Analisis Wacana Pelaksanaan Ujian Nasional
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ujian nasional untuk tingkat SMA/sederajat telah selesai dilaksanakan dengan sukses pada tanggal 14 s.d 16 April 2014 yang lalu.Kembali sejumlah permasalahan muncul terkait dengan pelaksanaan ujian tersebut.Mulai dari adanya soal yang beraroma politis, soal tertukar, beredarnya kunci tanggapan dan praktek – praktek kecurangan lainya.Bahkan Koran Sindo edisi Sabtu, 16 April 2014 memuat dua halaman penuh perihal analisa pelaksanaan Ujian Nasional untuk tahun ini.
Sejak munculnya Ujian Nasional pada tahun 2001/2002 (Ujian Akhir Nasional) yang kemudian diperkuat dengan adanya Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005, tampaknya UN tidak terlepas dari pro dan kontra. Banyak pihak – pihak masyarakat yang merasa dan beropini bahwa ujian nasional tidak perlu dilaksanakan lagi dengan banyak sekali alasan yang berupa keluhan, ocehan, dan pendapat lainnya, menyerupai dari persiapan siswa dengan banyak sekali bimbingan mencar ilmu yang merepotkan bagi siswa dan orang tua, perihal banyak sekali kecurangan, dan bahkan ada yang menyampaikan bahwa ujian nasional tidak lebih dari sekedar pembodohan dan tidak ada manfaat secara pribadi bagi dunia pendidikan. Sementara di sisi yang lain, banyak pula yang menyarankan semoga ujian nasional tetap dipertahankan. Dan tentu saja pemerintah sebagai pemegang kebijakan tetap teguh dengan pendiriannya bahwa ujian nasional harus tetap dilaksanakan dalam rangka pemetaan mutu aktivitas satuan pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya, penentuan kelulusan dan sebagai dasar pemberian pertolongan dan binaan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Penilaian hasil mencar ilmu memang mutlak harus dilakukan dalam pendidikan.Tapi apakah penilaian tersebut harus berupa ujian nasional.Ini lah yang masih terus diperbincangkan dan diperdebatkan hingga sekarang. Untuk memberi citra perihal menyerupai apa dan bagaimana ujian nasional tersebut, apakah masih perlu atau tidak dan bagaimana implikasi nya terhadap dunia pendidikan sendiri, maka makalah ini kami susun untuk menjawab semua pertanyaan tersebut.
PEMBAHASAN
A. Konsep Penilaian Pendidikan
1. Pengertian Penilaian Pendidikan
Untuk sanggup memperlihatkan batasan perihal penilaian pendidikan, ada baiknya dikemukan terlebih dahulu definisi penilaian berdasarkan pandangan beberapa orang yang sebagai berikut :
1) Menurut Asmawi Zainul dan Nasution, penilaian ialah suatu proses mengambil keputusan dengan memakai informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil mencar ilmu baik yang memakai tes mau pun non tes
2) Suharsimi Arikunto, penilaian ialah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
3) Menurut Djemari Mardapi, penilaian ialah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran.
4) Menurut Akhmat Susrajat, penilaian (assessment) ialah penerapan banyak sekali cara penggunaan bermacam-macam alat penilaian untuk memperoleh informasi perihal sejauh mana hasil mencar ilmu akseptor didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) akseptor didik. Penilaian menjawab pertanyaan perihal sebaik apa hasil prestasi mencar ilmu akseptor didik.
Sedangkan dalam buku Profesi Kependidikan, Dr. H. Syarif Hidayat, M.Pd (2012:180), mengemukankan pengertian penilaian hasil mencar ilmu secara yaitu sebagai suatu kegiatan pendidikan terkait dengan pengambilan putusan perihal pencapaian kompetensi atau hasil mencar ilmu akseptor didik yang mengikuti proses pembelajaran. Penilaian tersebut harus memuat sejumlah langkah yang pada kesannya ditujukan untuk perbaikan kualitas pembelajaran maupun untuk memilih keberhasilan akseptor didik.
Selanjutnya Adi Suryanto, dkk (2010:18) beranggapan bahwa terdapat dua pengertian perihal penilaian dalam dunia pendidikan, yaitu penilaian dalam arti assesmen dan penilaian dalam arti evaluasi. Penilaian dalam arti assesmen merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi hasil mencar ilmu dan kemajuan mencar ilmu siswa serta mengefektifkan penggunaan informasi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan.Sedangkan penilaian dalam arti penilaian merupakan suatu kegiatan yang dirancang untuk mengukur kefektifan suatu system pendidikan secara keseluruhan.Ia juga membedakan antara konsep tes, pengukuran, assesmen dan evaluasi.
Sedangkan berdasarkan Permendiknas nomor 20 tahun 2007 perihal Standar Penilaian Pendidikan, penilaian pendidikan ialah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk memilih pencapaian hasil mencar ilmu akseptor didik.
Dari beberapa pengertian di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa penilaian pendidikan bisa berarti ganda, baik sebagai sarana assesmen dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran bagi akseptor didik, bisa juga sebagai sarana untuk memilih keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Pada dasarnya, penilaian pendidikan ada dalam rangka membantu pengambilan keputusan baik dalam pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri atau bisa bersifat penilaian terhadap keberhasilan pendidikan secara keseluruhan.Selanjutnya, dalam makalah ini, penilaian pendidikan dibatasi kepada penilaian dalam arti assesmen.
