Epistemoligy Ilmu Pengetahuan
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keterkaitan adat dan struktur dengan tujuan dari insan pandai tersebut akan dikaji lebih mendalam pada bahasan selanjutnya. Sebelumnya kami sajikan dasar epistemology pencarian kebenaran ilmiah. Pembahasan wacana Ilmu Pengetahuan dalam konteks filsafati termasuk kajian epistemologi, yakni terkait dengan bagaimanakah (cara) suatu pengetahuan itu disusun. Sebagaimana pernah diungkapkan sebelumnya bahwa permasalahan epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan wacana pengetahuan. Sebelum sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan sarana apakah kita sanggup memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada hasilnya tidak sanggup diketahui. Sebenarnya kita gres sanggup menganggap mempunyai suatu pengetahuan sehabis kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemologi. Kita mungkin terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin hingga kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanya kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin sanggup menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya
Latar belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu yakni lantaran para pemikir melihat bahwa panca indra lahir insan yang merupakan satu-satunya alat penghubung insan dengan realitas eksternal terkadang atau senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan berupaya membangun struktur pengindraan valid yang rasional.
PEMBAHASAN
A. Pengertian epistemology
Istilah Epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F.Feriere yang dimaksudkan untuk membedakan antasa dua cabang filsafat, yaitu epistemology dan ontology (metafisika umum)[1]. Dalam bahasa Inggris epistemology dikenal sebagai istilah “Theory of Knowledge”.
Epistemology berasal dari Yunani yaitu kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan[2] dan logos berarti teori, pikiran, atau ilmu[3]. Dalam rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa epistemology merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal wacana asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan[4].
Menurut Poedjiadi epistemology yakni cabang filsafat yang membahas wacana pengetahuan, adapun yang dibahas antara lain yakni asal mula, bentuk dan struktur, dinamika, validitas, dan metodologi, yang gotong royong membentuk perbuatan manusia.[5]
The Encyclopedia of Philosophy mendefinisikan epistemology sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan, praanggapan-praanggapan dan dasar-dasarnya serta realitas umum dari tuntutan akan pengetahuan[6]
Epistemology atau filsafat pengetahuan intinya juga merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan memilih nilai kognitif pengalaman insan dalam interaksinya dengan diri lingkungan social dan alam sekitarnya. Maka epistemology yakni suatu disiplin yang bersifat evaluative, normative, dan kritis.[7]
Yang dimaksud sifat diatas adalah:
a. Evaluative berarti bersifat menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan, sanggup dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau mempunyai dasar yang sanggup dipertanggung jawabkan secara nalar.
b. Normative berarti memilih norma atau tolak ukur dan dalam hal ini tolak ukur kenalaran bagi kebenaran pengetahuan.
c. Kritis berarti banyak mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil acara insan mengetahui.
Istilah-istilah lain yang setara maksudnya dengan epistemology ialah:
a. Logika material
Istilah logika material sudah mengandaikan adanya Ilmu pengetahuan yang lain disebut logika formal.
Apabila logika formal menyangkut dengan bentuk pedoman maka logika material menyangkut isi pemikiran[8].
b. Gnosiologi
Gnosiologi berarti suatu ilmu pengetahuan atau cabang filsafat yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pengetahuan, khususnya mengenai pengetahuan yang bersifat keilahian[9]
c. Criteriologi
Criteriologi merupakan cabang filsafat yang berusaha untuk menetapkan benar atau tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan berdasarkan ukuran wacana kebenaran[10].
B. Terjadinya pengetahuan
Proses terjadinya pengetahuan yakni masalah yang amat penting dalam epistemologi lantaran tanggapan terhadap terjadinya pengetahuan akan menciptakan seseorang paham filsafatnya. Jawaban yang sederhana yakni berfilsafat a priori, yaitu ilmu yang terjadi tanpa melalui pengalaman, baik indera maupun batin, atau a posteriori yaitu ilmu yang terjadi lantaran adanya pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif.
