Pengukuran Ranah Afektif
PENDAHULUAN
Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi meliputi tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan melaksanakan pekerjaan, dan perilaku. Setiap penerima didik mempunyai potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Ada penerima didik yang mempunyai kemampuan berpikir tinggi dan sikap amat baik, namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada penerima didik yang mempunyai kemampuan berpikir rendah, namun mempunyai keterampilan yang tinggi dan sikap amat baik. Ada pula penerima didik yang kemampuan berpikir dan keterampilannya sedang/biasa, tapi mempunyai sikap baik. Jarang sekali penerima didik yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan sikap kurang baik. Peserta didik ibarat itu akan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat, lantaran tidak mempunyai potensi untuk hidup di masyarakat. Ini menunjukkan keadilan Tuhan YME, setiap insan mempunyai potensi yang sanggup dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat.
Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak, memakai otot ibarat lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berafiliasi dengan minat dan sikap yang sanggup berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi cuilan dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.
Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah ibarat pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang sempurna biar tujuan pembelajaran afektif sanggup dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan penerima didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh lantaran itu perlu dikembangkan teladan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.
PEMBAHASAN
Hasil berguru berdasarkan Bloom (1976) meliputi prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik insan meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif meliputi tabiat sikap ibarat perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik insan sebagai hasil berguru dalam bidang pendidikan. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan berguru seseorang. Orang yang tidak mempunyai minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan berguru secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh lantaran itu semua pendidik harus bisa membangkitkan minat semua penerima didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering dibutuhkan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang acara pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.
B. Pengukuran Ranah Afektif
Dalam menentukan karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan acara sekolah. Masalah yang timbul ialah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara eksklusif mengikuti definisi konseptual.
Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang sanggup dipakai untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada perkiraan bahwa karateristik afektif sanggup dilihat dari sikap atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang ialah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri. Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), sikap seseorang merupakan fungsi dari tabiat (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan ketika sikap atau perbuatan ditampilkan. Kaprikornus tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh tabiat dirinya dan kondisi lingkungan.
B. Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif
Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam menyebarkan instrumen penilaian afektif, yaitu:1). Menentukan spesifikasi instrument.2). Menulis instrument 3). Menentukan skala instrument 4). Menentukan pedoman penskoran 5). Menelaah instrument 6). Merakit instrument 7). Melakukan ujicoba 8). Menganalisis hasil ujicoba 9). Memperbaiki instrument 10). Melaksanakan pengukuran 11). Menafsirkan hasil pengukuran
1. Spesifikasi instrumen
Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral.
a. Instrumen sikap
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap penerima didik terhadap suatu objek, contohnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berkhasiat untuk menentukan taktik pembelajaran yang tepat.
b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh gosip wacana minat penerima didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya dipakai untuk meningkatkan minat penerima didik terhadap mata pelajaran.
c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melaksanakan penilaian secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi penerima didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan penerima didik dipakai untuk menentukan acara yang sebaiknya ditempuh.
d. Instrumen nilai
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan penerima didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan karenanya dihilangkan.
e. Instrumen moral
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi gosip wacana moral seseorang. Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu : (1) tujuan pengukuran, (2) kisi-kisi instrumen, (3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang instrumen.
Setelah menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya ialah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi ialah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks. Selanjutnya menyebarkan definisi operasional berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang sanggup diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa dikembangkan dua atau lebih instrumen.
a. Instrumen sikap
Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap penerima didik terhadap suatu objek, contohnya kegiatan sekolah. Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap ialah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang gampang untuk mengetahui sikap penerima didik ialah melalui kuesioner. Pertanyaan wacana sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering dipakai pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini.
b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh gosip wacana minat penerima didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya dipakai untuk meningkatkan minat penerima didik terhadap mata pelajaran tersebut. Definisi konseptual: Minat ialah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat ialah keingintahuan seseorang wacana keadaan suatu objek.
c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan penerima didik dipakai untuk menentukan acara yang sebaiknya ditempuh oleh penerima didik. Definisi konsep: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri ialah pernyataan wacana kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.
d. Instrumen nilai
Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi penerima didik. Kegiatan yang disenangi penerima didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) penerima didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada penerima didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai penerima didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.
Nilai seseorang intinya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan kegiatan atau tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
Definisi konseptual: Nilai ialah keyakinan terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai ialah keyakinan seseorang wacana keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan penerima didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi penerima didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit melaksanakan perubahan.
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan karenanya dihilangkan.
Selain melalui kuesioner ranah afektif penerima didik, sikap, minat, konsep diri, dan nilai sanggup digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif penerima didik dilakukan di kawasan dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif penerima didik, perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap sikap yang muncul dari penerima didik yang berkaitan dengan indikator tersebut.
e. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral penerima didik. Contoh indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah: Memegang janji, Memiliki kepedulian terhadap orang lain, Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas, Memiliki Kejujuran
3. Skala Instrumen Penilaian Afektif
Skala yang sering dipakai dalam instrumen penelilaian afektif ialah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
4. Sistem penskoran
Sistem penskoran yang dipakai tergantung pada skala pengukuran. Apabila dipakai skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden menentukan balasan pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya memakai 4 (empat) pilihan, biar terang sikap atau minat responden.
Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat penerima didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing penerima didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.