2. Prinsip Penilaian
Berdasarkan Permendiknas RI Nomor 20 tahun 2007 perihal Standar Penilaian Pendidikan, bahwa penilaian hasil mencar ilmu akseptor didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip – prinsip sebagai berikut :
1) Sahih, artinya penilaian berdasarkan data yang mencerminkan kemampuan yang diukur
2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada mekanisme dan criteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektifitas penilai.
3) Adil, yaitu tidak menguntungkan atau merugikan akseptor didik alasannya berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, budbahasa istiadat, status social ekonomi dan jenis kelamin.
4) Terpadu, yaitu penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran
5) Terbuka, berarti mekanisme penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan putusan sanggup diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik meliputi semua aspek kompetensi dengan memakai banyak sekali teknik yang sesuai untuk memantau perkembangan kemampuan akseptor didik
7) Sistematis, berarti penilaian dilaksanakan secara bertahap
8) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan
9) Akuntabel, berarti penilaian sanggup dipertanggungjawabkan baik dari segi teknik, mekanisme maupun hasilnya.
Selanjutnya, hampir sama dengan prinsip di atas, Adi Suryanto dkk (2010 : 1.10) menyebutkan beberapa prinsip – prinsip penilaian sebagai berikut :
1) Berorientasi pada pencapaian kompetensi
2) Valid
3) Adil
4) Objektif
5) Berkesinambungan
6) Menyeluruh
7) Terbuka
8) Bermakna
9) Akuntabel
3. Fungsi Penilaian
Menurut Dr. Syarif H (2012 : 183), fungsi penilaian hasil mencar ilmu ialah sebagai berikut :
1) Menggambarkan penguasaan akseptor didik dalam pencapaian kompetensi
2) Membantu akseptor didik memahami dirinya, menciptakan putusan perihal langkah berikutnya, menuntaskan masalah, baik perencanaan aktivitas pembelajaran, pengembangan kepribadian, maupun untuk penjurusan.
3) Menemukan kesulitan belajar
4) Menemukan kelemahan dan keurangan proses pembelajaran
5) Mengendalikan kemajuan perkembangan akseptor didik
6) Memotivasi akseptor didik untuk terus meningkatkan prestasi belajarnya
4. Jenis Penilaian
Jika dilihat dari pelaksaananya, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, jenis penilaian meliputi :
a. Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik
Penilaian hasil mencar ilmu oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memanatu proses, kemajuan dan perbaikan hasil yang dipakai dalam rangka menilai pencapaian kompetensi akseptor didik, materi penyusunan laporan kemajuan hasil mencar ilmu dan memperbaiki proses pembelajaran itu sendiri.
Penilaian hasil mencar ilmu oleh pendidik terdiri dari :
1) Ulangan harian
2) Ulangan tengah semester
3) Ulangan final semester
4) Ulangan kenaikan kelas
b. Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan
Penilaian hasil mencar ilmu oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi akseptor didik pada semua mata pelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut :
1) Menentukan KKM setiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik akseptor didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik.
2) Mengkordinasikan ulangan tengah semester, ulangan final semester, dan ulangan kenaikan kelas.
3) Menentukan criteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang memakai system paket melalui rapat dewan pendidik
4) Menentukan criteria aktivitas pembelajaran bagi satuan pendidikan yang memakai system kredit semester
5) Menentukan nilai final kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok pendidikan jasmani , olahraga dan kesehatan dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik
6) Menentukan nilai final kelompok mata pelajaran agama dan budpekerti mulia dan kelompok pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik
7) Melaksanakan ujian sekolah untuk memilih kelulusan akseptor didik
8) Melaporkan hasil penilaian kepada orang bau tanah akseptor didik
9) Melaporkan pencapaian hasil mencar ilmu tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota
10) Menentukan kelulusan akseptor didik
11) Menerbitkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN)
12) Menertibkan ijasah setiap akseptor didik yang lulus
c. Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah
Penilaian hasil mencar ilmu oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional (UN).
Selanjutnya hasil UN dipakai sebagai salah satu penentu kelulusan akseptor didikdari satuan pendidikanyang kriterianya ditetapkan oleh BSNP.
5. Teknik dan Instrumen Penilaian
Berdasarkan permendiknas no. 20 tahun 2007 perihal standar penilaian pendidikan, teknik dan instrumen diatur sebagai berikut :
Teknik Penilaian :
a. Penilaian hasil mencar ilmu oleh pendidik memakai banyak sekali teknik penilaian berupates, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai
b. Teknik tes berupa :
1) Tes tertulis
2) Tes lisan
3) Tes praktik
4) Tes kinerja
c. Teknik Observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan atau diluar kegiatan.