Ada enam hal yang merupakan alat untuk mengetahui proses terjadinya pengetahuan, yaitu[11]:
1. Pengalaman Indera (Sense Experience)
Dalam filsafat, paham yang menekankan pada kenyataan disebut realisme, yaitu paham yang beropini bahwa semua yang sanggup diketahui yakni hanya kenyataan. Kaprikornus ilmu berawal mula dari kenyataan yang dalam diserap oleh indera. Aristoteles yakni tokoh yang pertama mengemukakan pandangan ini, yang beropini bahwa ilmu terjadi bila subjek diubah dibawah imbas objek. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indera (sensasi).
2. Nalar (Reason)
Nalar yakni salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pedoman atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal yang perlu diperhatikan dalam telaah ini yakni wacana asas pedoman berikut:
a. Principium Identitas, disebut juga asas kesamaan.
b. Principium Contradictionis, disebut juga asas pertentangan.
c. Principium Tertii Exclusi, disebut sebagai asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
3. Otoritas (Authority)
Otoritas yakni kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber ilmu lantaran keompoknya mempunyai pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya. Kaprikornus ilmu pengetahuan yang terjadi lantaran adanya otoritas yakni ilmu yang terjadi melalui wibawa seseorang hingga orang lain mempunyai pengetahuan.
4. Intuisi (Intuition)
Intuisi yakni kemampuan yang ada pada diri insan yang berupa proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus bisa menciptakan pernyataan yang berupa ilmu. Karena ilmu yang diperoleh melalui intuisi muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu, maka tidak sanggup dibuktikan seketika atau melalui kenyataan.
5. Wahyu (Revelation)
Wahyu yakni info yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu sanggup dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, lantaran insan mengenal sesuatu melalui kepercayaannya.
6. Keyakinan (Faith)
Keyakinan yakni suatu kemampuan yang ada pada diri insan yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara wahyu dan keyakinan hampir tidak sanggup dibedakan lantaran keduanya memakai kepercayaan, perbedaannya yakni bahwa keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatic diikutinya yakni peraturan berupa agama, sedang keyakinan yakni kemampuan jiwa insan yang merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan.
C. ARTI PENGETAHUAN
Pengetahuan yakni suatu istilah yang digunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu[12]. Sesuatu yang menjadi pengetahuanya yakni yang terdiri dari unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya. Maka pengetahuan selalu menuntut adanya subyek yang mempunyai kesadaran untuk ingin mengetahui wacana sesuatu dan objek sebagai hal yang ingin diketahuinya. Kaprikornus pengetahuan yakni hasil perjuangan insan untuk memahami suatu objek tertentu.
Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada dalam pikiran manusia, tanpa pikiran pengetahuan tidak bisa eksis. Kaprikornus keterkaitan antara pengetahuan dengan pikiran merupakan sesuatu yang kodrati. Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh pengetahuan[13], yaitu:
1. Mengamati (observes)
Pikiran berperan dalam mengamati obyek-obyek. Dalam melaksanakan pengamatan terhadap objek itu maka pikiran haruslah mengandung kesadaran. Oleh lantaran itu, disini pikiran merupakan suatu bentuk kesadaran.
2. Menyelidiki (inquires)
Dalam penyelidikan minatlah yang membimbing seseorang secara alamiah untuk terlibat kedalam pemahaman pada obyek-obyek
3. Percaya (believes)
Manakala suatu objek muncul dalam kesadaran, biasanya objek itu diterima sebagai objek yang menampak. Sikap mendapatkan sesuatu yang menampak sebagai pengertian yang memadai sehabis keraguan, dinamakan kepercayaan.
4. Hasrat (desires)
Tanpa pikiran mustahil ada hasrat. Beberapa hasrat muncul dari kebutuhan jasmani (nahfsu makan, minum, istirahat, tidur) hasrat diri (keinginan pada obyek, kesenangan).
5. Maksud (intends)
Kendatipun mempunyai maksud saat akan mengobservasi, menyelidiki, mempercayai, dan berhasrat, namun sekaligus perasaanya tidak berbeda atau bahkan terdorong saat melakukannya.
6. Mengatur (organizes)
Setiap pikiran yakni suatu organism yang teratur dalam diri seseorang.
