuri pandangan Al-Qur’an perihal belajar, mengundang kita untuk melihat semakin banyak ayat yang berbicara perihal alam semesta,secara tegas dan berulang-ulang Al-Qur’an menyatakan bahwa alam semesta diciptakan dan ditundukkan bagi kepentingan manusia.[11]
Seperti dalam surat Al-Jatsiyah: t45 ayat 13:
Artinya: Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat gejala (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
Penundukan tersebut secara potensial terealisasi melalui sunnatullah (hukum-hukum yang ditetapkan Allah pada alam) dan kemampuan yang dianugrahkan pada manusia. Dalam pengembangan dan penerapanya teknologi bisa memandukan kecerdikan dan pikiran manusia, bisa memandukan agama yang diistilahkan dengan doktrin dan takwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam perbendaharaan bahasa indonesia kontemporer. Disinilah letak hubugan antara agama islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits atau sunnah rosulullah dengan ilmu pengetahuan lainya yang bersumber dari kecerdikan dan daypikir manusia.[12]
Berdasarkan percobaan pavlov pentingnya mengondisikan stimulus agas terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting dari pada pengontrolan respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses mencar ilmu lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) dari pada motivasi (internal). Maka suatu ketika ajing mendengar lonceng berbunyi atau mengetahui sinar, serasa ada makanan,dalam implikasi pembelajaran yaitu tujuan mencar ilmu supaya bisa mengerti.
Seperti ayat Al-Qur’an surat Al-mujaadalah ayat 11:
KESIMPULAN
Dua konsep dasar dari Pavlov mengenai properti fungsional dari sistem saraf, dan cerebral cortex pada khususnya, ialah bahwa mereka didasarkan pada dua proses yang sama-sama penting: proses eksitasi (kegairahan) dan proses hambatan.. Eksitasi dan kendala ialah sisi-sisi dari proses yang sama; keduanya selalu ada secara bersamaan, namun proporsinya bervariasi di setiap saat, kadang yang satu lebih menonjol.
Teori mencar ilmu classical conditioning juga disebut juga respont conditioning atau pavlovian conditioning, merupakan teori mencar ilmu katagori stimulus-respon (S-R) tipe S. Esensi berlakunya classical conditioning ialah adanya dua stimulus yang berpasangan. Satu stimulus yang dinamakan conditioned stimulus (CS) atau kita sebut saja stimulus yang berkondisi. Stimulus ini dinamakan stimulus netral lantaran kecuali untuk menjaga respon yang pertama kalinya diberikan dalam beberapa saat, tidak menghasilkan respon khusus. Stimulus lainnya ialah unconditioned stimulus (US) atau kita sebut saja stimulus yang tidak berkondisi.
DAFTAR PUSTAKA
B.R Hergenhahn & Matthew H.Olson. Theories of Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008.
Baharruddin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogyakarta: AR-RUZZ MEDIA GROUP.2007.
Nana Sudjana. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Yogyakarta: Fak Ekonomi UI. 1991.
Ali Imron. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Jaya. 1996.
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2011.
Pervin, lawrence A. Daniel Cervone, Oliver P.John, Psikologi kepribadian: teori & penelitian edisi kesembilan Jakarta: Kecana Prenada Media Group, 2010.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.