d. Teknik Penugasan, sanggup berbentuk :
- Tugas rumah
- Tugas proyek
Instrumen Penilaian
a. Persayaratan instrument yang dipakai pendidik:
1) Dari sisi substansi, harus merepresentasikan kompetensi yang dinilai
2) Dari sisi konstruksi, harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrument yang digunakan
3) Dari sisi bahasa, harus memakai bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai taraf perkembangan akseptor didik
b. Persayaratan instrument yang dipakai oleh satuan pendidikan, selain dari substansi, konstruksi dan bahasa, juga harus mempunyai bukti validitas secara empiric
c. Instrumen yang dipakai pemerintah, selain persyaratan di atas, juga harus memuat skor yang sanggup diperbadingkan antar sekolah, antar kawasan dan antar tahun
B. Ujian Nasional
1. Sejarah Ujian Nasional
Ujian nasional mengalami beberapa kali perubahan, baik dari sisi penggunaan istilah, hingga dengan system pelaksanaannya.Mulai yang bersifat sentralisasi, desentralisasi atau bahkan campuran diantara keduanya. Berikut ialah sejarah singkat pelaksanaan ujian nasional yang dikutip dari Koran Sindo (16 April 2014) :
a. Tahun 1950 – 1960
Pada tahun ini ujian nasional disebut dengan istilah “ujian Penghabisan”.Dilakukan secara nasional dan soal dibentuk oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.Seluruh soal tidak berupa pilihan ganda, tetapi berupa esay.Pemeriksaan soal dilaksanakan di pusat rayon, bukan di sekolah.
b. Tahun 1965 – 1971
Pada kisaran tahun ini, istilah ujian penghabisan diganti menjadi “ujian negara”.Pelaksanaannya masih memakai system terpusat alasannya materi serta waktu pelaksanaan ujian ditentukan oleh pemerintah pusat.
c. Tahun 1972 – 1979
Pada kisaran ini, pemerintah membuka kebebasan kepada setiap sekolah atau sekelompok sekolah melaksanakan ujian sendiri.Penyusunan soal dan pelaksanaan ujian dilaksanakan oleh masing – maisng sekolah.Pemerintah hanya menyusun pedoman dan panduan yang bersifat umum.
d. Tahun 1980 – 2000
Pada tahun ini mulai diselenggarakan ujian final nasional yang disebut Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas).Model ujian final ini memakai dua bentuk yaitu Ebtanas untuk mata pelajaran pokok, dan Ebta untuk mata pelajaran non-Ebtanas. Ebtanas dikoordinasi pemerintah pusat dan Ebta dikoordinasi oleh pemerintah propinsi. Kelulusan ditentukan oleh kombinasi kedua penilaian tadi yang ditambah nilai ujian harian yang tertera diraport.
e. Tahun 2001 – 2004
Pada tahun ini, Ebtanas diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (Unas). Hal yang menonjol dalam peralihan nama Ebtanas menjadi Unas ialah penentuan kelulusan siswa yaitu dalam Ebtanas kelulusan berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan nilai Ebtanas murni, sedangkan Unas ditentukan pada mata pelajaran secara individual.
f. Tahun 2005 – 2009
Pada tahun ini dikeluarkan PP nomor 19 tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan yang didalamnya memuat perihal Standar penilaian. Standar tersebut salah satunya mengatur perihal pelaksanaan ujian nasional. Yang mencolok pelaksanaan Ujian nasioanl pada kisaran tahun ini ialah harus adanya sasaran minimal kelulusan.Target tersebut harus dicapai siswa kalau ingin mendapat kelulusan dari satuan pendidikan tertentu.
g. Tahun 2010 – kini
Pada tahun ini, masih hampir sama dengan pelaksanaan ujian nasional pada tahun sebelumnya. Hanya saja terdapat ujian susulan bagi siswa yang tidak lulus ujian nasional. Kelulusan masih ditentukan oleh nilai ujian nasional plus dilihat juga dari nilai raport.
2. Pengertian Ujian Nasional
Ujian Nasional ialah kegiatan penilaian hasil mencar ilmu akseptor didik yang telah menuntaskan jenjang pendidikan pada jalur sekolah/madrasah yang diselenggarakan secara nasional.
Berdasarkan Prosedur Operasi Standar Pelaksanaan UN Tahun 2014, UN ialah kegiatan pengukuran dam penilaian pencapaian standar kompetensi lulusan pada masing – masing jenjang.
Sedangkan berdasarkan Permendiknas No. 20 tahun 2007 perihal Standar Penilaian Pendidikan, Ujian Nasional yang selanjutnya di sebut UN ialah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi akseptor didik pada beberapa mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Selanjutnya berdasarkan situs Wikipedia.co.id (tersedia : 18 April 2014), ujian nasional biasa disingkat UN ialah system penilaian standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar kawasan yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, depdiknas di Indonesia berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan penilaian sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak –pihak yang berkepentingan.