5. Telaah instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen ialah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang dipakai komunikatif dan memakai tata bahasa yang benar, c) butir pertanyaaan/pernyataan tidak bias, d) format instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah sempurna sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik jikalau ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat jikalau yang diinginkan ialah masukan wacana bahasa dan format instrumen. Bahasa yang dipakai ialah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya dipakai untuk memperbaiki instrumen.
Panjang instrumen berafiliasi dengan problem kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan/ pernyataan ialah gosip apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan hingga bias, yaitu mengarahkan balasan responden pada arah tertentu, positif atau negatif. Hasil telaah instrumen dipakai untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang dibutuhkan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan.
6. Merakit instrumen
Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus dibentuk menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau mengisinya.
7. Ujicoba instrumen
Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah kepada penerima didik, kepada guru atau orang bau tanah penerima didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai ialah penerima didik SMA, maka sampelnya juga penerima didik SMA. Sampel yang dibutuhkan minimal 30 penerima didik, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih.
Pada ketika ujicoba yang perlu dicatat ialah saran-saran dari responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan waktu yang dibutuhkan untuk mengisi instrumen. Waktu yang dipakai disarankan bukan waktu ketika responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi minuman biar tidak lelah. Perlu diingat bahwa pengisian instrumen penilaian afektif bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu ketat.
Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang dibutuhkan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang dibutuhkan biar tidak jenuh ialah 30 menit atau kurang.
8. Analisis hasil ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi balasan tiap butir pertanyaan/ pernyataan. Jika memakai skala instrumen 1 hingga 7, dan balasan responden bervariasi dari 1 hingga 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini sanggup dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan balasan saja, contohnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator yang dipakai ialah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik.
Indikator lain yang diperhatikan ialah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh lantaran itu diusahakan biar indeks keandalan instrumen minimal 0,70.
9. Perbaikan instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
10. Pelaksanaan pengukuran
Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi instrumen harus mempunyai cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur biar responden tidak terganggu satu sama lain. Diusahakan biar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain biar balasan kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan klarifikasi wacana tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.
11. Penafsiran hasil pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran dibutuhkan suatu kriteria. Kriteria yang dipakai tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan dipakai skala Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur sikap penerima didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif: Sangat oke (4) – Setuju (3) - Tidak oke (2) – Sangat tidak oke (1). Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negative, Sangat oke (1) – Setuju (2) - Tidak oke (3) – Sangat tidak oke (4). Skor tertinggi untuk instrumen tersebut ialah 10 butir x 4 = 40, dan skor terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan contohnya menjadi empat kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini sanggup ditentukan minat atau sikap penerima didik. Selanjutnya sanggup dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu. Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat sanggup dilihat pada tabel berikut.
C. Observasi
Penilaian ranah afektif penerima didik selain memakai kuesioner juga bisa dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi isi pedoman observasi. Misalnya indikator penerima didik berminat pada mata pelajaran matematika ialah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapihan dan kelengkapan catatan. Hasil observasi akan melengkapi gosip dari hasil kuesioner. Dengan demikian gosip yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh akan lebih tepat.
PENUTUP
Cukup banyak ranah afektif yang penting untuk dinilai. Namun yang perlu diperhatikan ialah kemampuan pendidik untuk melaksanakan penilaian. Untuk itu pada tahap awal dicari komponen afektif yang bisa dinilai oleh pendidik dan pada tahun berikutnya bisa ditambah ranah afektif lain untuk dinilai. Ranah afektif yang penting dikembangkan ialah sikap dan minat penerima didik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan instrumen afektif sebagai berikut.
- Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur.
- Menentukan definisi operasional
- Menentukan indikator
- Menulis instrumen.
Instrumen yang dibentuk harus ditelaah oleh teman sejawat untuk mengetahui keterbacaan, substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah dipakai untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut di ujicoba di lapangan. Hasil ujicoba akan menghasilkan gosip yang berupa variasi jawaban, indeks beda, dan indeks keandalan instrumen. Hasil ujicoba dipakai untuk memperbaiki instrumen. Hal yang penting pada instrumen afektif ialah besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik ialah minimal 0,70.
Penafsiran hasil pengukuran memakai dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti minat penerima didik tinggi atau sikap penerima didik terhadap suatu objek baik, sedang negatif berarti minat penerima didik rendah atau sikap penerima didik terhadap objek kurang. Demikian juga untuk instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah afektif yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Mary. Yen., & Yen, Wendy. M. 1979. Introduction measurement theory. Berkeley, California: Brooks/Cole Publishing Company.
Andersen, Lorin. W. 1981. Assessing affective characteristic in the schools. Boston: Allyn and Bacon.
Gable, Robert. K. 1986. Instrument development in the affective domain. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.
Mueller, D. J. 1986. Measuring social attitudes. New York: Teachers College, Columbia University.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 wacana Standar Pengelolaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 wacana Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 wacana Standar Proses. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Robinson, John. P., & Shaver, Philip. R. 1980. Measures of social psychological attitudes. Michigan: The Institute of Social Research.
Sax, Gilbert. 1980. Principles of educational and psychological measurement and evaluation. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.
Straughan, R. 1989. Belief, behaviour, and education. London: Biddles Ltd. Guilfordand King’s Lynn.
Thorndike, Robert, L., & Hagen, Elizabeth. P. 1977. Measurement and evaluation in psychology and education. New York: John Wiley & Sons.
Traub, Ross. E. 1994. Reliability for the social sciences. London: Sage Publications.