7. Menyesuaikan (adaps)
Menyesuaikan pikiran sekaligus melaksanakan pembatasan-pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam otak dan badan didalam fisik, biologis, lingkungan social, dan cultural dan laba yang terlihat padda tindakan, hasrat dan kepuasan.
8. menikmati (enjoys)
Pikiran-pikiran mendatangkan keasyikan. Orang yang asyik dalam menekuni suatu persoalan, ia akan mencicipi itu dalam pikirannya.
D. Jenis-jenis pengetahuan
Pengetahuan berdasarkan Soejono Soemargono yang dikutip oleh Surajio dalam buku ilmu filsafat suatu pengantar sanggup dibagi menjadi dua,[14] yaitu:
1. Pengetahuan nonilmiah
2. Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan nonilmiah yakni pengetahuan yang diperoleh dengan memakai cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Secara umum pengetahuan nonilmiah ialahsegenap hasil pemahaman insan atas sesuatu atau objek tertentu dalam kehidupan sehari-hari
Sedangkan pengetahuan ilmiah adalahsegenap hasilpemahaman insan yang diperoleh dengan memakai metode-metode ilmiah.
Pengetahuan ilmiah mempunyai 5(lima) ciri pokok sebagai berikut:
1. Empiris. Pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan
2. Sistematis. Berbagai keterangan dan datayang tersusun sebagai kumpulan pengetahuanini mempunyai kekerabatan ketergantungan dan teratur
3. Objektif. Ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi
4. Analitis. Pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya kedalam bagia-bagian yang terperinci untuk memahami banyak sekali sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
5. Verifikatif. Dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun itu[15].
E. Teori kebenaran
Pada umumnya ada beberapa teori kebenaran [16]yaitu:
1. Teori kebenaran saling berafiliasi
Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi itu benar apabila berafiliasi dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar, atau juga apabila proposisi itu berafiliasi dengan proposisi terdahulu yang benar
2. Teri kebenaran saling berkesesuaian
Teori ini berpandangan bahwa suatu bernilai apabila saling berkesesuaian dengan dunia kenyataan.
3. Teori kebenaran inherensi
Teori ini pandangannya yakni suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang sanggup dipergunakan atau bermanfaat.
4. Teori kebenaran berdasarkan arti
Teori ini berpandangan bahwa proposisi itu ditinjau dari segi arti atau maknanya.
5. Teori kebenaran sintaksis
Teori ini berpandangan bahwa suatu pernyataanmemiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti hukum sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang diisyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai arti.
6. Teori kebenaran nondeskripsi
Teori kebenaran ini intinya suatu statemen atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung kiprah dan fungsi dari pada pernyataan itu.
7. Teori kebenaran logis yang berlebihan
Pada dasarnya berdasarkan teori kebenaran ini , bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu pemborosan.
KESIMPULAN
Dalam rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa epistemology merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal wacana asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan
Epistemology atau filsafat pengetahuan intinya juga merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan memilih nilai kognitif pengalaman insan dalam interaksinya dengan diri lingkungan social dan alam sekitarnya. Maka epistemology yakni suatu disiplin yang bersifat evaluative, normative, dan kritis.
Terjadinya pengetahuann menjadi masalah fundamental dalam epirtemologi alasannya hal ini akan mewarnaipemikiran kefilsafatan. Di dalam pengetahuan memerlukan alat yaitu: pengalaman indra, nalar, otoritas, intuisi, wahyu, dan keyakinan.
Daftar Pustaka
Anshari,Endang Saifuddin, Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu, 1991
Aziz, Abdul, Filsafat Pendidikan Islam, Surabaya: Elkaf, 2006
Dardiri, Humaniora, Filsafat, dan Logika, Jakarta: Rajawali,1985
Kattsoff, O Louis, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,1989
Muthahhari, Ayatullah Murtadha, Pengantar Epirtemologi Islam, Jakarta: Shadra press,2010
Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan Pengantar ke Ilmu dan Filsafat, Jakarta: Bina aksara, 1987
Surajiyo, Filsafat ilmu dan Perkembangannya diIndonesia, Jakarta: Bumi Aksara,2010
Surajiyo, Ilmu Filsafat suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian, dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologi, Jakarta: Bumi abjad 2011