Dari beberapa pengertian diatas, sanggup disimpulkan bahwa secara sederhana UN merupakan alat untuk menilai ketercapaian standar nasional pendidikan dalam rangka memperlihatkan informasi dalam pengambilan keputusan bagi pemegang kebijakan pendidikan di Indonesia.Selanjutnya bertujuan final dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
3. Prinsip Ujian Nasional
Ujian Nasional yang dilaksanakan pemerintah harus memenuhi prinsip sebagai berikut :
a. Objektif
b. Berkeadilan
c. Akuntabel
4. Dasar Hukum Ujian Nasional
Yang menjadi dasar pelaksanaan ujian nasional diantaranya ialah :
a. Undang – undang nomor 20 tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional
b. Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan
c. Peraturan Menteri nomor 20 tahun 2007 perihal Standar Penilaian Pendidikan
d. Prosedur Operasi Standar Pelaksanaan Ujian Nasional yang ditetapkan oleh BSNP setiap tahunnya
5. Tujuan dan Fungsi Ujian Nasional
Ujian nasional dilaksanakan dalam rangka :
a. Pemetaan mutu aktivitas dan/atau satuan pendidikan;
b. Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya;
c. Penentuan kelulusan akseptor didik dari aktivitas dan/atau satuan pendidikan;
d. Pembinaan dan pemberian pertolongan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
6. Mata Pelajaran Yang Diujikan
Untuk tingkat Sekolah dasar (SD) ada tiga mata pelajaran yang diujikan, yaitu :
a. Bahasa Indonesia
b. Matematika
c. Ilmu Pengetahuan Alam
Sementara untuk tingkat SMP, ada 4 mata pelajaran yang diujikan yaitu :
a. Bahasa Indonesia
b. Bahasa Inggris
c. Matematika
d. Ilmu Pengetahuan Alam
Selanjutnya untuk tingkat Sekolah Menengan Atas sederajat, mata pelajaran yang diujikan tergantung penjurusannya, yaitu sebagai berikut :
a. Penjurusan IPS
- Bahasa Indonesia
- Bahasa Inggris
- Matematika
- Ekonomi
- Geografi
- Sosiologi
b. Penjurusan IPA
- Bahasa Indonesia
- Bahasa Inggris
- Matematika
- Fisika
- Kimia
- Biologi
c. Penjurusan Bahasa
- Bahasa Indonesia
- Bahasa Inggris
- Matematika
- Sastra Indonesia
- Antropologi
- Bahasa Asing Pilihan
d. Penjurusan Agama
- Bahasa Indonesia
- Bahasa Inggris
- Matematika
- Ilmu Tafsir
- Ilmu Hadist
- Fiqih
e. Penjurusan Kejuruan
- Bahasa Indonesia
- Bahasa Inggris
- Matematika
- Teori Kejuruan
C. Analisis Tentang Pelaksanaan Ujian Nasional
1. Pelaksanaan Ujian Nasional
Ujian nasional tahun 2014 diselenggarakan dengan berpedoman kepada mekanisme operasi standar yang ditetapkan oleh BNSP.Pelaksanaan UN untuk tingkat Sekolah Menengan Atas sederajat yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 s.d 16 April yang kemudian terbilang cukup sukses walau masih diwarnai dengan beberapa kontroversi.
Untuk member citra secara komprehensif, berikut ini disajikan pelaksanaan UN untuk beberapa tahun yang lalu.
a. Waktu Pelaksanaan
Berikut ini ialah jadwal pelaksanaan UN utama semenjak tahun 2005 hingga dengan 2014 :
Tahun | SMA / Sekolah Menengah kejuruan / MA | SMP / MTs | SD / MI |
2005 | 30 mei – 1 Juni | 6 Juni – 8 Juni | Belum ada |
2006 | 16 Mei – 18 Mei | 22 Mei – 24 Mei | Belum ada |
2007 | 17 April – 19 April | 24 April – 26 April | Belum ada |
2008 | 22 April – 24 April | 5 Mei – 8 Mei | 12 Mei – 14 Mei |
2009 | 20 April – 24 April | 27 April – 30 April | 4 Mei – 8 Mei |
2010 | 22 Maret – 26 Maret | 29 Maret – 1 April | 5 April – 7 April |
2011 | 18 April – 21 April | 25 April – 28 April | 10 Mei – 12 Mei |
2012 | 16 April – 19 April | 23 April – 26 April | 7 Mei – 9 Mei |
2013 | 15 April – 18 April | 22 April – 25 April | 6 Mei – 8 Mei |
2014 | 14 April – 16 April | 5 Mei – 8 Mei | - |
Jika melihat dari waktu pelaksanaan ujian nasional, maka semenjak tahun 2005, tampaknya tidak menemui hambatan berarti.Ujian nasional sanggup diselenggarakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.Kecuali pada tahun 2013, pemerintah mengumumkan pengunduran pelaksanaan ujian nasional pada jenjang Sekolah Menengan Atas sederajat di 11 propinsi terkait dengan belum tuntasnya pencetakan materi ujian.
b. Kriteria Kelulusan Ujian Nasional
Berikut ini ialah nilai minimal dan rata – rata minimal Ujian Nasional sebagai batas untuk memilih kelulusan akseptor didik :
Tahun | Nilai Minimal | Rata – rata Minimal |
2005 | 4,25 | 5,25 |
2006 | 4,50 | |
2007 | 5,00 | |
2008 | 4,25 | 5,25 |
2009 | 5,50 | |
2010 | ||
2011 | 4,00 | |
2012 | ||
2013 | ||
2014 |
Terkait dengan nilai minimal kelulusan, tampaknya masih dirasakan terlalu berat untuk sanggup dicapai bagi sebagian besar akseptor didik yang berada di daerah.Hal ini terjadi alasannya beragamnya potensi atau daya dukung yang ada dimasing-masing daerah.Tidak sanggup dipungkiri, bahwa terdapat perbedaan mencolok semisal kemudahan akseptor didik yang tinggal di perkotaan menyerupai Jakarta dengan akseptor didik yang tinggal dipelosok pedalaman menyerupai Papua. Tapi nyatanya, soal yang didapatkan dan kriteria kelulusan ternyata sama saja. Tentu saja ini akan terasa lebih berat bagi mereka yang tinggal di pedalaman disbanding mereka yang mendapat kemudahan lebih dalam pendidikannya.
c. Persentase Kelulusan Ujian Nasional
Berikut ini ialah data perihal persentase kelulusan semenjak tahun 2005 s.d 2013 yang dikutip dari www.okezone.com (tersedia : 18 April 2014) :
2005 | 83,31 % |
2006 | 92,50 % |
2007 | 93,00 % |
2008 | 91,32 % |
2009 | 93,74 % |
2010 | 99,04 % |
2011 | 99,02 % |
2012 | 99,50 % |
2013 | 99,48 % |
Berdasarkan data pada tabel di atas, tampak terjadi peningkatan yang cukup signifikan persentase kelulusan ujian nasional pada tahun 2013 (99,48 %) dibandingkan tingkat kelulusan ujian nasional pada tahun 2005 (83,31 %). Apakah ini berarti dunia pendidikan kita sudah menjadi lebih baik?Dalam menjawab pertanyaan ini, tampaknya kita harus sedikit berhati – hati dan tidak terjebak pada angka- angka tersebut.Betapa tidak, ternyata dalam ranah teknis, masih banyak ditemui banyak sekali modus kecurangan dalam meningkatkan persentase kelulusan tersebut.
Logikanya menyerupai ini, propinsi tentu ingin mempunyai “gengsi” dengan mendapat nilai kelulusan 100 %, maka dinas terkait melaksanakan pressure terhadap dinas di kabupaten, kemudian pressure itu diteruskankepada sekolah – sekolah penyelenggara ujian nasional. Berikutnya, bukan lagi duduk kasus lulus atau tidak lulus, tapi sudah masuk ranah “gengsi” dan “egoisme” dari sekolah, dinas kabupaten, dan juga dinas propinsi. Maka, segala cara pun dilakukan. Dan munculah beberapa (potensi) peluang modus kecurangan menyerupai :
- Penyelenggara UN (sekolah) membagikan kunci jawaban
Modus ini biasanya dimulai dari sehari sebelum pelaksanaan UN, yaitu dengan memperlihatkan pengarahan kepada akseptor UN.Tidak hanya mengenai teknis pelaksanaan UN saja, ternyata, ditemui pengarahan perihal bagaimana tanggapan tersebut dibagikan secara merata ketika pelaksanaan UN.Maka, pada hari H, akseptor UN seolah melaksanakan UN begitu serius, padahal, kunci tanggapan yang telah dipersiapkan sekolah sudah beredar. Kunci tanggapan diperoleh biasanya dari soal yang sudah bocor dan telah dipelajari sebelumnya bisa oleh oknum guru atau oknum dinas terkait
- Pemerintah Daerah Seolah Lepas Tangan
Jika modus pertama masih juga belum berjalan tepat alasannya masih ditemui beberapa akseptor yang tidak lulus, maka biasanya dinas terkait akan mengumpulkan kepala sekolah untuk membicarakan dan menciptakan kesepakatan tentang sesuatu agar siswa tiap sekolah bisa lulus 100 %.
- Membuat raport sementara
Modus berikutnya ialah dengan menciptakan raport sementara.Hal ini terjadi alasannya penentuan kelulusan juga dilihat dari nilai rapot.Maka, nilai yang diperoleh siswa yang seharusnya dicantumkan dalam rapot asli, tidak segera ditulis dan hanya ditulis dalam selembar kertas sebagai bentuk laporan kepada orang tua.Selebihnya, mendekati pelaksanaan ujian nasional, raport orisinil tersebut ditulis dengan nilai fantastis, tanpa memandang apakah siswa tersebut pandai atau bodoh.Tujuannya tentu saja dalam membantu nilai kelulusan.
Jika benar terjadi menyerupai diuraikan di atas, apalah arti kelulusan 100% kalau bukan sekedar pembodohan dan sesuatu yang bias. Dan tentunya tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk mengukur mutu pendidikan kita
d. Biaya Pelaksanaan Ujian Nasional
Berdasarkan data yang dihimpun dari banyak sekali sumber, berikut anggaran pelaksanaan ujian nasional semenjak tahun 2011 s.d 2014 :
- Tahun 2011 : 562,8 miliar
- Tahun 2012 : 600 miliar
- Tahun 2013 : 543,4 miliar
- Tahun 2014 : 545 miliar
Dengan melihat angka di atas, betapa besarnya anggaran yang dihabiskan untuk melaksanakan ujian nasional.Padahal kalau melihat maksud dari ujian nasional menyerupai yang tertuang dalam peraturan pemerintah sebagai sarana pemetaan mutu pendidikan, bukan meningkatkan mutu pendidikan secara langsung, tampaknya anggaran yang mencapai setengah triliun setiap tahunnya tersebut sangat amat disayangkan. Seharusnya anggaran sebesar itu lebih tepat dipakai untuk membiayai berapa kegiatan yang secara pribadi meningkatkan mutu pendidikan menyerupai peningkatan kualitas guru melalui banyak sekali pelatihan, atau mungkin membangun perpustakaan sekolah, atau pemberian beasiswa pada siswa berprestasi, atau kegiatan lain yang secara konkret berkontribusi secara pribadi terhadap peningkatan mutu pendidikan.Tampaknya pemerintah belum bisa memilih skala prioritas mengingat masih kecilnya anggaran pendidikan.
2. Kelemahan Pelaksanaan Ujian Nasional
Untuk melihat kelemahan pelaksanaan UN sanggup kita bedakan dari dua sudut pandang yaitu secara teknis, dan non teknis.
a. Teknis
Dalam tataran teknis, ditemui beberapa masalah dalam pelaksanaan ujian nasional diantaranya :
1) Tahun 2009
- Tertukarnya soal paket A dan B dibeberapa wilayah
- Pengemasan terjadi kekurangan halaman
- Naskah soal tidak disertai lembar jawaban
- Kualitas LJUN gampang sobek dan rusak
- Penyimpanan soal masih disekolah (berpeluang terjadi kecurangan yang sangat besar yang dilakukan sekolah)
2) Tahun 2010
- Kemendiknas menemukan 900 kecurangan selama UN tingkat Sekolah Menengan Atas dan SMP, 200 diantaranya terkait dengan bocornya soal
3) Tahun 2011
Sejumlah kecurangan masih banyak terjadi disejumlah daerah
4) Tahun 2012
- Terdapat 1000 lebih pengaduan dan sebanyak 775 merupakan laporan perihal kebocoran atau kecurangan ketika pelaksanaan UN
- BPK menemukan penyimpangan proses lelang UN yang merugikan Negara hingga 8,2 miliar
5) Tahun 2013
Terdapat masalah terkait dengan terlambatnya pencetakan soal UN sehingga di beberapa kawasan terpaksa pelaksanaan UN diundur. Selain duduk kasus waktu, pelaksanaan un pada tahun ini juga terdapat beberapa masalah di kawasan menyerupai :
- Aceh : nyaris terjadi insiden bocornya soal bahasa Inggris akhir tertukarnya soal ujian di Sawang Aceh Selatan
- Sumatera Utara : sebanyak 1641 siswa jurusan IPS tidak sanggup mengikuti ujian alasannya soalnya belum ada
- Sumatera Selatan : beredarnya kunci tanggapan pelajaran Bahasa Indonesia di Ogan Ilir
- Jawa Barat : Sejumlah akseptor UN di Bekasi mengerjakan soal ujian tanpa lembar jawaban
- Jawa Timur : distribusi soal amburadul sehingga banyak sekolah yang kekurangan soal
6) Tahun 2014
Untuk tahun 2014, masalah yang mungkin sedikit menciptakan hebih dalam pelaksanaan UN ialah adanya soal yang bernuansa politis.Dalam salah satu soal Bahasa Indonesia tercantum profil Joko Widodo (Capres dari PDIP).Hal ini dianggap menguntungkan posisi Joko Widodo dalam pencapresan dirinya. Entah ada unsur kesengajaan atau tidak, yang terang soal itu tidak pantas muncul menjelang pemilihan presiden yang akan datang.
Selain masalah duduk kasus soal bernuansa politis, Koran Sindo mencatat beberapa masalah yang terjadi dibeberapa kawasan sebagai berikut :
- Aceh : Soal UN untuk tiga Sekolah Menengah kejuruan di Kabupaten Aceh Barat Daya tertukar. Pada sampul tertulis mata pelajaran Matematika, tapi didalamnya naskah soal bahasa Inggris.
- Garut : Kunci tanggapan beredar melalui SMS. Kunci tanggapan itu keluar sehari sebelum ujian dilaksanakan.
- Bali : Beredar kunci tanggapan UN yang diyakini akseptor UN sesuai paket soal UN, yakni pada mata pelajaran Biologi dan Bahasa Indonesia.
- Surabaya : Kunci tanggapan UN diduga beredar. Disalah satu sekolah para siswa iuran Rp 15.000 untuk mendapatkannya
- Madiun : Pelaksanaan UN molor dari seharusnya pukul 07.30 menadi pukul 08.00 lewat karena naskah soal tertukar dengan mata pelajaran lain. Kekeliruan ini terjadi di SMAN 3 Kota Madiun pada hari pertama UN.
b. Non teknis
Selain beberapa contoh duduk kasus teknis di atas, ternyata UN juga mendapat perdebatan dalam ranah non teknis.
1) Asumsi pelaksanaan UN masih perlu diuji
Asumsi yang melandasi kebijakan UN yaitu : dengan memutuskan standar akademis yang harus dicapai siswa dan diukur melalui tes standar , disertai konsekuensi atas keberhasilan atau pun kegagalan mencapai standar tersebut, maka akan meningkatkan motivasi siswa, guru, dan sekolah dalam meningkatkan prestasi mereka. Tampaknya perkiraan tersebut masih diuji kebenarannya.Betapa tidak, ternyata beberapa laporan penelitian menyimpulkan tidak ada keterkaitan antara pelaksanaan ujian kelulusan dengan prestasi mencar ilmu siswa.
Laporan tahunan (2012) dari Center of Education Policy – sebuah lebaga nirlaba yang didirikan di George Washington University, yang meneliti ujian kelulusan di sejumlah Negara penggalan Amerika Serikat semenjak tahun 2002 – menyimpulkan bahwa hingga ketika ini keterkaitan antara ujian kelulusan dan peningkatan prestasi mencar ilmu siswa masih belum terbukti. Laporan tersebut juga merujuk pada laporan penelitian yang lain menyerupai yang dilakukan Grodsky dkk (2009), Reardon dkk (2009), dan Holme dkk (2010), yang belum menemukan keterkaitan antara pelaksanaan ujian kelulusan dan peningkatan prestasi mencar ilmu siswa.
2) Dampak negatif ujian kelulusan (UN)
Berdasarkan dari beberapa penelitian, dampak negatif dari ujian kelulusan antara lain sebagai berikut :
- Kesenjangan prestasi akademis berdasarkan status social ekonomi keluarga
- Meingkatnya resiko putus sekolah bagi siswa tak bisa dan dari kelompok minoritas
- Kreatifitas siswa mulai tersisihkan akhir focus pada latihan – latihan
- Tekanan berlebihan yang dirasakan siswa
- Banyaknya modus kecurangan
3) Melanggar prinsip penilaian pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah
Salah satu prinsip penilaian pendidikan yang tertuang dalam permendiknas no. 20 tahun 2007, ialah terpadu.Maksudnya ialah penilaian dihentikan terpisahkan dari pembelajaran. Atau dengan kata lain, yang dinilai ialah apa yang dipelajari. Namun pada pelaksanaan UN, walau mengacu kepada standar kompetensi lulusan yang sudah wajib diketahui oleh pendidik, namun pada kenyataannya tidak jarang pembelajaran yang dilakukan disekolah tidak sama dengan sekolah lain termasuk perihal kedalaman materi. Hingga sangat mungkin kalau soal yang diujikan tidak sama dengan apa yang dipelajari di semua sekolah mengingat begitu beragamnya kemampuan pelaksana pembelajaran disekolah.
Prinsip penilaian yang lainnya ialah adil, yaitu penilaian tidak menguntungkan atau merugikan akseptor didik alasannya berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, budbahasa istiadat, status social ekonomi, dan jenis kelamin. Pada kenyataannya, lihat saja untuk tahun ini, pelaksanaan UN ternyata tidak ada yang disediakan khusus untuk kaum dipable menyerupai tidak adanya soal dengan abjad braile bagi penderita tuna netra. Berikutnya, hasil ujian nasional sebagai tolak ukur kelulusan seluruh siswa yang ada diwilayah Indonesia rasa-rasanya jauh dari prinsip adil.Kita paham betul bahwa Indonesia begitu luas dengan keragaman tingkat kehidupan. Bagaimana bisa hasil UN dijadikan tolak ukur yang sama antara wilayah kota dengan segala kemudahan yang ada, juga sebagai tolak ukur di kawasan terpencil nun jauh tertinggal disana?.
Terkait dengan prinsip akuntabel, yang berarti penilaian sanggup dipertanggungjawabkan baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya, tampaknya perlu dikaji lagi.Terutama duduk kasus hasil dari UN (nilai) yang sangat bias dan tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Kecurangan sistematik dan massif ternyata banyak ditemui dibeberapa kawasan walau mungkin tidak ter-blowup oleh media.Nilai-nilai tersebut sangat tidak menggambarkan keadaan sebeneranya. Buktinya, beberapa waktu kemudian diberitakan bahwa terdapat beberapa siswa yang nota bene cerdas dalam kesehariannya, nyatanya tidak lulus ketika mengikuti UN.
4) Fokus pembelajaran hanya pada mata pelajaran yang di ujikan
Semenjak adanya ujian nasional, terjadi semacam penyempitan kurikulum.Fokus pembelajaran hanya pada mata pelajaran yang diujikan.Ada pegeseran pandangan bahwa pelajaran yang tidak diujikan itu tidak penting.Akhirnya berdampak pada rendahnya motivasi mencar ilmu terhadap mata pelajaran tersebut.
5) Pengadilan memutuskan untuk meninjau kembali pelaksanaan Ujian Nasional.
Putusan MA nomor : 2596 K/PDT/2008 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 377/PDT/2007/PT.DKI Jo.228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST memerintahkan pengembalian penilaian pendidikan ke sekolah sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 58 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 perihal Sisdiknas. Dengan Demikian, selama Un terus dilaksanakan, berarti pemerintah mengabaikan putusan ini. Hal ini sanggup diaggap sebagai bentuk dari pembelajaran kepada masyarakat bahwa kita tidak perlu taat terhadap aturan atau putusan hukum.Tentu hal tersebut menjadi kontraproduktif alasannya seharusnya pemerintah merupakan teladan dalam penegakan hukum.
D. Masih Perlukah UN dilaksanakan?
Setelah diuraikan perihal banyak sekali kelemahan dari pelaksanaan ujian nasional, kemudian tibalah kita untuk menjawab pertanyaan “masih perlukah ujian nasional dilaksanakan?Dalam menjawab pertanyaan ini, kita juga jangan terburu-buru menyampaikan bahwa ujian nasional sudah tidak perlu dan harus segera dihapuskan.
Memang benar dalam tataran teknis maupun non teknis begitu banyak ditemui banyak sekali titik kelemahan dalam penyelenggaraan UN.Tapi dengan niatan baik (semoga saja) pemerintah dalam penyelenggaraan UN yaitu sebagai salah satu langkah demi meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia perlu mendapat apresiasi.Negara memang perlu memutuskan suatu standar dalam rangka menjamin kualitas penidikannya.Maka UN diharapkan bisa memperlihatkan citra pemetaan pendidikan bagi pemerintah sebagai dasar dalam memutuskan standar pendidikan berikutnya yang tentu saja bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Hanya saja yang perlu digarisbawahi disini yaitu hasil pelaksanaan UN harus bisa mencerminkan keadaan sebenarnya, bukan menyerupai ketika ini yang terkesan bias dan menjadi ajang “gengsi” kepala kawasan dengan klaim keberhasilan pendidikan sehingga mengakibatkan kecurangan sistematik dan massif.
Berbagai duduk kasus teknis yang sudah terjadi, harus segera dicarikan solusi dan jangan hingga terulang kemabli.Begitu pun duduk kasus – duduk kasus yang bersifat non teknis lainnya.Ini ialah pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah kalau terus ingin melaksanakan kebijakan ujian nasional.
Selanjutnya mengenai hasil ujian nasional yang dipakai sebagai dasar untuk memilih kelulusan, merupakan pokok permasalahan yang mengakibatkan pro kontra terhadap pelaksanaan ujian nasional.Jika hasil UN masih tetap sebagai dasar memilih kelulusan atas pembelajaran tiga tahun yang dilewati siswa, maka tampaknya hakikat dari ujian nasional sebagai dasar untuk melaksanakan pemetaan kualitas tampaknya tidak akan pernah berhasil. Biaya yang dikeluarkan milyaran rupiah setiap tahunnya merupakan pemborosan saja, terlebih alasannya UN tidak berkontribusi pribadi terhadap peningkatan kualitas pendidikan.Tapi kalau pelaksanaan ujian nasional dikembalikan kepada khasanah yang benar yaitu sebagai dasar pemetaan mutu pendidikan, bukan penentu kelulusan , maka ujian nasional selayaknya dipertahankan.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Penilaian pendidikan bisa berarti ganda, yaitu sebagai sarana assesmen dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran bagi akseptor didik, bisa juga sebagai sarana untuk memilih keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Penilaian pendidikan sebagai proses assesmen ialah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk memilih pencapaian hasil mencar ilmu akseptor didik. Salah satu bentuk penilaian pendidikan ialah Ujian Nasional.
Ujian Nasional ialah kegiatan penilaian hasil mencar ilmu akseptor didik yang telah menuntaskan jenjang pendidikan pada jalur sekolah/madrasah yang diselenggarakan secara nasional.Hasil dari ujian nasional dipakai sebagai dasar bagi pemerintah untuk melaksanakan pemetaan mutu aktivitas satuan pendidikan, dasar seleksi masuk ke jenjang selanjutnya, penentuan kelulusan dan pemberian pertolongan kepada satuan penddidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Ujian nasional sudah semenjak usang diadakan dengan banyak sekali istilah yang berbeda, hingga hingga ketika ini di sebut ujian nasional (UN).Dalam pelaksanaanya, ternyata UN mengakibatkan pro kontra dikalangan masyarakat.Terutama mengenai hasil ujian nasional sebagai dasar untuk memutuskan kelulusan akseptor didik.Selain itu, ujian nasional yang dilaksanakan ternyata tidak terlepas dari sejumlah permasalahan, baik yang bersifat teknis mau pun non teknis.Pemerintah terus berupaya memperbaiki kelemahan-kelelamahan yang ada demi penyelenggaraan ujian nasional yang sesuai dengan khitahnya.Namun, tetap saja setiap tahun permasalahan tersebut muncul.Bahkan banyak yang beranggapan bahwa ujian nasional sudah tidak diharapkan lagi alasannya tidak berkontribusi terhadap dunia pendidikan secara langsung.Terlebih biaya yang dikeluarkan relative besar.Biaya tersebut dianggap terlalu besar kalau dibandingkan hasil dari pelaksanaan ujian nasional yang bias dan masih dipertanyakan lagi validitasnya.
Adanya pro kontra ini memancing sebuah pertanyaan perihal “masih perlukah ujian nasional dilaksanakan?”.Terlepas dari banyaknya kelemahan yang ada, ujian nasional memang masih perlu dilaksanakan.Tapi bukan sebagai tolak ukur kelulusan akseptor didik dari satuan pendidikan.Tapi ujian ini harus dijadikan dasar dalam pemetaan mutu pendidikan yang selanjutnya nanti dipakai sebagai dasar melaksanakan kebijakan dalam peningkatan mutu pendidikan. Tapi kalau ujian nasional masih dijadikan dasar kelulusan yang mengakibatkan tekanan tersendiri bagi kalangan pendidik, akseptor diidik, bahkan kepala daerah, tampaknya semua permasalahan di atas akan terus terjadi terutama berkaitan dengan banyak sekali modus kecurangan. Maka akan lebih baik kalau ujian nasional dihapuskan.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Syarif Hidayat, M.Pd. 2012.Profesi Kependidikan. Jakarta : Pustaka Mandiri
Elin Driana. 2013. “Masih perlukan Ujian Nasional”. tersedia : edukasi.kompas.com 20 April 2014
Keputusan BSNP tentang Prosedur Operasi Standar Pelaksanaan UN Tahun 2014
Koran Sindo.“Kecurangan dan Aroma Politik Ujian Nasional”.tanggal 16 April 2014
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian
Suryanto, et al. 2010. Evaluasi Pembelajaran di SD. Jakarta : Universitas Terbuka
Adi